Ruangan rawat yang sangat lengkap. Denyutan monitor jantung terus di pantau oleh seorang dokter bersama dua suster di belakangnya.
Wajah pria paruh baya dengan alis tebal dan jambang tipis itu tampak serius memeriksa anak laki-laki berusia 7 tahun yang terbaring lemah di atas ranjang pasien.
"Detak jantungnya masih belum stabil, dok! Tubuhnya juga semakin melemah," Jelas suster yang mengontrol sistem medis disini.
"Mommy!" Gumaman lolos dari sela bibir pucat mungil itu.
"Noahl!" Panggil dokter Corner mencoba berinteraksi.
"M..Mommy!"
"Hubungi tuan Ebner!" Pinta dokter Corner pada salah satu susternya yang segera keluar.
Namun, saat ingin mencapai pintu benda itu sudah terbuka memperlihatkan Moa yang masih memakai pakaian suster bersama Ebner masuk dengan wajah panik.
"Apa yang terjadi?" Tanya Moa berdiri di dekat ranjang rawat.
Moa menatap cemas wajah belia Noah yang terlihat semakin pucat. Bocah dengan rambut coklat dan kulit kuning langsat itu hanya bisa menggerakan bibirnya tanpa membuka mata.
"M..Mommy!"
"Noah! Noah, mommy disini!" Ucap Moa mengusap pipi pucat Noah dengan satu tangan mulusnya.
Perlahan kedua kelopak mata Noah terbuka. Tatapan sayu dan mengerijab beberapa kali sampai akhirnya visual Moa terdeteksi sempurna oleh kornea matanya.
"M..Mommy?"
"Yah, mommy disini," Jawab Moa duduk di kursi samping ranjang beralih menggenggam tangan mungil Noah.
Dokter Corner menghela nafas. Ia ikut senang melihat Noah yang tampak bahagia akan kedatangan Moa.
"Ikut aku keluar!"
"Baiklah," Jawab Ebner pergi keluar mengikuti dokter Corner bersama dua suster tadi yang ingin membicarakan sesuatu hal yang penting.
Moa hanya menoleh kilas lalu fokus pada Noah yang terus memandangnya seakan tak bosan.
"Apa m..mommy makan dengan benar?"
"Tentu, kau pikir mommy tak bisa mengurus diri sendiri, ha?" Ketus Moa tapi ada kasih sayang yang besar terpancar dari kedua mata indahnya.
Mendengar jawaban pedas Moa, senyum Noah seketika mengembang. Bocah laki-laki tampan dengan tai lalat di rahangnya itu tampak sangat bersikap dewasa.
"Mommy terlihat kurus."
"Yah, itu karena kau tak memasak lagi untuk mommy," Gumam Moa mengecup punggung tangan Noah.
Dulu, saat Noah belum kritis seperti ini dialah yang mengurus Moa. Walau umurnya masih 7 tahun lebih, Noah termasuk anak yang cerdas dan teratur. Dia selalu melarang Moa untuk minum atau menjalani gaya hidup yang tak sehat.
Bisa di katakan, gelar mommy hanyalah formalitas dan sejatinya, Noah tahu jika Moa tak bisa mengurus diri sendiri. Wanita yang arogan dan suka memerintah tapi tak bisa melakukan pekerjaan rumah.
"Kenapa jarang sekali datang ke sini?"
"Maafkan, mommy!" Gumam Moa ikut sesak kala Noah bertanya seperti itu.
Noah tak marah dan justru ada senyum hangat yang muncul di bibirnya kala kedua mata Moa berair dan memanas.
"Menangis?"
"Tidak, jangan asal bicara!" Bantah Moa buru-buru mengusap kedua matanya. Hal itu tampak lucu di netra coklat Noah.
"Akhir-akhir ini ada banyak pekerjaan. Mommy tak sempat datang ke sini tapi, jangan karena itu kau jadi drop. Paham?"
"Noah ingin pulang!"
Moa terdiam. Seketika dadanya sesak bukan main tapi sekuat tenaga Moa tahan agar tetap bisa memandang wajah pucat putranya.
"Pulang?"
"Yah, disini sunyi dan tak nyaman. Noah ingin ikut mommy!" Ucap Noah benar-benar tak mau lagi di rawat disini.
Setiap hari ia hanya akan melihat langit-langit ruangan dan suara alat medis yang terkadang membuatnya takut.
"Noah!"
"Noah tak sakit, mom! Noah sudah sehat!"
Moa diam tapi wajahnya menunduk. Air mata itu lolos dan selalu keluar kala Noah minta pulang padahal kondisinya tak memungkinkan.
"N..Noah! Mommy belum bisa membawamu pulang. Kau belum sehat dan.."
"Noah tak ingin operasi lagi!"
Sontak Moa langsung tercekat. Kabel medis yang terpasang di dada Noah membuat bocah itu semakin terlihat menyedihkan tapi, itu penunjang hidupnya.
"N..Noah!"
"Noah ingin selalu bersama mommy. Noa sudah sembuh," Ucap Noah dengan nafas mulai terasa berat.
"Jangan bicara lagi!"
"N..Noah i..ingin pulang!"
"Kita pulang saat kau sudah sembuh. Jangan banyak bicara, kau tak bisa memaksakan diri," Tegas Moa tapi suaranya mulai parau.
Noah mengambil nafas dalam-dalam karena merasakan sakit di bagian dadanya. Moa yang melihat putranya kesulitan bernafas sontak memanggil dokter Corner yang ada di luar.
"Noah!! Dokter!! Dokter!!"
Pintu itu terbuka. Dokter Corner dan Ebner segera mendekati ranjang dimana Noah terlihat semakin pucat.
"Ini efek penolakan transplantasi jantung. Tubuh Noah terlalu lemah dan tak bisa menerima tranplantasi kedua ini," Jelas dokter Corner seraya memasangkan alat bantu nafas pada Noah.
Moa tak bisa menahan rasa sakit dan kesedihan melihat Noah seperti ini. Moa bangkit lalu keluar dari ruangan di ikuti Ebner.
"Moa!" Lirih Ebner kala Moa membekap wajah dengan kedua tangan seraya bersandar ke dinding.
"A..apa yang harus-ku lakukan? Aku.."
"Noah akan baik-baik saja," Ucap Ebner mengusap bahu Moa yang bergetar.
"Dia sudah berulang kali melakukan operasi dan itu tak mudah untuk anak seusianya, Ebner! Aku...aku tak bisa melihatnya seperti itu terus, aku tak bisa!" Frustasi Moa mengusap wajahnya kasar karena air mata itu tak bisa ia tahan lama.
"Tenanglah, kita akan berusaha sampai Noah benar-benar sembuh. Kau tak sendirian."
Moa menatap lemah Ebner yang segera memberinya pelukan. Moa tak menolak karena hanya Ebner-lah yang selalu menopang Moa ketika ada di situasi ini.
"Noah akan baik-baik saja. Jangan cemas!"
"Apa yang dokter katakan padamu?" Tanya Moa melepas pelukan Ebner lalu mengusap wajahnya agar lebih tenang.
"Dokter Corner sudah mengumpulkan berbagai cara agar tubuh Noah tak menolak donor jantung lagi tapi, Noah hanya punya satu kesempatan untuk menerima transplantasi jika itu gagal maka.."
Ebner tak melanjutkan kalimatnya karena Moa pasti tahu maksudnya bagaimana.
"Itu pasti berhasil. Jangan cemas."
"Apa sudah ada pendonornya?" Tanya Moa tapi wajah Ebner seketika redup dan menggeleng lemah.
"Belum. Mereka masih mencari sesuai kualifikasi tubuh Noah. Kau tenang saja!"
Walau Ebner terus berusaha menenangkannya, Moa tak pernah bisa menahan kegelisahan soal Noah. Ketakutan akan kehilangan putra angkatnya itu membuat Moa tertekan sampai tak bisa bernafas lega.
.......
Di Apartemen..
Jam sudah menunjukan pukul 9 malam tapi pria berkursi roda itu masih berkeliaran di luar kamar. Terkadang ia mengambil vodka di dapur lalu ke ruang tengah yang sunyi dan kembali ke kamar.
Begitulah setiap saat sampai asisten Jio yang baru keluar dari ruang kerja Zhen seketika bingung.
"Tuan!" Sapa asisten Jio kala melihat Zhen duduk di kursi roda tepat di depan pintu masuk ruangan.
"Tuan! Apa ada masalah?"
"Itu..Zoe tak bisa tidur," Gumam Zhen memijat pelipisnya lalu menegguk satu kaleng vodka sudah yang ketiga kali di tangan Zhen.
"Nona kecil mungkin sudah terbiasa di tidurkan Moa, tuan!"
"Hm, sialnya wanita itu tak juga kembali," Umpat Zhen menghabiskan vodka itu dalam satu tegukan besar.
Asisten Jio terdiam sejenak. Ia sudah menyuruh bawahan mereka untuk mencari dan mengawasi Moa dan sampai sekarang belum ada kabar.
"Jangan khawatir, tuan! Anggota kita pasti.."
"Siapa yang mengkhawatirkan wanita itu?!" Sambar Zhen menatap tajam asisten Jio yang tersentak.
"M..maksud saya, jangan khawatir tentang nona kecil, Tuan! Bukan pada Moa."
"Lain kali, bicaralah sampai selesai," Tekan Zhen segera pergi dengan kursi rodanya.
Asisten Jio menautkan alis bingung. Jelas-jelas tapi Zhen-lah yang memotong kalimatnya secara kasar.
"Ada apa dengan Tuan?!"
....
Vote and like sayang
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Murniyati
anak angkat y.. moa msh gadis y'u
2024-11-10
0
Sandisalbiah
mulai terbiasa dgn keberadaan Moa ya Zhen...
2024-10-29
0
Zudiyah Zudiyah
Zhen mulai resah g ada Moa d sekitarnya, kngen ya Zhen? 🤔😄😄😄 Zhen & Zoe uda mlai trbys akn kbrdaan Moa, Noah smga sgra mndptkn donor jntung yg co"k ya & sgra pulih seht lg & bs brmain sm mommy jg sm d"k baby Zoe 😊😊😊
2023-10-18
2