Rasa Penaaran

Widuri seperti dikendalikan oleh makhluk yang tak kasat mata dan tempat yang dia pijaki sekarang seperti di alam lain. Seketika dia teringat dengan nasihat orang tuanya dahulu. Jika dia sedang dalam masalah atau diganggu oleh makhluk halus perbanyaklah membaca doa-doa dan ayat suci. Lantas, Widuri melantunkan ayat kursi dan doa-doa lainnya. Tidak lama, suara-suara mengerikan seperti nenek yang berteriak itu telah hilang. Dan tubuhya kini menjadi ringan lembali.

Widuri mulai menepuk pipi kanan dan kirinya apa yang sedang dia lihat benar atau hanya sedang bermimpi. setelah sadar, ternyata memang ini adalah kejadian nyata. Wanita yang sedang mandi itu ternyata adalah madunya sendiri yang bernama Roro Prameswari. Dia menatap Widuri dengan tatapan tajam dan mengerikan. Seolah-olah Roro mempunyai dendam terhadap Widuri.

Saat itu, setelah mengetahui itu adalah benar-benar Roro, kini Widuri malah tidak takut sedikit pun kepada wanita tersebut hanya sebatas kaget karena Roro bilang sendiri bahwa dia tidak suka mandi di sungai karena takut diintip. Tetapi kenyataannya malah dia mandi di sungai. Lalu yang jadi pertanyaan, jika dia ingin mandi di sungai kenapa dia tidak pergi bareng bersama dengan Widuri.

Lalu Widuri berjalalan mendekati Roro yang sedang mandi. Namun, tiba-tiba ada yang memanggilnya dari arah belakang,

"Widuri, kamu sedang apa? Kok seperti mencari sesuatu?"

Seorang pria berwajah tampan, berahang kokoh dan jangkung, tiba-tiba menyapa Widuri. Terlihat dia sedang membawa penampungan air yang biasa dipakai orang di dusun itu untuk mengangsu di mata air yang tidak jauh dari sungai tersebut.

"Kang Darma? Bikin Widuri kaget saja. Itu, Widuri melihat anu ...."

Widuri tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena saat dia menoleh ke arah Roro yang tadi sedang mandi kini sudah tidak terlihat lagi hingga membuat Widuri berdebar-debar tidak karuan.

"Lihat apa sih, di pagi yang cerah ini. Kamu sakit ya, Wid? Cepetan pulang gih, apa saya antar?"

Darma seorang pria lajang berumur 25 tahun anak dari juragan sembako berpapasan dengan Widuri yang sedang mencari sesuatu dan terlihat wajah gugup seperti sedang melihat hantu.

Darma sebenarnya diam-diam menaruh hati dengan Widuri karena kalah cepat dengan Galuh. Widuri merupakan wanita sederhana yang tinggal satu dusun dengan Darma dan Galuh. Rumah peninggalan almarhum orang tua Widuri pun masih ada dan sekarang tiada berpenghuni. Namun, jika sempat Widuri akan pulang ke rumah orang tuanya untuk bersih-bersih rumah. Darma adalah sosok yang pendiam dan takut untuk mengungkapkan perasaan kepada wanita.

"Saya tadi melihat seorang wanita sedang mandi di sungai itu. Tetapi pas Kang Darma datang. Tiba-tiba sudah hilang. Saya bisa pulang sendiri, Kang. Permisi."

Dengan perasaan yang masih aneh, Widuri menceritakan kejadian aneh yang baru saja dialami. Mungkin dengan memberi tahu pria tersebut rasa takutnya akan berkurang.

"Oh. Mungkin kamu sedang sakit. Mana ada pagi-pagi ada hantu. Saya lihat dari tadi hanya kamu yang berada di sini. Kamu saya antar saja, kebetulan, tempayan ini sudah mau penuh mengisinya," jawab Darma yang belum bisa percaya jika pagi-pagi ada wanita yang mandi selain Widuri.

"Terserah Kang Darma saja, percaya atau tidak. Yasudah, ayo kita pulang. Tapi saya jalannya di depan, Kang Darma di belakang agar tidak digunjing orang," jawab Widuri yang hendak bersiap-siap untuk pulang.

Widuri tidak mau berlama-lama di sungai takut dimarahin mertuanya yang kini berubah menjadi galak saat Roro Prameswari menjadi madunya. Sebenarnya Widuri sangat tidak setuju dengan pernikahan kedua suaminya. Rasanya dia ingin bercerai saja dengan suaminya. Namun, melihat kondisi dirinya yang terpuruk, sementara dia akan mempertahankan rumah tangganya walaupun sejuta luka yang dia dapatkan.

Widuri bersedia pulang bersama pria yang bernama Darma karena dia dikenal pria baik dan tidak neko-neko serta untuk mengurangi rasa takutnya atas kejadian aneh yang baru saja Widuri alami. Lima belas menit kemudian, Widuri sudah sampai di rumah keluarga suaminya. Widuri tidak langsung masuk ke dalam rumah namun, dia akan langsung menjemur pakaian di samping rumahnya.

Terlihat Darma sedang memasuki rumahnya yang besar karena rumah Darma tidak jauh dari rumah keluarga suaminya. Hanya berjarak dua rumah dari rumah tetangga.

Saat itu, Darma menatap agak lama ke arah Widuri yang sedang menjemur pakaian. Sontak, Widuri merasa berdesir hatinya.

'Darma kenapa sih? Menatap diri ini seperti ini? Sudahlah, itu tidak penting. Saya 'kan hanya istri lusuh, mana mungkin dia naksir sama diri ini,' gumam Widuri dalam hatinya.

Setelah selesai menjemur, waktu itu tepat pukul 9.00 pagi, Widuri akan masuk ke dalam rumah untuk memastikan apakah Roro berada di dalam rumah. Widuri memasuki ruang tengah dan terlihat Marsinah sedang memotong-motong sayur buncis pertanda mertuanya sedang masak. Sementara suami dan Roro tidak didapatinya. Sudah terbiasa suaminya berada di ladang sedang mengurus cengkeh karena waktu panen tiba.

"Sedang apa kamu berdiri di situ, Wid? Jangan melamun, kesambet setan tahu rasa! Makan sana nanti dikira saya tidak kasih makan kamu! Tuh ibu-ibu tetsngga bilang, jika Ibu menyudutkan kamu! Kamu ngadu ya sama ibu-ibu kampung?"

Saat akan menanyakan tentang keberadaan Roro, mertuanya sudah menyemprot Widuri dengan kata-kata pedas. Niatnya untuk menanyakan tentang keberadaan Roro dia urungkan dahulu sampai kondisi tenang kembali.

"Maaf, Bu. Saya tidak pernah mengadu kepada tetangga dan Widuri tidak tahu-menahu tentang itu. Baik, saya akan makan dahulu," jawab Widuri dengan tegas. Lalu Marsinah hanya terdiam dan melanjutkan memotong sayuran yang belum kelar.

Lalu Widuri segera ke ruang makan sederhana milik keluarga suaminya. Dia duduk di kursi yang terbuat dari rotan dengan ukiran yang berbentuk unik sehingga terlihat enak dipandang.

Widuri segera membuka tudung saji. Sontak, Widuri merasa kaget karena menu masakan pada pagi itu sangat lengkap. Biasanya dia hanya makan sambal terasi dan kerupuk sisa sarapan dari keluarga suaminya. Mungkin karena tetangga menggunjing, ibu mertua memberikan menu yang lengkap kepada Widuri.

Widuri segera mengambil piring dan sendok serta mengambil satu centong nasi beserta lauknya dan dia mulai makan dengan lahap. Saat tengah asik sarapan, Widuri mendengar suara tawa wanita dan suaminya yang mungkin dari arah depan. Lima menit kemudian, terlihat Roro sedang bergelanyut manja di pundak suaminya sambil berjalan ke arahnya.

Roro terlihat masih mengenakan pakaian layaknya penari dengan dandanan yang sangat molek dan mengenakan selendang.

"Ngapain Mbak, lihat-lihat seperti itu! Mbak iri ya, jika saya jalan mesra bersama Mas galuh?"

Roro mulai menyapa Widuri dengan sapaan yang menyakitkan. Widuri masih terdiam. Sebenarnya hatinya terasa sakit melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain, walaupun mereka sudah terikat pernikahan halal, namun itu sangat menyakitkan.

Roro masih berdiri dan menatap sekilas ke arah Widuri pun juga dengan suaminya yang berada di samping Roro yang sedang menghitung uang.

"Sudahlah sayang, biarkan saja. Toh dia tidak akan bisa menyaingi kesempurnaan kamu. Kamu istri Mas yang nomor satu di hati Mas!"

Sambil mengecup pipi halus milik Roro, Galuh menjawab pertanyaan dari Roro untuk mengabaikan Widuri. Widuri yang melihat pemandangan tersebut, hatinya serasa dibakar oleh api yang sangat panas. Namun, dia berusaha untuk meredamnya. Belum saatnya dia melawan. Tiba-tiba, berjalan Marsinah ke arah di mana Roro berdiri dan berkata,

"Bagaimana kompetisi menari di kecamatan. Apakah kamu menang, Nduk?"

Marsinah bertanya tentang apa yang dikerjakan Roro. Lantas, Roro menoleh ke arah Marsinah dan berkata,

"Alhamdulillah, Bu. Saya menang juara satu dan mendapat uang liam juta rupiah. Itu uangnya dibawa oleh Mas Galuh," jawab Roro dengan senyum kemenangan.

"Hebat kamu, Nduk. Kamu memang menantu idaman Ibu," jawab Marsinah mengacungkan dua jempol ke arah Roro dan tersenyum sinis kepada Widuri.

Namun, Widuri tidak menghiraukan tatapan mertua yang menyindirnya dia malah memikirkan kejadian saat di sungai tadi.

'Roro di kecamatan? Bukannya tadi mandi di sungai? Ah, sudahlah. Mungkin yang di sungai itu hantu jadi-jadian yang menyamar menjadi Roro. Tapi Hantu menyeramkan itu kok berubah menjadi Roro? Ada hubungan apa Roro dengan hantu yang saya temui?' batin Widuri dengan hati yang merasa bergidik ngeri membayangkan sosok hantu yang tadi pagi sempat dia temui.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!