Setelah sepakat, Tika, Agus, Bara, Indra dan Rega membawa Mario dalam petualangan mereka kali ini.
Mereka sengaja membawa mobil Van agar bisa kembali kapan pun mereka mau.
Perjalanan menuju kampung Sekarwangi memang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Dengan jalan yang ekstrim pula.
Meskipun baru sekali melewati jalan itu. Namun, kelima mahasiswa itu sangat mampu mengingat jalan yang mereka lalui.
Sekarwangi, perkampungan itu tidak ada di map google, mungkin sengaja atau memang karena kampung itu terlalu terpencil.
Sebelum memasuki jalan perkampungan desa Sekarwangi. Rega dan teman-temannya mengamati dan mencocokkannya foto-foto yang mereka ambil sebelumnya.
Akhirnya, mereka tiba di jalan masuk kampung Sekarwangi.
"Anjay! kok gini jalannya?!" seru mereka semua ketika berada di depan jalan utama kampung Sekarwangi.
Baru sepuluh hari mereka tinggalkan, jalan-jalan itu sudah dipenuhi dengan semak belukar.
"Wah Bagaimana nih, sepertinya memang iya, jika kemaren kita itu kesasar melewati portal gaib," kata Rega.
"Wah kalau begitu, sia-sia dong kita datang ke kampung ini," cetus Indra.
"Nggak sia-sia sih, gue tahu caranya membuka portal gaib di kampung ini," cetus Mario.
"Biar kita masuk ke dimensi waktu di mana kejadian itu berlangsung," tambah Mario.
"Bagaimana caranya?" tanya Mereka saling melemparkan pandangan.
"Gue akan buka mata batinnya Rega. Desa ini tuh berkabut, sepertinya memang ada sosok yang menjaga kampung ini agar tidak bisa di terawang oleh anak indigo bahkan paranormal sekalipun," kata Mario.
"Tapi kenapa harus gue?" tanya Rega.
"Karena sebelumnya Elo diundang untuk datang kemari."
Rega memicingkan matanya seolah meminta penjelasan kepada Mario.
"Ga, sekarang gue baru sadar kalau lu itu dipancing ke desa. kemarin kalian datang jalan ini terbuka kan?" tanya Mario untuk memastikan.
"Iya waktu kita datang kemari jalan ini seperti jalan desa pada umumnya."
"Nah, kalau sekarang kita datang itu bukan karena undangan tapi karena kemauan kita sendiri.Karena itulah jalan ini tertutup lagi."
" Jadi benar apa yang kita lihat di kampung ini itu adalah sisa residu energi waktu dua puluh lima tahun yang lalu?!" tanya Indra.
"Yap, betul sekali, dan untuk membuka portal itu, gue harus membuka mata batinnya si Rega. setelah mata batin Rega terbuka, kita akan mengikuti Rega dari belakang."
"Bentar deh, bukannya gue takut ya, hanya penasaran saja. Kenapa harus gue, lu bilang gue diundang. yang namanya orang diundang pasti ada maksud dan tujuan tertentu. Nah maksud dan tujuan tertentu makhluk penjaga desa ini mengundang gue itu apa? kenapa harus gue?" tanya Rega beruntun.
"Itu dia, kita harus cari tahu. ingat tujuan kita ke sini itu untuk menarik Pak Arman agar dia bisa keluar dari dimensi gaib. selain itu, gue juga penasaran kenapa harus elo yang diundang," kata Mario.
"Okelah, kalau begitu kita masuk ke gerbang portal gaib." Rega pun setuju.
"Ya udah lo duduk bersila fokus konsentrasi, bayangkan di kepala lo jika kita akan melintasi waktu 25 tahun yang lalu."
Rega pun duduk bersila seraya memejamkan matanya.
Ia memikirkan kejadian yang pernah ia alami bersama teman-temannya di kampung ini.
"Siap ya Ga. Kita juga harus siap, berpegangan tangan, konsentrasi!" Mario memerintahkan.
"Oke," kata Rega.
Mario melakukan sebuah gerakan sambil membaca sesuatu, kemudian ia melakukan gerakan di punggung Rega.
Kelima mahasiswa yang lainya duduk bersila sambil berpegangan tangan satu sama lainnya.
Setelah merasakan mata batin Rega terbuka, barulah Mario memegang tangan Indra yang berada di posisi paling ujung sebelah kanan, agar mereka tak tersesat di dimensi waktu yang berbeda.
Baru beberapa saat, Keenam mahasiswa pemberani itu perlahan melihat kabut asap di depan mereka, kabut asap tersebut semakin semakin menipis hingga mereka melihat jalan desa Sekarwangi mulai terlihat.
"Sudah terbuka, kita berdoa sebelum memasuki kampung itu," titah Mario.
Karena kebetulan keenam mahasiswa itu beragama Islam, mereka pun membaca ayat kursi sebagai perlindungan untuk mereka.
Setelah kabut yang menutupi jalan desa benar-benar hilang, mereka bangkit untuk berdiri.
Masih saling bergandengan tangan mereka masuk dan berjalan melangkah hati-hati memasuki kampung Sekarwangi.
Berbeda dengan kedatangan mereka sebelumnya, di mana kampung itu begitu sepi. Kali ini suasana kampung terlihat cukup rame.
Terlihat beberapa warga desa menggunakan sepeda dan melaju menghampiri mereka.
"Permisi Pak," sapa Mario dengan ramah.
Pria tua yang mengayuh sepeda itu pun berhenti.
"Iya Mas, ada apa?"
"Pak, boleh saya bertanya ini tahun berapa ya?" tanya Mario.
Bapak yang bersepeda itu mengkerutkan keningnya, mungkin dia bingung dengan pertanyaan Mario.
"Oh hari ini tanggal 28 Agustus tahun 1998."
"1998?" Mereka sedikit terkejut. Namun agar pria tua itu tidak curiga, mereka pun bersikap biasa saja.
Mereka tahu jika mereka berada di dimensi waktu 25 tahun yang lalu. tepatnya sebelum kematian massal menimpa warga desa.
"Oh ya pak, kami ingin bertemu dengan kepala desa di sini kalau boleh tahu siapa namanya ya Pak?" tanya Rega.
"Oh kepala desa namanya Pak Arman. jalan aja terus Bang, nanti ada plang yang bertuliskan rumah pak kepala desa."
"Oh kalau begitu terima kasih ya Pak," kata Rega.
"Sama-sama, monggo," kata Pak tua itu sembari melanjutkan mengayuh sepedanya.
Mereka menatap kepergian Pak tua itu.
"Berarti kita berada di 25 tahun yang lalu," kata Indra.
"Iya, Yuk kita lihat apa sebenarnya yang terjadi pada desa ini, dan siapa yang menyebabkan keracunan masal ini," kata Mario.
Mereka pun berjalan menghampiri rumah Pak Arman. sepanjang perjalanan terlihat anak-anak bermain di depan rumah mereka, anak-anak itu tertawa riang, berlari ke sana kemari.
Tiba-tiba Tika melihat dua anak kembar yang pernah mereka lihat di lokasi proyek. Tika ingat dengan jelas kedua bocah laki-laki yang berambut keriting itu. Bocah itu pernah menangis menghampiri mereka.
"Indra, lu liat deh! Itu kan dua bocah yang pernah kita temui di lokasi proyek yang bola matanya nggak ada,"bisik Tika pada Indra.
"Iya, kalau lihat mereka seperti ini gue jadi miris. lihatlah mereka bermain dengan aman dan damai, tapi kenapa ada manusia yang tega membunuh mereka secara massal hanya untuk mendapatkan harta," bisik Indra.
Agus menghampiri kedua bocah itu.
"Adek, gak sekolah?" tanya Agus.
"Sekolah libur Kak."
"loh kenapa libur? Memangnya tanggal merah, ini kan tanggal 28 Agustus."
"Enggak Kak, sekolah kita nggak ada gurunya, Jadi kami nggak bisa sekolah, Siapa yang mau ngajar?"jawab salah satu anak kembar itu.
"Oh, kami berenam ini, mahasiswa jurusan keguruan. kedatangan kami kemari untuk mengajar di sekolah kalian," kata Agus.
"Ha? Yang bener Kak? berarti kita bisa sekolah besok?"
Agus pun menganggukkan kepala.
Kelima mahasiswa lainnya menyimak percakapan Agus dengan dua bocah kembar itu.
"Iya benar, coba saja tanya kakak-kakak yang di belakang saya," kata Agus.
"Yey! teman-teman besok kita bisa sekolah lagi!" seru anak itu sambil berlari menghampiri temannya.
"Yang benar Can?" tanya beberapa anak lainnya yang menghubungi Candra salah satu bocah kembar berambut keriting.
Tika langsung meneteskan air matanya, karena sedih melihat nasib bocah-bocah itu.
"Sudahlah sayang, jangan menangis semua sudah terjadi," kata Indra seraya menyerahkan tisu untuk Tika.
"Hiks, benar-benar enggak tega gue. nggak nyangka jika mereka meninggal dalam keadaan tragis. lihatlah wajah-wajah mereka yang ceria, sebenarnya siapa monster yang menyebabkan bencana ini?" tanya Tika sambil menangis terisak.
"Ya lu bener Tik, gue juga nggak tega. melihat keceriaan anak-anak di sini, melihat keramahan warga kampung di sini. hati gue sakit, setidaknya jika kita tidak bisa mengembalikan umur mereka, kita bisa memberikan keadilan untuk mereka," kata Rega.
"Iya Sayang, sudahlah jangan menangis, nanti mereka curiga," kata Indra sambil merangkul pundak Tika.
"Iya Tik, umur dan ajal itu rahasia Allah. mungkin saja mereka sudah sampai waktunya, yang terpenting kita berdoa saja demi ketenangan mereka semua," kata Bara menimpali.
Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju rumah Pak Arman.
Tiba-tiba Bara juga meneteskan air matanya, ketika melihat gerobak bakso dan mamang tukang bakso yang berjalan melewati mereka.
"Ndra, lu ingat nggak sama tukang bakso itu Ndra?"tanya Bara berbisik pada Indra.
"Iya dia, mamang bakso yang baksonya...." Indra tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah lupakan. Saat ini kita berhadapan dengan manusia," kata Bara.
"Berarti Pak Arman memang tidak bohong, sebelum kejadian itu memang tidak ada guru yang mau mengajar di kampung ini," cetus Rega.
"Iya, tapi Apa sebabnya ya, warga kampung terlihat ramah loh," sahut Tika.
"Entahlah, sepertinya kampung ini itu menyimpan banyak misteri," tukas Rega.
"Dan tugas kita adalah memecahkan misteri itu,!" kata Mario.
Mereka pun berjalan menghampiri rumah Pak Arman.
Sepanjang perjalanan, mereka selalu disapa warga yang lewat.
Warga desa itu benar-benar ramah, mereka disambut dengan senyuman dan sapaan ramah.
Baik orang dewasa wanita maupun anak-anak.
Dan akhirnya tibalah mereka di rumah Pak Arman.
Di rumah yang sama, Pak Arman berdiri di teras rumah menyambut mereka dengan senyuman ramah.
Seketika tubuh kelima mahasiswa itu bergetar, ketika pak Arman menghampiri mereka.
"Eh, sudah datang rupanya."
Pak Arman menyambut kedatangan mereka sambil menyalami mereka satu persatu.
jika Pak Arman menunggu kedatangan mereka, itu bearti memang ada yang mengundang mereka sebelumnya. Pasti penasaran kan dengan episode selanjutnya 🙈🙏
Makin banyak misteri yang akan terungkap ya gengs, sayangnya Author nggak punya waktu untuk setiap hari.
Anggap saja nonton film horor bersambung ya gengs 🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Syahrudin Denilo
siap lanjutkan Thor
makin seru nih
2024-01-02
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
sumpah penasaran dan merinding 😱😱🤭🤭
2023-12-07
0
Michelle Ardina
keren thor sampe bisa masuk ke desa itu rasanya
2023-10-27
1