Sepucuk surat yang diberikan oleh Oda sebelum aku berangkat, kubawa serta sepanjang perjalanan dan akan kuberikan pada Jendral Ichisan sesuai yang Oda katakan sebelumnya.
"BERIKAN SAJA SURAT INI PADA ICHISAN, SEHINGGA KAU TAK PERLU LAGI MENJELASKAN APAPUN PADANYA. ORANG ITU SANGAT TAJAM, INTUISINYA LEBIH LOGIS DARIPADA LOGIKA ITU SENDIRI. KALAU PUN AKHIRNYA IA MENANYAIMU MENGAPA KAU TETAP HARUS IKUT BERSAMAKU, CUKUP SEBUTKAN SAJA BAHWA AKU BUTUH BANTUANMU UNTUK MELAWAN AKAMATSU. APAKAH KAU PAHAM SANJU?" ingatanku melayang ke masa lalu saat Oda memberiku surat dan instruksi yang harus kulakukan saat bertemu Jendral Ichisan.
Jujur saja aku tak tau apa isi surat ini, aku pun juga tak berani membukanya meskipun aku dibuat cukup penasaran dengan apa yang ditulis Oda untuk Jendral Ichisan tersebut.
Lalu tibalah saat aku berdua saja dengan Jendral Ichisan di dalam ruangannya.
Kami berjalan melewati pintu yang terbuat dari sebongkah kayu besar dengan ukiran di bagian depan dan belakang pintu tersebut. Aku berjalan mengekor dibelakang Jendral Ichisan yang selangkah kemudian menutup pintu tersebut dan mempersilahkan aku untuk duduk di kursi di depan meja kerja beliau.
"BAIK SANJU, SILAHKAN DUDUK. ADA SESUATU YANG HARUS KAU BICARAKAN DENGANKU?" Ucap Jendral Ichisan yang belum apa - apa sudah seperti bisa membaca tujuanku. Beliau kemudian berjalan ke arah belakang meja dan kemudian duduk di kursinya.
Dalam situasi seperti ini aku harus menjaga pola pernafasanku. Kunci dari sebuah ketenangan adalah bagaimana kita mampu mengatur pernafasan seritmis mungkin. Dengan pernafasan yang teratur, denyut jantung pun akan taratur, sehingga metabolisme tubuh pun akan stabil, sehingga tubuh tidak akan menghasilkan hormon yang akan memicu kepanikan. Sebisa mungkin aku pun mebgatur pola nafasku.
"(TENANG SANJU.... TENANG! KAU HANYA HARUS MEMBERIKAN SURAT ODA KEPADA JENDRAL, DAN BELIAU AKAN MEMBIARKANMU SELAMAT HARI INI)" Kataku dalam hati. Kemudian aku pun duduk di kursi berhadapan dengan Jendral Ichisan.
Perlahan kemudian aku mengeluarkan surat yang diberikan Oda dan menaruhnya di atas meja kerja Jendral Ichisan. Matanya yang bulat sendu dan tampak sedikit lelah itu memperhatikan surat yang aku bawa. Aku harus memulai percakapan ini.
"BAIK JENDRAL, KEDATANGAN HAMBA KALI INI UNTUK MELAPORKAN TUGAS YANG JENDRAL BERIKAN KEPADA SAYA." Suaraku sedikit serak memulai percakapan di situasi yang menegangkan ini. Sedang Jendral Ichisan tampak begitu tenang seperti biasanya sambil tetap memperhatikanku.
Aku pun menyodorkan surat Oda kepada beliau. "ODA SI KEPALA PENJARA MEMBERIKAN INI PADA SAYA UNTUK DIBERIKAN KEPADA ANDA JENDRAL." Kataku.
Jendral Ichisan kemudian terdiam dan memperhatikan surat yang kusodorkan kepada beliau, yang kemudian tangannya meraih surat tersebut dan menimang - nimangnya. Ia terdiam sejenak dan kemudian berkata "HMM.... JADI ORANG ITU MEMBALASKU DENGAN CARA YANG SAMA SEPERTI SAAT AKU MENGIRIMKAN SURAT KEPADANNYA."
Perlahan beliau memandangi surat tersebut, di bolak - baliknya secarik kertas dalam amplop warna putih tersebut, lalu kemudian ia membukanya perlahan.
Diambilnya secarik kertas tersebut dari dalam amplopnya. Kertas putih itu tampak terlipat yang kemudian direntangkan dengan tangan kanannya. Mata dingin itu pun kemudian mulai menelaah setiap kata yang tertulis di dalamnya.
Ketenangan yang sedari tadi kubangun pun mulai runtuh sedikit demi sedikit tatkala melihat raut wajah Jendral Ichisan yang terasa makin dingin. Apa yang sebenarnya Oda tulis?
Ku rapatkan kedua tanganku di atas pahaku yang bersembunyi dibalik meja. Di kondisi yang seperti ini tak banyak yang bisa ku lakukan selain berharap semua baik - baik saja.
Tak terdengar suara keluar dari bibir Jendral Ichisan. Suasana ini hening, hanya kedua matanya yang tampak bergerak dari kiri ke kanan sesuai arah tulisan. Aku sendiri tak tahu apa yang tertulis dalam surat itu, tapi melihat dari situasi yang terjadi saat ini, kurasa ini tidak terlali baik.
Melihat raut wajah Jendral Ichisan, seketika terpikir apa yang harus ku jawab bila tiba - tiba beliau menanyakan tentang isi surat Oda. "(APA YANG HARUS KUJAWAB BILA JENDRAL ICHISAN MENANYAIKU TENTANG YANG ODA TULIS?)"
"(BAHKAN AKU TAK TAHU APA YANG ODA TULIS DI SURAT ITU. AKAN GAWAT BILA AKU SALAH MENJAWAB. OH DEWA... APA YANG HARUS KU LAKUKAN... )" Dalam batin aku kebingungan sendiri memikirkan langkahku selanjutnya.
Dan benar saja. Tak lama kemudian Jendral Ichisan berhenti membaca, tampaknya beliau sudah selesai membaca surat tersebut. Ditariknya sebuah nafas yang panjang dan dalam, matanya tampak menerawang kosong tak ada tujuan, beliau tampak sedang memikirkan sesuatu.
Kertas yang beliau pegang sebelumnya pun kembali dilipatnya dan dimasukkan kembali kedalam amplop, lalu kemudian beliau menutup amplop tersebut dan menaruhnya di atas meja.
Beliau masih diam dalam keheningan. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Keheningan ini nyaris membunuhku. Tekanan udara dalam ruangan ini rasanya sangat berat sekali kali ini, rasa tegang ini benar - benar menyesakkan dada.
"HMMMM.... KALIAN INGIN MENGKHIANATI KERAJAAN ASTER?" Suara serak nan berat itu memecah keheningan. Bak kilat di siang bolong, kalimat pendek yang Jendral Ichisan seketika menggema di kepalaku.
Apa yang terjadi? Apa yang sebenarnya Oda tukis dalam surat tersebut? Kenapa Jendral Ichisan curiga aku akan berkhianat?
Apa yang harus aku lakukan...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments