Lampu Petromax

Hanya diterangi dengan penerangan lampu petromax pada zaman dahulu, Roro Prameswari berada di rumah warga di Dusun Suka Makmur. Waktu itu pada malam hari Roro melihat sosok berwujud manusia setengah hewan. Saat Roro melihat sosok tersebut, ada yang menyapanya dari belakang.

Roro langsung menoleh ke arah sumber suara dan ternyata adalah ibu yang mempunyai Rumah di mana Roro mampir dan berteduh. Ibu tersebut memanggil dengan suara tegas dan terlihat sangat sinis.

"Maaf, saya tadi telah lancang melihat sosok aneh dibalik jendela sana karena saya sangat penasaran," tutur Roro kepada ibu tersebut dengan gugup dan tanpa melihat wajahnya.

Dengan menunduk dan takut melihat ibu tersebut, Roro menjelaskan apa adanya. Dia kini pasrah dengan keadaannya saat ini.

"Baik, saya maafkan. Tetapi, jika sekali lagi kamu melihat keluar rumah maka, kamu akan berubah wujud menjadi sosok setengah hewan yang tidak jauh dari mereka," jawab ibu tersebut dengan tatapan yang memelotot dan sampai bola matanya keluar dan terlihat sangat mengerikan sehingga Roro berdiri sambil menggigit jarinya karena ketakutan dan sampai mengeluarkan keringat dingin.

Roro tidak tahu harus berbuat apa dengan penampakan yang dilihatnya. Mau lari pun, di luar sana banyak Dedemit. Akhirnya, dengan terpaksa Roro Prameswari menuruti perkataan dari Ibu tersebut. Dia berjalan ke arah bangku dan dia ingin beristirahat sejenak karena terasa sangat lelah. Roro Prameswari kini tersadar akan kesalahannya selama ini. Dan akhirnya dia berencana akan bertobat dari dunia hitam. Dalam hatinya, dia berdoa dan menyebut nama Tuhan.

'Tuhan, ampuni hamba. Saya telah banyak dosa dan belum menginginkan m*ti. Berilah satu kesempatan untuk bertobat kepada-Mu ya Tuhan.'

Di tengah remang-remang cahaya lampu petromax, Roro berdoa dalam hatinya agar dilindungi dari makhluk jahat. Dia ingin sekali memperbaiki kesalahan fatalnya. Beberapa saat setelah melantunkan doa-doa, tiba-tiba ibu-ibu itu muncul dan berjalan ke arahnya sambil membawa mukena dan sajadah. Lalu dia berkata,

"Cepat berwudhu di sebelah sana. Kamu lusrus saja, kemudian belok kanan di situ ada kamar mandi. Lalu tunaikan sholat jika kamu ingin selamat."

Ternyata doa-doa Roro Prameswari didengar oleh Tuhan. Dia tidak menyangka, ibu-ibu itu tahu maksud hatinya. Dengan segera Roro berjalan menuju tempat berwudhu di tempat sesuai yang dijelaskan ibu tersebut.

Dia berjalan di sebuah kamar mandi yang gelap dan tidak ada penerangannya. Membuat Roro Prameswari merinding. Dia takut jika akan terjadi sesuatu.

Dia mulai mengambil gayung untuk memercikkan air ke bagian tertentu untuk berwudhu. Di situ tidak ada air kran. Air tersebut mengalir secara alami di mata air yang tersalur lewat bambu tradisional yang ditampung dalam wadah kotak yang terbuat dari batu-batu. Seperti di suasana hutan dekat sungai tempat Widuri yang sering mencuci pakaiannya dan kelurga suaminya.

Saat dia mulai mengambil air tiba-tiba ada tangan yang berlumuran d*rah sedang ingin memegang tangan mungil Roro Prameswari.

"Aaaa! Tolong! Ada Dedemit. Saya takut!"

Dengan reflek Roro Prameswari berteriak sangat kencang sehingga membuat Dedemit itu malah tertawa.

"Hihihi. Hihihi. Hihihi!"

Dedemit yang hanya tampak tangannya saja tersebut tertawa cekikikan mendengar Roro Prameswari yang berteriak ketakutan. Semakin lama, Dedemit itu semakin kuat memegang tangan Roro Prameswari sehingga membuat tangan Roro lecet karena goresan kuku tajam dari Dedemit tersebut.

Beberapa menit, tangan Roro dipegang oleh Dedemit tersebut dengan cakaran yang membuat Roro merasa kesakitan.

"Tolong! Jangan ganggu saya! Saya berjanji akan bertobat. Tolong, saya masih ingin bertemu dengan keluarga saya. Hik hik hik."

Dedemit itu semakin lama semakin memegang erat tangan Roro sampai tangannya terluka padahal Roro ingin segera bertaubat. Lalu, dengan segera dia teringat kepada Tuhan dan mulai membaca ayat kursi yang dulu waktu kecil Roro sebenarnya sering mengaji. Dengan sungguh-sungguh dia mulai melantunkan ayat kursi.

Sontak, dengan cepat ada sekelabat bayangan putih yang berteriak histeris dan tiba-tiba Roro sudah di hutan pohon jati yang waktu itu tampak sinar mentari. Akhirnya Roro kini kembali di hutan yang saat itu dia pertama kali tersesat. Dia masih memakai pakaian adat yang diberikan oleh ibu-ibu aneh yang tinggal di kampung Dedemit.

Namun, kerongkongannya terasa kering dan haus sekali dia mulai berjalan ke arah lurus dan ternyata ada suara gemericik air dan dia akan mencari sumber air tersebut. Akhirnya Roro sampai di sungai yang airnya jernih sekali. Dan ternyata sungai itu adalah tempat yang sering digunakan oleh Widuri untuk mencuci. Dia mulai mencuci muka dan meneguk air sungai tersebut karena kehausan. Namun, saat meraba wajahnya dia terkejut. Lalu dia mulai bercermin di sungai yang jernih tersebut.

"Tidak! Wajah saya buruk sekali? Ke mana wajah cantik saya yang dahulu. Hik hik hik."

Roro menangis histeris kala melihat wajahnya yang menjadi buruk rupa. Wajahnya dipenuhi dengan belang putih dan noda jerawat. Hanya tampak indah di bagian rambutnya saja yang bergelombang.

Roro lunglai dan lemas. Dengan wajah yang buruk seperti ini, pasti Galuh dan keluarga suaminya tidak akan mengenali dirinya. Saat itu, terdengar derap langkah beberapa orang berjalan ke arahnya.

Roro menengok ke belakang dan ternyata ada dua orang pemuda yakni Darma dan yang satunya pemuda berperawakan gendut dan tinggi juga seumuran dengan Darma Kumbara. Dia semakin dekat dan sontak, teman Darma yang berperut buncit berkata,

"Darma! Lihat! A-ada hantu! Wajahnya buruk sekali. Saya takut."

Pemuda buncit itu memegang lengan Darma dan seperti ketakutan. Lantas Darma menatap tajam ke arah Roro dan berkata,

"Tenang Kang Basir! Dia bukan hantu! Dia wanita biasa yang sedang berada di sungai. Ayo, kita lanjutkan mengisi tempayan ini!"

Darma Kumbara sama sekali tidak mengenali Roro. Padahal, Roro berharap dia akan mengenali dan mengantarkan ke rumah Galuh.

Roro masih membersihkan diri di sungai dan meneguk air. Kedua pemuda tersebut sedang mengisi tempayan tanpa melihat ke wajah Roro.

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Suara sinden terdengar menggema disertai dengan suara gamelan. Lalu Basir ketakutan dan Lari tunggang langgang.

"Darma! Ayo lari. Dia hantu!"

Basir berlari dengan sangat ketakutan. Lain halnya dengan Darma Kumbara dia tetap tenang sambil mengisi tempayan sampai penuh dan memperhatikan Roro Prameswari yang sedari tadi sibuk membersihkan diri.

Tidak lama, sekelabat bayangan putih datang kembali. Di depan Roro, tepatnya di atas sungai, seorang nenek berambut putih, panjangnya sampai mata kaki dan memiliki tanduk ular di kepala. Dia adalah Mbah Rendro.

Sontak, Darma segera bersembunyi di balik pohon mangga dan sedikit merinding namun, dia akan mengintai apa yang sedang terjadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!