Di bawah Pohon Mangga

Pagi itu, pukul 09.00 pagi, Widuri melihat kamar Roro yang tiba-tiba terbuka. Roro berjalan mendekati kamar milimlk Roro yang terbuka tersebut. Sontak, dia kaget, karena kamar Roro banyak mengalir d*rah di lantainya dan berbau am*s sehingga membuat Widuri ketakutan dan bergidik ngeri. Lalu dia segera berbalik dan akan segera keluar dari rumah itu untuk mengantar bekal ke ladang.

Saat itu dia bertabrakan dengan seseorang sehingga membuat Widuri berteriak.

"Ampun! Tolong, saya tidak berbuat apa-apa!"

Tanpa sadar, Widuri ketakutan padahal yang datang menabrak dirinya adalah Marsinah yakni mertuanya sendiri yang pulang dan membawa beberapa makanan yang didapatkan dari rewang hajatan dari tetangganya.

"Widuri! Kamu kenapa sih? Kamu seperti melihat hantu saja! Ini mertua kamu! Mana Roro? Kok sepi banget," ujar Marsinah sambil menatap tajam ke arah Widuri yang sedang ketakutan seperti sedang melihat hantu. Walau sebenarnya memang dia sedang melihat hal-hal yang aneh.

"Ibu, itu. Tadi pintu kamar Roro terbuka sendiri dan di kamar Roro banyak d*rah sehingga Widuri ketakutan. Tadi Roro bilang dia akan ke pasar membeli barang penting," jawab Widuri dengan jujur kepada mertuanya 'Marsinah'.

"Mana mungkin di kamar Roro ada d*rah. Itu tidak mungkin. Wong pintunya terkunci kok. Apa jangan-jangan kamu sudah tidak waras?" jawab Marsinah dengan nada sinis yang tidak percaya dengan ucapan Widuri.

"Beneran, Bu. Tadi terbuka sendiri tetapi saat Ibu datang, pintu kamar itu tertutup dan terkunci kembali. Jika Ibu tidak percaya tidak apa-apa. Memang Widuri hanya wanita miskin yang tidak pantas untuk dipercaya. Sudahlah, Bu. Saya mau ke ladang mengirim bekal makanan."

Widuri sedikit emosi karena dirinya dikira tidak waras oleh mertuanya. Widuri tidak akan bisa berbuat apa-apa jika ibu mertuanya juga akan diteror oleh kejadian aneh yang kini menimpanya. Marsinah kini terdiam sambil melihat-lihat pintu milik Roro sambil sedikit merinding.

Marsinah juga merasa hal aneh saat Roro menjadi istri kedua Galuh, namun dia tidak mau ambil pusing karena Roro sudah memberinya uang dalam jumlah banyak.

Bergegas ibu mertuanya ke ruang makan untuk meletakkan icip-icip yang diberikan oleh Tuan Rumah yang sedang mengadakan hajatan. Rantam berisi nasi beserta lauk pauk sudah di tangannnya serta peralatan untuk makan. Minuman, termos dan gelas sudah dibawa Galuh saat akan pergi dari ladang tadi karena dia tidak mau Widuri kesulitan untuk membawa bekal tersebut.

Perlahan-lahan Widuri berjalan menyusuri jalanan yang menuju ke arah ladang. Terlihat panggung dan dekorasi indah untuk meramaikan acara hajatan tetangganya yang bernama Tika dan Andi. Para tamu kondangan sudah banyak yang berdatangan. Widuri tidak kondangan karena sudah diwakili oleh mertuanya Marsinah.

Saat di tengah jalan, Widuri berpapasan dengan ibu-ibu gendut berdaster sedang menenteng keranjang berisi belanjaan yang lumayan banyak.

"Wid, kamu mau ke ladang ya?" tanya ibu-ibu itu dengan kepo sambil menenteng keranjang belanjaan.

"Iya, Bu Jono. Ibu dari pasar ya?" tanya Widuri balik kepada ibu yang dipanggil bu Jono tersebut.

"Jauh, Lho ladangnya. Sesekali mbok ya Roro diajak jangan dimanja terus. Denger-denger, Roro itu duitnya banyak ya? Baju kamu aja lusuh, mbok dibeliin gitu satu daster buat madunya. Sama teman madunya saja pelit minta ampun. Kamu juga sih Wid, kok mau gitu kamu dimadu sama pelakor model Roro. Amit-amit. Jika aku jadi kamu, aku sudah minggat, secara kamu sebenarnya cantik lho."

Bu Jono sangat membenci yang namanya pelakor. Apalagi, Roro yang bersifat manja dan tidak mau diatur. Bu Jono adalah tetangga bu Marsinah yang rumahnya tidak jauh dari rumah bu Marsinah.

"Maaf, B. Saya buru-buru. Curhatnya lain waktu ya? Soalnya takut telat nanti Widuri dimarahin suami saya," jawab Widuri yang tidak mau membesar-besarkan aib keluarganya.

Tetangga sekitar keluarga Widuri sudah mengetahui perangai Roro dan Widuri yang bertolak belakang. Sebagian ada yang memuji Roro dan sebagian ada yang memuji Roro Prameswari karena kelihaiannya dalam menari Ronggeng. Tidak sedikit juga yang memaki Roro karena suami mereka tergila-gila dengan Roro Prameswari.

Soal Widuri pun juga begitu. Tidak semua warga menyukai Widuri. Ada sebagian yang membenci Widuri karena selalu berpakaian lusuh dan penurut kepada keluarga Galuh Wiguna. Para tetangga geram dengan sifat lugu Widuri yang terlalu baik kepada siapa saja. Namanya juga hidup di kampung. Setiap orang pasti digunjing entah perilaku orang tersebut baik atau buruk.

"Yasudah, kamu hati-hati ya? Eh. Ya. Tadi saya lihat Roro juga pergi ke pasar membeli bunga mawar satu karung. Buat apa sih Wid? Buat dijual lagi atau bagaimana?"

Sebelum Widuri melanjutkan perjalanannya, bu Jono memberi tahu bahwa Roro di pasar membeli bunga mawar satu karung. Saat itu, Widuri terperanjat kaget.

"Mungkin dijual lagi ya, Bu. Saya kurang tahu juga. Setahu saya Roro hanya menjadi Penari Ronggeng."

Widuri menjawab sekenanya kepada bu Jono. Dia tidak punya banyak waktu lagi untuk berbincang dengan bu Jono kerana takut telat.

Lantas, bu Jono geleng-geleng kepala karena heran dengan kelakuan Roro yang aneh. Widuri juga tidak mau membuka aib tentang aib Roro yang suka melakukan ritual sesembahan kepada setan. Widuri kini melanjutkan perjalanan menuju ladang. Widuri bertanya-tanya dalam hatinya.

'Roro membeli bunga mawar satu karung. Memangnya dia akan menghabiskan bunga mawar sebanyak itu? Aduh, seperti apa ya rasanya bunga mawar,' batin Widuri sambil berjalan menuju ladang dengan berjalan cepat agar cepat sampai tujuan.

Dua puluh menit kemudian, Widuri telah sampai ladang. Terlihat suaminya beserta para pekerja sudah beristirahat di bawah pohon mangga yang rindang. Dengan gamis lusuhnya, Widuri mendekati suaminya untuk segera menyerahkan beberapa bekal makanan.

"Ini, Mas. Bekal makanannya."

Elizia meletakkan bekal tersebut tepat di depan suaminya dan dia fokus menatap suaminya dan tidak menghiraukan para pekerja yang sedang beristirahat sambil menyulut sebatang rokok hingga asapnya mengenai hidung Widuri yang mungil.

"Lho kok tidak sama Roro. Roro ke mana?" tanya Galuh penasaran.

"Roro tadi ke pasar Mas. Katanya ingin membeli barang penting, tetapi entah barang apa saya tidak tahu," jawab Widuri sesuai apa yang diperintahkan Roro. Dia tidak mau ribut dengan madunya walau dia sebenarnya tahu apa yang sedang sibeli oleh Roro.

"Beli barang penting apa sih? Perhiasan? Ikan? Atau daging? Ibu 'kan sudah belanja kemarin," tutur Galuh yang merasa heran jika Roro ke pasar tanpa memberi tahu dirinya yerlebih dahulu. Galuh sedang terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Saya juga kurang tahu. Dia tidak memberi tahi saya akan membeli apa," jawab Widuri dengan kalem.

"Oke. Kamu istirahat dulu di sini. Pasti kamu lelah. Nanti kamu pulang bareng Mas. Mas tidak mau jika kamu bertemu dengan Darma!" ucap Galuh yang tiba-tiba membahas Darma di depan Widuri. Gara-gara Darma, kini Galuh menjadi perhatian kepada Widuri. Galuh tidak mau kehilangan kedua istrinya yang cantik-cantik.

"Baik, Mas," jawab Widuri yang menuruti perintah suaminya. Kebetulan, Widuri juga masih memikirkan kejadian tadi pagi saat melihat kamar Roro terbuka sendiri dan lantainya penuh dengan d*rah. Saat mengingat itu, perut Widuri menjadi terasa mual dan masih takut.

"Mas membersihkan diri dulu di sungai itu. Setelahnya Mas akan kembali ke sini."

Widuri mengangguk sehingga Galuh mulai berjalan menuju sungai untuk membersihkan diri beserta para pekerja. Mereka sengaja memanen cengkeh setengah hari karena mereka akan mendatangi acara hajatan pernikahan Tika dan Andi. Para warga desa tempat tinggal Widuri sangat menyayangkan jika mereka tidak mengikuti acara hajatan.

Karena di acara tersebut akan ada pertunjukan yang bermacam-macam mulai dari penari ronggeng, dangdut dan masih banyak acara lain yang berhubungan dengan tradisi adat. Namun, beda dengan Galuh, walau pun para teman sebayanya suka menonton para penari ronggeng atau pun biduan dangdut, dia tidak tertarik sedikit pun.

Dia lebih nyaman di rumah sambil beristirahat dan minum kopi. Roro Prameswari pun bisa menikah dengan Galuh, karena bujuk rayu dari Roro yang genit dan mata duitan serta aura susuk kecantikan yang dipasang Roro dalam tubuhnya membuat Galuh tersihir akan kecantikan Roro.

"Kembang ayu, kembang Widuri. Kembang ayu, kembange m*ti. Kamen slamet, ojo lali njaluk pitulung marang Gusti."

Saat itu, saat Widuri menunggu suaminya di bawah pohon mangga, tiba-tiba angin bertiup kencang dan terdengar kembali bunyi gamelan disertai nyanyian seorang sinden sedang menyanyi tembang jawa dan menyebut namanya. Tembang tersebut menyebutkan bahwa bunga cantik adalah bunga yang bernama Widuri. Bunga cantik bunga yang akan terancam m*ti. Agar selamat meminta pertolongan kepada Tuhan.

Degh!

Seketika jantung Widuri mulai berdetak kencang. Hatinya berdebar-debar. Siapa siang hari begini menyanyikan lagu tembangan jawa seperti itu. Mengingat kejadian kemarin, jika tembang itu muncul pasti makhluk halus sedang mengganggu Widuri. Perasaan Widuri semakin cemas karena suaminya belum kembali juga. Keringatnya keluar bercucuran karena merinding yang tidak bisa dia tahan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!