Sorot Tajam Mata Panda

Istana Kerajaan Aster memang selalu semegah ini. Dari pintu gerbang terdapat 2 orang penjaga yang bertugas bergiliran menjaga. Kebetulan kali ini rekan di resimenku, Akira, yang berjaga.

"HAI TEMAN, APA KABARMU? LANGIT HARI INI CUKUP CERAH UNTUK MENGHABISKAN WAKTU SEHARIAN LIBURAN BUKAN. TAPI IZINKAN AKU MASUK KEDALAM. ADA TUGAS YANG PERLU KU LAPORKAN KEPADA JENDRAL ICHISAN." ku sapa Akira yang tampak gagah dengan zirah perak dan tombak panjang yang digenggamnya erat. Sembari menyapa Akira, aku juga menyapa rekan Akira yang berjaga bersamanya disampingnya.

Melihatku Akira kemudian tersenyum mengangkat tangannya dan memberi isyarat untuk melakukan salam dengan saling beradu tangan. Aku kemudian juga ikut mengangkat tanganku, dan melakukan salam dengan Akira.

"TAMPAKNYA ADA HAL PENTING YANG KAU DAPATKAN." kata Akira sambil mulai mendorong gerbang membukakannya untukku.

"AH, TIDAK! AKU HANYA INGIN MELAPORKAN TUGAS YANG JENDRAL ICHISAN BERIKAN KEPADAKU. INI HARI YANG SANGAT CERAH BUKAN UNTUK NAIK PANGKAT HAHAHAHA.." selorohku sambil terbahak dihadapan Akira.

Mendengar guyonanku Akira hanya menggeleng - gelengkan kepalanya. Rekan Akira di sebelahnya pun juga ikut tertawa mendengar kami berdua. "DASAR GILA PANGKAT. PERGILAH TEMUI JENDRAL, DAN SEMOGA PANGKATMU NAIK MENJADI KAISAR KERAJAAN ASTER SETELAH INI." ujar Akira membalas leluconku, dan tawa kami bertiga kemudian berhambur.

Pintu gerbang terbuka dan aku pun masuk kedalam Istana Kerajaan Aster. "BAIKLAH AKIRA, AKU PERGI DULU KALAU BEGITU. DAN TERIMAKASIH JUGA UNTUKMU TEMAN, SEMOGA HARI KALIAN INDAH." ucapku kepada Akira dan rekan disebelahnya sembari terus berjalan menuju Istana.

Kemudian aku pun melangkah menuju ruangan Jendral Ichisan. Hari sudah menjelang hampir siang, dan bila tak ada kegiatan pasti Jendral Ichisan sedang berada di dalam ruangannya sekarang.

Sampai akhirnya langkah membawaku ke depan pintu ruang sang Jendral. Aku berdiri di deoan pintu, menarik nafas, mengumpulkan segala keyakinan dalam hatiku untuk masuk. Melihat pintunya yang masih tertutup, perlahan ku ketuk pintu tersebut mencoba memastikan apakah Jendral ada di dalam atau tidak.

TOK TOK TOK.....

3 kali ku ketuk pintu itu, namun tak ada reaksi.

Aku tunggu sejenak apakah akan ada reaksi dari dalam ruangan. Namun tetap tak ada jawaban yang keluar. Apakah Jendral sedang tidak ada diruangan? Untuk memastikannya ku putuskan untuk mengetuk pintu sekali lagi.

TOK TOK TOK TOK..

Kali ini kulebihkan sekali ketukannya dari yang sebelumnya, berharap dengan begitu akan membuat Jendral meresponku.

Namun bukan jawaban yang kudapat, tapi pintu tersebut terbuka dan tampak seseorang keluar dari baliknya.

Sosok yang muncul itu tak lain adalah Jendral Ichisan sendiri. Tubuhnya yang tinggi kurus dengan rambut yang mulai tampak beberapa helai memutih berdiri tegap keluar dari balik pintu. Lingkar mata yang menghitam tampak sangat jelas diwajahnya yang putih bersih. Barangkali beliau terlalu sering terjaga samapai - sampai mata panda beliau sangan jelas terlihat.

Sorot matannya yang tajam seperti biasa seolah langsung menganalisa setiap hal atau otang yabg ditemuinya. Kurasa siapapun yang menatapnya akan terdiam kaku tak mampu berkutik di hadapannya.

Namun tekad yang sudah ku kumpulkan sebelumnya sudah ku tata dengan rapi. Aku tak boleh gentar kali ini di depan Jendral Ichisan. Aku harus tampak meyakinkan tanpa keraguan sedikitpun kali ini. Dan kemudian Jendral pun memulai percakapan kami.

"OH! SANJU! KAU SUDAH KEMBALI" katanya singkat. Setelah sekilas menilai diriku, raut wajahnya sedikit lebih santai dari sebelumnya.

"MAAFKAN AKU TAK LANGSUNG MEMBUKAKAN PINTU UNTUKMU. AKU BARU SAJA MERAPIKAN BERKAS - BERKAS DI RAK YANG SEMAKIN HATI SEMAKIN BANYAK."

Mendengarnya meminta maaf kepadaku rasanya tidak sopan sekali. Seorang Prajurit biasa sepertiku tak layak dimintai maaf oleh orang sehebat beliau. Aku pun langsung menjawab ucapan Jedral Ichisan.

"OH TIDAK JENDRAL, ANDA TAK PERLU MEMINTA MAAF SEPERTI ITU JENDRAL. MAAFKAN HAMBA YANG TERLALU TIDAK SABARAN MENGETUK PINTU RUANGAN ANDA BEBERAPA KALI, MOHON MAAFKAN HAMBA JENDRAL!" kataku sambil membungkukkan badan dihadapan Jendral Ichisan memohon maaf.

Melihatku membungkukkan badan Jendral langsung meresponku dengan menepuk pundakku.

"SANJU, KAU TIDAK PERLU SUNGKAN BEGITU." kata beliau sambil menepuk pundakku.

"SUDAH - SUDAH, MARI KITA MASUK SAJA KEDALAM, KURASA KAU PUNYA SESUATU YABG PENTING YANG INGIN KAU SAMPAIKAN, AYO SILAHKAN MASUK, SANJU." Jendral Ichisan mempersilahkanku masuk ke ruangannya.

Mendengarnya berucap seperti itu, aku pun langsung berdiri tegap dan melangkahkan kakiku masuk ke ruangannya, Jendral pun mengekor di belakangku sembari menutup kembali pintunya menyisakan kami berdua saja dalam ruangan.

Ruangan seketika serasa menjadi luas sekali. Aura Jendral Ichisan memang benar - bebar kuat. Beliau perlahan berjalan ke belakang meja kerjanya, menarik kursi dan kemudian perlahan duduk. Jarak kami berdua barangkali hanya 3 meter saja, namun karena tekanan dan maksud tujuanku kemari, rasanya jarak kami terasa begutu jauh.

(AKU HARUS TENANG! AKU HARUS TENANG! AKU HARUS TENANG!)

Aku menarik nafas dalam kembali, mencoba menenangkan diriku sendiri. Kuatur nafasku perlahan agar aku tak makin gugup dihadapan beliau. Ini sangat menentukan, sebab kesalahan sekecil apapun, akan sangat menentukan langkah kami selanjutnya. Jadi, aku tak boleh mengacaukan situasi ini.

Akhirnya tiba saatnya menguji mental yang sudah kusiapkan sejak pagi sebelum sampai di tempat ini. Kali ini, hanya kami berdua, aku dan Jendral Ichisan. Apakah aku bisa dengan lancar menjelaskan maksudku kemari, atau justru Jendral Ichisan yang akhirnya berhasil mengintimidasi diriku untuk berkata yang sebenarnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!