Luka di Wajah

Hati yang semakin ketakutan. Celana yang sudah basah serta dirinya masih berdiri kaku di samping makam Tika mengakibatkan Galuh hanya bisa pasrah dengan hal apa yang dilakukan oleh dedemit mengerikan itu. Dia seperti mimpi buruk dan berada di dunia film horor dan kini, memang dia sedang berada dalam alam nyata.

Wanita berwujud kunti kribo tersebut, semakin mendekat ke arah Galuh. Dengan sekejab, hantu itu mulai mencakar wajah Galuh yang rupawan hingga Galuh jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri.

*** *** ***

Pagi pun tiba. Suara burung yang bertengger di dahan pohon kini mulai berkicau. Marsinah dan kedua menantunya bersedih, ketika anak laki-laki yang dia banggakan belum pulang sampai saat ini setelah terakhir dia mengantar jenazah Tika.

Pada malam itu, malam pertama meninggalnya Tika Para warga sudah bergotong royong mencari Galuh sampai di pemakaman namun, para warga juga gagal menemukan Galuh Wiguna. Para warga berpendapat bahwa Galuh hilang dibawa oleh dedemit penunggu pemakaman kramat yang berada di dekat hutan tersebut.

Sudah beberapa kali warga di desanya menemui hal serupa seperti yang dialami oleh Galuh Wiguna. Beberapa orang hilang setelah mengantarkan jenazah dari orang yang sedang meninggal. Atas hilangnya Galuh, penduduk tidak bisa tinggal diam. Para warga akan menanyakan hal penting ini kepada sesepuh desa ini yang ahli menangani hilangnya orang karena hal ghaib.

"Duh, Gusti. Anak saya pergi ke mana. Kembalikan anak saya Gusti."

Marsinah duduk di bangku rotan ruang tengah sambil menangis dan meratapi hilangnya Galuh Wiguna yang entah ke mana.

"Sabar, Bu. Semoga saja mas Galuh segera ditemukan. Mungkin dia sekarang masih tertidur di suatu tempat."

Widuri menenangkan mertuanya yang sedang sedih. Dia juga merasa sedih atas hilangnya suaminya Galuh. Sementara Roro entah ke mana karena dari pagi tadi dia tidak terlihat batang hidungnya. Widuri menjadi penasaran kepada sikap Roro yang aneh.

"Terima kasih, Widuri. Kamu sudah menenangkan hati ibu yang sedih tidak karuan ini. Ibu takut Galuh tidak bisa kembali pulang ke rumah ini lagi."

Marsinah meletakkan kepalanya di pundak Widuri karena mertuanya tersebut butuh sandaran untuk mencurahkan rasa sedihnya.

"Sama-sama, Bu. Kita berdoa saja mas Galuh segera pulang ke rumah. Jika dia tidak mempunyai salah kepada siapa pun pasti mas Galuh akan pulang karena Tuhan akan melindungi orang yang tidak salah," jawab Widuri agar Marsinah tidak ngedrop kala anaknya hilang entah ke mana.

"Roro ke mana Wid? Sedari tadi dia tidak terlihat batang hidungnya?" tanya Marsinah kepada Widuri mengenai Roro yang kini juga tidak ada di rumah saat itu.

"Widuri tidak tahu, Bu. Dari subuh, saya tidak melihat Roro keluar dari kamarnya tetapi sepertinya pintunya terkunci rapat," jawab Widuri yang masih duduk di samping mertuanya. Dia tidak tahu-menahu tentang keberadaan Roro saat ini. Terakhir malam itu dia langsung masuk ke dalam kamarnya.

"Kok dia pergi gak bilang dulu sama Ibu? Roro akhir-akhir ini semakin aneh saja."

Marsinah merasa ada yang aneh dengan Roro Prameswari. Saat dia pergi pasti pintunya terkunci dan tidak berpamitan dulu dengan yang ada di rumah.

Hari itu, sebenarnya jadwal Widuri untuk mencuci pakaian di sungai namun, Marsinah melarangnya karena dia takut Widuri akan diculik oleh orang jahat seperti memghilangnya Galuh Wiguna. Marsinah tidak mau lagi keluarganya tiba-tiba menghilang. Marsinah kini mulai tersadar, saat didekat Widuri, hatinya kini menjadi tenang.

Tidak berapa lama, ada yang mengetuk pintu sangat keras, Marsinah yang akan membukakan pintu tersebut. Sontak, Marsinah terkejut melihat dua orang bapak-bapak tetangganya yakni pak Tohir dan pak Rosyid membawa seseorang yang pingsan dalam keadaan wajah yang terluka karena sebuah cakaran.

"Pak Tohir. Dia Galuh anakku? Ya. Tuhan apa yang terjadi dengan anakku? Widuri, cepat ke sini Nduk. Suami kamu sudah pulang."

Marsinah berteriak sedih bercampur senang. Sedih karena Galuh belum sadar dan terdapat luka cakaran di wajahnya. Senang karena akhirnya anaknya bisa pulang juga. Namun, Marsinah masih merasa was-was dengan kondisi anaknya yang belum sadar. Dengan reflek, bu Marsinah juga memanggil Widuri yang berada di ruang tengah.

"Saat kami sedang mencari kayu bakar di hutan, kami melihat Galuh terkapar di atas tumpukan dedaunan kering dan pada area wajah terdapat luka cakaran dari seseorang yang berkuku tajam. Setelah kami cek, alhamdulillah Galuh masih hidup karena denyut j*ntung nya masih berdetak.

Degh!

Sontak, Marsinah terkejut mendengar penuturan dari pak Tohir yang sudah membopong dan menyelamatkan anaknya sampai di rumah. Dia penasaran siapa yang telah tega mencakar anaknya hingga terluka seperti itu.

"Syukurlah, Pak Tohir. Ayo silakan masuk. Galuh dibaringkan di ranjang situ saja ya Bapak-Bapak? Kami berterima kasih kepada Bapak-Bapak ini karena sudah berkenan untuk menyelamatkan Galuh. Bapak tidak istirahat dulu? Atau kami akan buatkan kopi? Galuh sekarang biar dirawat oleh Widuri."

Galuh yang masih pingsan dibaringksn di ruang tengah yang juga terdapat ranjsng untuk tidur.

Kini Widuri dengan patuh mulai mengambil air hangat untuk membersihkan luka di wajah suaminya. Dan menggantikan pakaian suaminya dengan pakaian baru karena terlihat pakaiannya sudah kotor dan berbau tidak enak alias apek.

Marsinah bernafas lega akhirnya Galuh kini sudah pulang walau terdapat luka pada wajahnya. Marsinah berbasa-basi untuk menyilakan kedua bapak tersebut untuk beristirahat dan minum kopi terlebih dahulu karena mereka pasti lelah setelah mencari kayu bakar.

"Baik, Bu. Kebetulan memang kami haus," jawab pak Rosyid yang kini mulai berbicara setelah beberapa waktu tadi mulai terdiam.

"Siap. Saya akan membuat kopi dan mengambil camilan ke belakang dulu. Tunggu sebentar ya Bapak-bapak."

Marsinah berlari tergopoh-gopoh untuk menuju dapur dan segera memanaskan air untuk membuat kopi. Tujuh menit kemudian, kopi dan camilan telah disajikan di meja ruang tamu di depan para bapak-bapak tersebut.

"Terima kasih, Bu. Kopinya nikmat sekali." Pak Tohir mulai menyeruput kopi panas yang masih mengepul spesial buatan bu Marsinah.

"Pak, kenapa wajah Galuh bisa seperti itu ya? Siapa yang tega mencakar wajah anak saya? Jika itu binatang, pasti anak saya sudah diterkamnya. Ya. Tuhan. Pokoknya jangan sampai."

Marsinah bertanya kepada para tamu tersebut mengenai sebab anaknya terkena luka cakaran di area wajahnya.

"Kami juga kurang faham. Bu. Apa mungkin dicakar oleh dedemit penghuni hutan tersebut. Biasanya yang menjadi sasaran dedemit itu orang yang dia anggap jahat dan dia dendam dengan orang tersebut. Hutan itu terkenal angker. Bu," timpal pak Rosyid menduga bahwa yang mencakar wajah galuh adalah dedemit yang dendam kepada Galuh.

"Waduh, kok ngeri banget ya Pak? Anak saya tidak pernah jahat sama seseorang lho Pak," jawab Marsinah sambil bergidik ngeri.

"Itu hanya perkiraan, Bu. Belum pasti nyata. Yasudah kita doakan saja semoga Galuh cepat sadar dan sehat kembali," sahut pak Tohir yang menyulut sebatang rokok tradisional yang dia racik sendiri di rumahnya. Rokok itu selalu dia bawa di kantong bajunya dengan sebatang korek api saat mencari kayu bakar.

Saat para tamu dan bu Marsinah asik membicarkan tentang dedemit, tiba-tiba muncul Roro dengan pakaian ronggeng terlihat sangat molek masuk ke rumah bu Marsinah.

Saat sampai Roro berkata,

"Maaf, Bu. Roro tadi ada acara lomba di desa sebelah jadi, sesudah subuh Roro sudah tidak ada karena saya sedang manggung. Ini Bu saya mendapat rejeki."

Sontak Roro membawa genggaman uang merah yang begitu banyak dan disodorkan kepada mertuanya. Setelah meninggalnya Tika, Roro terlihat semakin cantik dan uang yang dia bawa semakin banyak.

"Kok banyak banget Roro? Dua puluh juta? Banyak sekali? Ini beneran dari uang manggung Roro?"

Marsinah penasaran yang tiba-tiba Roro membawa uang begitu banyak.

"Iya. Bu. Soalnya tadi Tuan Rumah sangat suka dengan tarian saya," jawab Roro sambil mengerlingkan nakal ke arah pak Tohir dan pak Rosyid.

Beberapa menit kemudian di luar terdengar suara orang yang sedang ribut.

"Tolong! Tolonng!"

Teriakan tersebut terdengar sampai di rumah bu Marsinah. Semua yang berada di ruang tamu bu Marsinah keluar.

Pak Tohir, pak Rosyid serta bu Marsinah langsung berlari cepat mengejar para warga yang berduyun-duyun ke arah warga yang sedang meminta tolong.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!