Rumah Terlarang

Masih pagi. Roro yang berada di rumah pak camat akan melakukan aksinya sebagai penari ronggeng. Dia akan berduet dengan Dewi untuk membawakan tarian indah kepada para tamu undangan untuk memeriahkan acara syukuran karena pak Darto berhasil menjadi camat yang kedua kalinya. Sebelum acara dimulai, Roro merasa bimbang, dia dihadapkan pada dua pilihan yang sulit.

'Aha, saya turuti saja kemauan pak camat. Tapi, saya harus mempunyai alasan yang tepat jika saya pulang malam. Ibu dan Mas Galuh jangan sampai tahu rencanaku. Ah, sudahlah, bisa dipikirkan nanti setelah acara selesai,' gumam Roro dalam hatinya.

"Roro, ayo kita ke panggung segera. Karena kita sudah dipanggil oleh Pemandu Acara."

Tiba-tiba Dewi memanggil Roro untuk segera naik ke panggung karena sebentar lagi acara akan segera dimulai. Roro mengangguk lantas, kedua wanita cantik semampai tersebut mulai menaiki panggung.

gamelan Jawa dan tembang Jawa menghiasi tarian kedua putri ronggeng tersebut. Hingga terlihat tarian yang indah dan para kaum Adam banyak yang melirik Dewi dan Roro sampai mata mereka tidak berkedip. Terutama pak camat. Dia sangat terpesona dengan kemolekan Roro Prameswari.

Beberapa jam kemudian, acara telah selesai. Kini Roro dan Dewi beranjak turun dari panggung.

"Roro, nanti saya pulang duluan ya? Kamu ada bonus tambahan tuh dari Pak Camat. Kamu jangan pulang dulu."

Ternyata Dewi sudah mengetahui rencana pak camat kepada Roro Prameswari. Jadi, hal ini memudahkannya untuk mencari alasan kepada suaminya.

"Tapi, nanti alasan apa yang tepat jika suami saya menanyakan keberadaan saya, Dewi. Saya takut Mas Galuh akan marah jika saya bermain dengan pak camat."

Roro takut jika suaminya mengetahui jika dia akan bersama dengan pak camat.

"Tenang saja, Roro. Nanti saya bilang bahwa job kamu banyak dan sampai lembur. Saya beralasan bahwa saya sudah pulang karena saya ada keperluan keluarga."

Dewi mempunyai alasan jitu untuk mengelabui keluarganya. Jadi, dia bisa melaksanakan aksinya.

"Oh. Begitu. Kamu memang teman yang bisa diandalkan, teman. Terima kasih ya?"

Roro tersenyum bisa hilang dari pikirannya yang tadi pusing dan buntu. Setelah mendapat saran dari Dewi, kini Roro tidak khawatir lagi.

"Sama-sama, teman. Tapi aku dikasih bonus ya? Hehe. Tidak dikasih juga tidak apa-apa. Tadi pak camat sudah memberi saya uang yang juga lumayan."

Dewi bercanda dengan Roro sampai-sampai dia tidak sabar bahwa di belakangnya ada pak camat sudah berada di belakangnya.

"Ehem. Hayo lagi ngomongin saya ya? Dewi, jika uangnya kurang, saya bisa kasih lagi. Ini?"

Pak Darto memberikan uang lembaran merah berjumlah lima lembar. Sontak, Dewi terkejut dan berkata,

"Sudah cukup kok Pak. Tapi jika Pak Camat mau kasih lagi juga tidak apa-apa," jawab Dewi dengan malu-malu.

Siapa sih yang tidak mau diberi uang lagi? Apalagi Dewi adalah wanita yang bertipe konsumtif dan bergaya hidup mewah. Jadi, uang berapa besar pun, akan selalu kurang.

"Bilang saja mau. Ini saya beri lagi. Tapi ingat, kamu harus jaga rahasia."

Pak Darto alias pak camat mengingatkan agar Dewi menjaga rahasia tentang Roro yang akan bersama dengannya.

*** *** ***

Satu jam kemudian, Dewi sudah pulang ke rumahnya dengan diantar oleh ojek yang mangkal di pertigaan dekat dengan rumah pak camat. Para tetangga yang rewang di rumah pak camat sudah berhamburan pulang. Panggung beserta peralatan lain sudah diberesi oleh pemuda dusun tersebut.

Kini tinggal Roro dan pak camat yang berada di ruang tamu. Waktu itu sore hari di mana dusun tersebut mulai sepi.

"Roro, ayo saya tunjukan rumah baru untuk kamu di dusun sana. Kamu jangan takut. Walau pun jauh dari rumah penduduk, namun rumahnya aman dan tidak ada maling di sana."

Pak camat mengarahkan Roro untuk segera menuju mobilnya dan akan diajak ke rumah baru yang beberapa hari lalu dibeli oleh pak Darto. Roro mengangguk dan mengekor sampai akhirnya mereka berada di mobil dan melakukan perjalanan menuju suatu tempat.

Dua puluh menit kemudian, pak Darto mulai mematikan mesin dan mobilnya berhenti di suatu pekarangan luas yang banyak tumbuh pohon mangga dan tanaman berupa bunga-bunga beraneka warna yang membuat Roro kegirangan dan seperti di alam mimpi.

"Pak Darto. Benarkah ini rumahnya?" tanya Roro yang takjub dengan keindahan rumah dan pekarangan rumah tersebut.

"Benar, Roro. Rumah ini spesial buat kamu. Apakah kamu suka?"

Mata Darto menatap manik Roro dengan senyuman tajam dan dengan senyum yang sulit diartikan.

"Suka banget, Pak. Ta-tapi apakah nanti saya harus bermalam di sini?" tanya Roro memastikan.

"Terserah kamu. Yang jelas beberapa jam ini kamu harus bersenang-senang dengan saya. Mau 'kan?" jawab pak Darto dengan mata yang masih menatap tajam ke arah Roro Prameswari.

Roro hanya bisa mengangguk. Dia tidak bisa mengelak dengan pria kaya seperti pak Darto.

'Yang jelas, sebelum Maghrib, saya harus selesai memuaskan Pak Darto. Saya nanti akan menelepon Andi agar membantu saya. Pokoknya harus hari ini,' batin Roro dalam hatinya.

Lima menit kemudian, Roro sudah masuk di dalam kamar yang luas dan terdapat lukisan wanita cantik tanpa busana. Wanita tersebut sedang berpose layaknya model papan atas. Roro terkejut menyaksikan hal tersebut.

"Roro, cepat lepas busana kamu ya? Sudah siap belum?"

Pak Darto memberi kode kepada Roro untuk persiapan bertempur panas dengannya. Dengan seketika, tanpa malu, Roro mulai melepas busanya yang melekat di tubuhnya. Sontak, terlihat raga indah milik Roro yang dipertontonkan oleh pak Darto tanpa ada rasa sedikit malu pun. Bagi Roro, uang adalah lebih segalanya dari pada harga dirinya. Asalkan kaya dan aman, Roro akan menuruti kemauan pria tersebut.

Tanpa menunggu lama, pak Darto mulai membaringkan Roro di ranjang dan mulai menikmati tubuh Putri Ronggeng tersebut dengan penuh kenikmatan. Mereka, melakukan tragedi terlarang di sebuah rumah besar didekat bukit yang mengarah ke hutan angker tempat para dedemit bersemayam.

Satu jam kemudian, mereka tepar dan lemas. Pak Darto mulai tertidur dan mendengkur dengan keras. Tetapi, Roro perlahan-lahan bangun dan mulai memakai busana yang tercecer di ranjang. Tiba-tiba, angin bertiup sangat kencang dan terdengar bunyi tembangan Jawa.

"Kembang olo kembange Roro. Kembang Roro bakale m*ti. Kembang Roro ojo nglakoni angkoro murko. Ati-ati lan waspada karo murkaning Gusti."

Begitulah bunyi tembangan yang terngiang di telinga Roro Prameswari. Bunga jelek adalah seperti Roro. Bunga seperti Roro jangan sampai melakukan perbuatan angkara murka. Berhati-hatilah dan tetap waspada kepada murka Tuhan.

Degh!

Sontak, Roro kaget mendengar tembangan yang menyindir nama dirinya. Di saat itu juga, tidak sengaja Roro melihat lukisan wanita yang terpampang di dinding tersebut bergerak-gerak dan matanya terlihat sedang menangis d*rah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!