“Jadi bener lo sekarang lagi hamil?”
Bella telah menceritakan semuanya kepada Hanna kejadian saat keduanya tengah berada di Jogja. Gadis itu terkejut pastinya, karena tidak terpikirkan sampai sejauh itu jika keduanya akan melakukan tindakan nekat seperti ini. Ia sangat tahu bagaimana Zafran dan Bella. Namun sebagai sahabat keduanya ia hanya memberikan dukungan untuk mereka. Ia juga tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka sendiri sudah menyadarinya.
“Lo gak mungkin terus-terusan nutupin ini semua dari keluarga lo, kan? Karena semakin lama perut lo juga akan semakin besar,” ujar Hanna.
“Iya gue juga tahu kok, Na. Gue lagi nyari waktu yang tepat buat bicara sama mereka. Untuk sekarang gue masih belum siap.”
“Mungkin ini akan sangat sulit buat mereka terima. Tapi gue yakin semuanya pasti akan ada jalan keluarnya.” Hanna mengusap bahu Bella untuk menenangkan gadis itu. Pandangannya beralih pada Zafran yang sedari tadi tak melepaskan pandangannya dari Bella.
“Zaf, gue minta sama lo jangan pernah sakitin sahabat gue. Dia udah banyak berkorban untuk lo. Lo harus jaga dia baik-baik, jangan sampai lo ngecewain dia.”
Zafran menoleh kepada Hanna. “Lo tenang aja. Tanpa lo minta pun gue pasti akan ngejaga dia, ngelindungi dia dan pastinya selalu ada buat dia. Apalagi sekarang tanggung jawab gue bukan hanya Bella, tapi anak yang lagi dikandungnya juga.”
Hanna tersenyum. “Gue percaya sama lo. Awas kalau sampai berani nyakitin sahabat gue, lo abis ditangan gue.”
“Ancaman lo gak ada serem-seremnya, Na,” celetuk Zafran.
Hanna memutar bola matanya malas. Bisa-bisanya disituasi seperti ini Zafran masih sempat-sempatnya bercanda. “Gue jodohin Bella sama kakak sepupu gue tahu rasa lo!” sungut Hanna.
“Enak aja lo. Gak ada ya, Bella cuman punya gue seorang.” Zafran memeluk pinggang ramping kekasihnya seraya mengusap perut datarnya. Bella hanya terkekeh di sana melihat perdebatan keduanya.
“Gue harap babynya jangan kayak bapaknya, mending mirip lo aja, Bel.”
“Lo pikir mukanya bisa diatur sama gue. Ada-ada aja lo,” sungut Bella.
Satu jam telah berlalu. Bella tersenyum hangat saat melihat Zafran membaringkan tubuhnya di sofa rumah Hanna dengan pahanya sebagai bantalan kepalanya. Sang pemilik rumah telah kembali ke kamarnya untuk melakukan tidur siang. Hanna membiarkan sepasang kekasih itu untuk menikmati waktu berduanya di sana.
“Sayang...”
“Hmm...”
“Simpan dulu handphonenya.”
Bella mematikan ponselnya dan menyimpannya di atas meja. Ia kembali mengusap rambut Zafran yang sudah mulai memanjang. Sedangkan pria itu kini malah membalikkan tubuhnya menghadap perutnya. Tangannya bergerak menaikkan sedikit kaos Bella ke atas. Ia mengecup perut Bella gemas hingga membuat gadis itu geli karena tingkahnya.
“Kamu gak menyesal kan sayang?”
Bella menggelengkan kepalanya. Ia mengecup hidung bangir milik kekasihnya. “Enggak, kita melakukannya karena sama-sama saling menginginkannya. Itu bukan suatu paksaan, jadi apa yang harus disesalkan?”
“Aku hanya takut kamu menyesal dan bertindak gegabah. Apalagi sampai mencelakai diri sendiri sama baby juga.”
“Gak akan mungkin, sayang. Aku juga masih sayang sama diri aku sendiri juga sama baby. Asalkan kamu harus selalu ada di samping aku.”
“Pasti sayang.” Zafran bangkit dari tidurannya lalu mengangkat kekasihnya untuk duduk di atas pangkuannya. Ia menyatukan bibirnya dan juga Bella. Keduanya sama-sama terhanyut dalam ciuman yang memabukkan. Bella melepaskan ciumannya setelah dirasa ia kehabisan nafas. Zafran terkekeh geli melihat ekspresi Bella yang masih terengah–engah akibat ciumannya.
“Mau lagi?”
“Gak mau, kamu bau.”
Bukannya marah atau kesal. Pria justru justru malah menertawakannya.
*
*
*
Satu minggu berlalu. Selama itu pula Bella masih menutupi rahasianya dari keluarganya. Hampir setiap hari ia selalu mengalami morning sickness. Namun untung saja ia sudah siap menyediakan obat pereda mual untuk dirinya. Ia juga masih melakukan rutinitas seperti biasa dan selalu dibuntuti oleh David. Namun hanya sebatas berangkat kuliah saja, karena setelah itu David akan menghilang sampai ia pulang. Sehingga ia bisa sering bertemu dengan Zafran. Seperti saat ini, Di kampusnya tengah mengadakan pertandingan sepak bola dan Zafran menjadi salah satu pemainnya. Dan pastinya Bella akan menontonnya dengan ditemani oleh Hanna, Jihan dan Mila.
Pertandingan dimulai. Sedari tadi Bella dan sahabatnya tak hentinya berteriak saat bola tersebut akan mencapai gawang. Bahkan tanpa sadar gadis itu sudah melompat-lompat di sana. Beruntung Hanna menyadarinya dan mengingatkan gadis itu.
Pertandingan babak pertama telah berakhir, Bella berinisiatif menghampiri kekasihnya untuk memberikan minuman dingin untuknya. Namun tanpa sadar seseorang melempar bola dan tepat mengenai perut Bella. Sontak gadis itu meringis seraya memegangi perutnya. Zafran yang menyadarinya dengan segera menghampiri kekasihnya.
“Sayang, kamu gak papa?” tanya Zafran dengan cemas.
“Zaf... perutku sakit...” rintih Bella.
Zafran menggeram menahan amarahnya. Ia menatap lawan mainnya yang sekarang menghampirinya berniat untuk memastikan keadaan Bella. Namun yang terjadi justru pria itu langsung mendapat bogeman mentah dari Zafran.
“Anjing lo! Bangsat!” sontak mereka berteriak saat tiba-tiba Zafran memukul pria itu. Dengan segera mereka menjauhkan keduanya agar tidak terjadi perkelahian yang lebih parah dari ini. Zafran memberontak ingin menghabisi pria itu saat ini juga, namun teriakan Hanna kembali menyadarkannya akan kondisi kekasihnya.
“ZAFRAN, BELLA PINGSAN!”
Dan di sinilah mereka sekarang. Zafran membawa Bella ke salah satu klinik terdekat yang ada di sekitaran kampus. Sedari tadi tak hentinya pria itu mondar mandir di depan pintu ruang pemeriksaan hingga membuat Hanna yang duduk di hadapannya sudah pusing melihatnya.
“Lama banget sih ketimbang periksa doang,” dumal Zafran.
Hanna menggerutu dalam hati. Dipikir periksa pasien itu gampang. Apalagi ini menyangkut ibu hamil. Sudah pasti pemeriksaannya harus lebih detail. Ia hanya bisa menghela nafas sambil menunggu dokter itu keluar dari ruangannya. Bukan saatnya ia berdebat dengan kekasih dari sahabatnya itu.
Pintu ruangan terbuka, dokter yang memeriksa Bella telah keluar dari ruang pemeriksaan. Dengan segera Zafran menghampiri dokter kandungan tersebut.
“Bapak suami Ibu Bella?”
“Betul, saya suaminya.”
“Alhamdulillah kandungannya baik-baik saja. Benturannya mungkin tidak terlalu keras sehingga masih bisa terselamatkan.”
Zafran menghela nafas lega, ia benar-benar panik saat tiba-tiba kekasihnya kesakitan pada bagian perutnya. Untung saja semuanya baik-baik saja. Saat ia akan melangkahkan kakinya memasuki ruang pemeriksaan, panggilan seseorang seketika membuatnya menghentikan langkahnya.
...****************...
Terima kasih buat yang sudah baca cerita ini💞
Jangan lupa like dan komennya yaa biar aku makin semangat nulisnya hehe..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments