Siang itu pertemuan keluarga di sebuah rumah mewah di kawasan real eastet. Terlihat dua keluarga sedang bercengkrama dan sangat bahagia.
Pertemuan antara keluarga Emilio Arsava dan Edison Ravandra yang merupakan orang tua dari Oricon Arsava dan Emily Ravandra.
Kedua keluarga itu merencanakan pernikahan anak-anak mereka karena memang Oricon dan Emily telah lama saling mengenal, hubungan kedua orang tua mereka yang cukup dekat ditambah lagi Oricon juga menjalin hubungan dengan Emily.
"Kebetulan sekali kau datang nak, ayo kemarilah duduk sini," Edison mengajak sang anak yang baru saja masuk ke rumah duduk didekatnya.
"Ada apa ini pa, mengapa seluruh keluarga berkumpul?" Oricon menatap kepada seluruh keluarganya begitu juga keluarga Emily yang hadir saat itu.
Oricon memang belum mengetahui tentang rencana pernikahan antara dirinya dan Emily, namun memang dirinya telah merencanakan akan segera menikah dengan kekasihnya itu.
"Begini nak, kedatangan kami ke sini untuk menentukan rencana pernikahan kalian. Rencananya bulan depan kami ingin kalian berdua bertunangan," jelas Mariana ibu dari Emily.
"Mengapa mendadak sekali tante? Bukankah aku dan Emily memang sudah merencanakannya? Hanya saja memang belum kami wujudkan dalam waktu dekat," sela Oricon merasa tak setuju.
Bukan tidak ingin menikah, hanya saja saat ini dirinya memang belum siap untuk menikah. Jika dia menikah secepat itu bukankah akan membuat langkah dan petualangannya harus terhenti?
"Ya, kalau memang bisa dipercepat mengapa harus diperlambat? Bukankah niat baik itu harus disegerakan?" Tukas Adriana.
"Yang dikatakan mamamu itu benar. Lagian kau itu kapan bisa menjadi lelaki bertanggung jawab kalau setiap hari kau harus pergi pagi pulang pagi?" Sindir sang ayah.
Oricon hanya membuang muka dengan wajah malas mendengar sindiran sang ayah yang membuat panas telinganya. Dia tahu betul dengan apa yang dimaksud sang ayah.
Orang tua Oricon ini sangat tahu persis bagaimana sepak terjang sang anak. Jelas saja mereka mengenal betul apa yang dilakukan Oricon diluar pekerjaannya karena mereka telah menyediakan mata-mata untuk mengawasi anaknya. Bahkan ketika Oricon dalam tak sadarkan diri karena perbuatan nakalnya, para orang sewaan sang ayah akan segera melaporkannya. Jadi takkan ada celah bagi Oricon untuk bersembunyi. Bahka ke lubang semut sekalipun.
Emily yang melihat perdebatan antara orang tua dan anak itu hanya memperhatikan Oricon dengan harapan lelaki itu takkan menolak rencana pertunangan itu.
"Bagaimana nak Oricon?" Desak Mariana, yang benar-benar sudah tak sabar untuk mengikat Oricon dengan putrinya.
"Hm, terserah kalian saja. Aku akan mengikut saja," Oricon menyandarkan tubuhnya menyerah tak mau banyak berdebat.
"Terimakasih sayang, aku senang mendengarnya," ujar Emily sambil tersenyum manis pada lelaki muda itu.
Banyak hal yang akan direncanakan kedua keluarga itu, mengapa mereka begitu tergesa-gesa untuk melanjutkan hubungan antara kedua anak mereka dalam ikatan pernikahan. Bukan untuk menjalin hubungan kekeluargaan saja, tapi dengan menyatukan kedua keluarga artinya mereka juga akan menjalin kerja sama dalam bisnis dan itu akan sangat menguntungkan pada kedua belah pihak.
***
Ditempat berbeda Hany dan Diego tengah berbincang-bincang.
"Bagaimana menurutmu Diego? Anak pungut itu benar-benar telah memberikan keuntungan untuk kita bukan?" suara Hany terdengar jelas pada Diego.
DEG!!!
"Anak pungut?, jadi aku hanya anak pungut?" Gumam Abigail yang baru saja keluar dari kamarnya. Dirinya tak sengaja mendengarkan percakapan kedua orang yang sedang berada diruang tamu itu.
"Oh tentu sayang, untung saja kau tidak membiarkan aku membuangnya ke tong sampah saat itu. Ternyata dia bisa menjadi aset berharga kita," suara mencemooh itu terlontar dengan jelas dari pria paruh baya itu.
Seketika tubuh Abigail bergetar mendengar ucapan demi ucapan yang dikatakan oleh wanita paruh baya dan lelaki paruh baya yang telah membesarkannya itu.
Abigail tak pernah menyangka dirinya adalah anak yang tak diinginkan oleh orang tuanya. Dia pikir, dia telah dibesarkan oleh orang tua kandungnya namun ternyata itu semua salah.
"Hei, pelankan suaramu bodoh! Jika anak itu mendengarkan perkataanmu akan menjadi masalah besar," Hany memukul pelan kepala Diego.
Mulut lelaki itu memang terlalu lemes. Sehingga setiap ucapannya tak pernah dipikirkan ataupun difilter dahulu sebelum berucap.
"Ups, maaf aku lupa anak pungut itu ada disini," Diego menutup mulutnya dengna kedua telapak tangannya.
Abigail yang tidak tahan mendengarkan ucapan yang menyesakkan dadanya itu berusaha kembali ke kamar. Namun, dirinya tak sengaja menyenggol vas bunga yang ada disudut meja tempat dia berdiri sehingga menimbulkan suara gaduh akibat pecahan vas bunga itu.
Gadis belia itu terkejut begitu juga dengan dua orang yang sedang membicarakan dirinya. Dengan wajah ketakutan Abigail melihat pecahan vas bunga itu, tak ingin ketahuan sedang menguping dirinya segera masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu kamar.
"Oh, ternyata gadis kecil itu mendengarkan pembicaraan kita," senyum seringai dari bibir Hany terlihat jelas.
"Apa aku harus memberikan pelajaran padanya?" Diego segera bersiap untuk menunggu perintah Hany untuk menyiksa gadis itu.
"Tidak perlu. Kau tidak perlu menguras tenagamu untuk itu, karena setelah dia mengetahui tentang statusnya bukankah akan membuatnya lebih tahu diri lagi?"
Hany meremas tangannya dengan kuat. Entah rencana apalagi yang akan dilakukannya pada gadis malang itu.
Sementara Diego yang memperhatikannya hanya tersenyum penuh arti.
Sebenarnya lelaki itu cukup tertarik pada gadis belia itu. Walaupun dia masih terlalu muda tapi Abigail mempunyai daya pikat sendiri hingga membuat lelaki yang pernah mengenalnya dan tak mau melepasnya begitu saja.
Apalagi seorang lelaki suruhan seperti Diego, membayangkan bisa bersama gadis itu saja sudah membuatnya tak bisa berhenti memikirkan keindahan tubuh gadis itu.
"Hei, bodoh apa yang kau pikirkan? Jangan harap kau bisa menyentuh pionku. Kau tahu gadis itu aset dan juga pionku jangan pernah berpikir untuk menyentuhnya dengan tangan kotormu," Hany memberikan peringatan pada lelaki itu.
Sial! Ternyata wanita itu mengetahui isi kepala Diego. Diego hanya terhenyak mendengar peringatan Hany. Dia paham sekali dengan ucapan wanita itu, mucakari seperti Hany tidaj pernah main-main dengan ucapannya, jika dia salah melangkah sedikit saja, anak-anak buah Hany pasti akan menghabisinya tanpa perlu bertanya.
Abigail yang sedari tadi didalam kamar hanya menagis tanpa suara meratapi nasibnya, yang ada didalam benaknya kini hanyalah bagaimana agar dia bisa keluar dari tempat terkutuk itu, kemudian mencari orang tua kandungnya. Jika benar yang baru saja didengarnya diluar kamar tadi, bahwa dirinya adalah anak pungut, ia harus menemukan orang tua kandungnya dan pasti dirinya bisa mengakhiri penderitaan panjang ini.
Gadis malang itu, sedang mencari cara bagaimana bisa keluar dari tempat itu dengan aman.
Tiba-tiba saja dia teringat akan seorang temannya. Ya, mengapa Abigail tidak menghubungi orang itu saja? Mungkin saja orang itu bisa membebaskannya dari belenggu ini.
Abigail segera mengambil ponselnya yang tergeletak diatas nakas. Gadis muda itu mencari kontak seseorang didalam ponselnya, dan dapat. Dirinya segera medial nomor itu. Masuk, tapi lama sekali dan telah beberapa kali dihubungi tidak dijawab. Mungkin sudah terlalu malam, orang itu mungkin sedang beristirahat.
"Hm dia tidak mengangkat telponku, aku harus menghubungi siapa lagi?" Keluh gadis itu dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments