Malam Selasa Wage

Mentari di pagi itu terlihat sangat cerah. Namun, lain halnya dengan penduduk warga dusun yang ditempati bu Marsinah, terlihat mereka sedang panik dan terlihat wajah tidak cerah dari para warga, karena mereka sedang berduyun-duyun menuju rumah warga yang berteriak meminta tolong.

Saat sampai di sumber suara tersebut, para warga terkejut bukan kepalang karena mereka melihat seorang wanita yang sedang hamil terkapar dalam kondisi yang sudah tidak bernyawa. Mulut dan hidungnya bersimbah d*rah. Matanya terbuka dan melotot. Suami dan sanak kerabatnya meratapi kepergian wanita hamil tersebut.

"Tolong istri saya! Apa salah istri saya hingga seperti ini! Padahal istri saya sebentar lagi melahirkan. Hik hik."

Seorang pria dewasa menangisi istri mudanya yang kini telah meninggal dunia dalam keadaan hamil tua. Dia tidak menyangka, istrinya akan meninggalkan dunia ini dalam waktu cepat.

Marsinah, pak Tohir dan warga lainnya melihat pria itu sedang menangis dan memeluk istrinya yang sudah meregang nyawa. Para warga tersebut melihat pria itu dengan tatapan iba dan tidak tega melihat kejadian yang menyedihkan tersebut. Beberapa hari secara berturut-turut, terjadi tragedi meninggalnya seorang wanita yang hampir mirip dengan yang dialami wanita hamil itu. Meninggal secara mendadak serta mulut wanita yang meninggal tersebut banyak mengeluarkan d*rah.

"Pak Tohir, meninggalnya Lastri pada hari ini kok mirip dengan meninggalnya Tika ya? Jangan-jangan kampung kita ada yang memelihara dedemit dan suka meminta tumbal. Kita tidak boleh membiarkan kejadian ini terjadi berulang-ulang dan memakan banyak korban lagi."

Pak Tohir curiga jika dusun yang meraka tempati sudah tidak aman dan ada orang yang bersekongkol dengan setan dan mengakibatkan beberaap warga dijadikan tumbal.

"Mungkin seperti itu Pak, Rosyid. Saya juga sependapat dengan bapak."

Suaminya yang bernama Gigih menginginkan istrinya dikebumikan secepatnya dan akan dikuburkan di kebun belakang rumahnya karena takut jika dikuburkan di pemakaman dekat hutan akan ada orang yang hilang kembali. Tidak lama, pak Mahmud datang untuk memimpin prosesi pemakaman Sulastri istri dari Gigih. Mereka adalah tetangga bu Marsinah yang juga dekat dengan dusunnya.

Jenazah Sulastri mulai di mandikan secepatnya.

Beberapa jam kemudian jenazah Sulastri berhasil dikebumikan. Para pelayat kini berhamburan ke rumah masing-masing karena urusan penguburan jenazah telah usai.

Kini Marsinah mulai pulang kembali ke rumahnya. Widuri tidak bisa pergi bertakziah karena merawat suaminya yang kini sedang sakit.

"Ibu sudah pulang?" tanya Roro kepada Marsinah yang berjalan masuk ke dalam rumah.

"Sudah. Bagaimana keadaan Galuh Roro?" tanya Marsinah seketika menanyakan kondisi anaknya yang tadi sudah ditemukan oleh warga.

"Itu, Mas Galuh sudah sadar. Sekarang lagi makan," jawab Roro kalem yang kini dia tengah menyisir rambutnya karena sehabis mandi. Aroma bunya mawar tercium di hidung Marsinah.

"Roro, kamu pakai parfum apa sih? Kok baunya seperti bunga mawar?" tanya Marsinah dengan penasaran.

Marsinah yakin itu adalah bau bunga mawar yang biasanya digunakan untuk menaburkan jenazah saat akan dikebumikan.

"Parfum bunga mawar, Bu. Habisnya enak baunya, Roro sangat suka. Kenapa Bu. Ibu suka?" tanya Roro dengan senyum mengembang dan tanpa ada raut wajah panik.

"Masa sih ada parfum bau bunga mawar. Coba Ibu lihat seperti apa parfumnya?" Sontak, Marsinah terkejut dengan parfum milik Roro yang berbau bunga mawar. Dan Marsianh ingin melihat parfum yang katanya bunga mawar tersebut. Lalu Roro segera ke kamar untuk mengambil parfum yang dimaksud. Sepuluh menit kemudian, Roro sampai di depan mertuanya. Dan menyodorkan parfum bunga mawar kepada Marsinah.

"Iya juga ya. Kok ada sih parfum berbau bunga mawar? Kamu beli di mana Roro?"

Roro sudah berusaha memberikan parfum itu kepada Bu Marsinah namun, Marsinah masih kepo dengan parfum berbau aneh tersebut.

'Dasar Nenek kepo, awas ya kalau macam-macam, akan saya habisi. Hahaha. Hari ini 'kan malam Selasa Wage. Saatnya mengadu kepada Mbah Rendro,' batin Roro dengan penuh benci kepada Marsinah yang kepo dengan parfum yang dia miliki.

"Sudahlah. Ibu mau menengok Galuh dulu di ruang tengah. Kamu malah melamun."

Lantas, Marsinah bertemu dengan Galuh yang sedang makan bubur ayam buatan Widuri.

"Galuh, kamu sudah sadar, Nak?" tanya Marsinah saat sampai di tempat Galuh yang tengah ditemani oleh Widuri.

"Ibu. Ibu baru datang ya? Galuh kangen sama Ibu dan tidak mau berpisah."

Tiba-tiba Galuh memeluk ibunya yang baru saja selesai bertakziah di rumah tetangganya.

"Iya. Ibu juga, Nak. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kamu Nak?"

Tiba-tiba Marsinah penasaran dengan Galuh yang sempat menghilang. Dia ingin mengetahui siapa orang yang menyebabkan Galuh tertinggal dari para orang yang bertakziah.

"Saya dijahatin dedemit, Bu. Untung saja Galuh tidak m*ti. Dedemit itu ada dendam dengan salah satu keluarga kita. Tetapi Galuh tidak tahu siapa orang nya Bu," jawab Galuh jujur kepada ibunya. Dia menceritakan kejadian buruk yang kemarin sempat dia alami.

"Ya Tuhan. Pantesan kamu tidak pulang pada malam itu. Trus siapa ya orang yang dimaksud dedemit itu? Almarhum bapak pun dulu tidak pernah neko-neko dengan siapa pun."

Marsinah menerka-nerka siapa orang yang dibenci dedemit di dalam keluarganya. Saat itu Roro menduengarkan percakapan antara suaminya dengan Marsinah. Lantas hatinya mulsi berdebar-debar.

*** ***

Malam pun tiba. Hari itu adalah malam Selasa Wage di mana Roro Prameswari akan melakukan ritual persembahan kepada Mbah Rendro. Namun, dia bingung akan melakukan ritual itu dimana karena dia takut keluarganya akan memergokinya.

'Aha, di belakang rumah ini 'kan ada bilik kosong yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah tidak terpakai. Saya akan mempersiapkan sekarang juga,' batin Roro dengan lega. Akhirnya dia segera mengambil bunga mawar yang dia simpan di balik lemari dan dua baskom yang berisi d*rah ayam cemani yang dia beli dari Sulastri.

Sulastri sebelumnya tidak mau mencarikan ayam cemani untuk Roro namun, dia membutuhkan biaya hendak persalinan tiba jadi, dengan terpaksa dia harus mencari ayam cemani di hutan terlarang milik kekuasaan alam gaib yang tidak boleh diambil. Letaknya dekat dengan lereng gunung terbesar di daerahnya.

Tepat jam dua belas malam, Roro sudah mempersiapkan semua persembahan untuk menyambut Mbah Rendro. Dia harus segera menyalakan dupa agar Mbah Rendro cepat datang dan tidak lupa menyalakan beberapa lilin sebagai penerangan. Roro mulai duduk bersila dan memejamkan mata serta membaca mantra yang sudah diajarkannya oleh seorang dukun kondang di tempat tinggalnya.

"Jampi-jampi susuk ayu marai sugih. Jampi-jampi kangge Nyi Narendro sesepuh dedemit alam ghaib. Monggo sami rawuh ing rumah kulo kanti sumringah."

Begitulah mantra yang diucapkan oleh Roro Prameswari untuk menyambut Mbah penguasa alam ghaib yakni Nyi Narendro dalam bahasa jawa. Beberapa menit kemudian, angin bertiup sangat kencang dan tiba-tiba lilin yang sengaja dinyalakan oleh Roro Prameswari mulai padam.

Dia terkejut dan kebingungan karena tidak biasanya seperti itu. Setelah angin kencang biasanya terdengar bunyi gamelan tembang jawa dan Mbah Narendro segera datang. Namun, bunyi gamelan tersebut tidak terdengar dan sampai menit ini, Mbah Rendro belum menampakkan wujudnya. Dia mulai membaca mantra kembali agar Mbah Narendro segera datang. Namun, suara derap langkah seseorang terngiang di telinga Roro Prameswari. Hingga Roro merasa cemas dan khawatir.

Sreg! Sreg! Sreg!

Arah suara tersebut terdengar dari kebun belakang. Roro mulai menengok ke kanan dan ke kiri dan tidak dijumpai siapa pun didekatnya. Lantas, dia mulai berkonsentrasi kembali untuk membaca mantra kembali.

Dor! Dor!

Terdengar bunyi petir yang menggelegar saat Roro selesai membaca mantra. Sontak, Roro merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi. Padahal, dia sudah mempersiapkan d*rah ayam cemani sebanyak dua baskom agar Mbah Rendro semakin senang. Kilat menyambar-nyambar seketika. Mendung pekat pun tiba. Roro masih tidak beranjak dari tenpat peraduannya. Dia bersikeras untuk melaksanakan ritual sesembahan.

"Hihihi! Hihihi!"

Tiba-tiba terdengar suara cekikikan yang mengerikan dengan suara yang memekakkan telinga dan membuat Roro Prameswari membukamatanya dan berdiri dari tempat peraduannya. Roro berbalik arah dan terkejut seketika. Bulu kuduknya mulai berdiri karena dia melihat sosok wanita yang berambut kribo dengan taring gigi yang menyeramkan dan berwarna merah kehitam-hitaman. Dia sedang membawa pisau tajam dan menuju ke arah Roro Prameswari. Kini Roro lari tunggang langgang dan menyelamatkan diri.

"Tolong! Tolong!"

Sambil berlari ke arah kebun, Roro berteriak meminta tolong. Roro akan berlari menuju ke dalam rumah namun, Kunti Kribo tersebut malah menghalangi Roro untuk masuk ke dalam rumah. Roro membaca mantra agar diselamatkan oleh Mbah Rendro namun, sosok tersebut juga tidak muncul.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!