Saat di Kuburan

Di waktu senja hampir saat petang tiba, jenazah Tika belum juga dikebumikan karena guyuran hujan disertai kilatan petir yang memyambar di dusun kediaman tersebut. Jika jenazah Tika diangkut menggunakan mobil pun juga tidak bisa karena jalan ke arah pemakaman yang dilalui begitu sempit, berkelok-kelok dan menanjak karena jalan yang menghubungkan ke arah makam tersebut adalah jalanan setapak yang curam dekat dengan hutan.

Akhirnya, mereka menunda beberapa saat untuk menguburkan jenazah tersebut. Dengan dipimpin oleh pak Mahmud, mereka melantunkan doa-doa agar hujan segera reda.

Saat itu, berdiri di pojokan ruangan seorang wanita yang memakai pakaian serba hitam yang terlihat ketat dan di kepalanya hanya dililitkan pasmina yang masih memperlihatkan rambut indahnya.

Dia adalah Roro Prameswari.

Dia sedang menahan rasa panas karena mendengar lantunan doa-doa yang dibacakan olah para orang yang bertakziah. Dia mencari cara agar kesakitannya tidak terlalu parah. Seketika, dia berjalan dengan tertatih mendekat ke arah Galuh dan berkata,

"Mas Galuh! Tolong antar saya ke kamar mandi. Roro ingin buang air."

Roro menepuk pundak suaminya yang kini tengah berdiri membelakangi Roro dan baru saja dia ikut mendoakan jenazah Tika.

"Oh. Ayo, Dek."

Galuh meraih tangan milik Roro lalu mereka berjalan ke belakang menuju kamar mandi. Saat tiba di situ, nafas Roro mulai lega, karena berangsur-angsur rasa panasnya mulai menghilang karena di tempat itu, dia sudah tidak mendengar lantunan doa-doa.

Namun, sekujur tubuhnya berubah menjadi kemerah-merahan. Namun tidak apa, karena orang lain tidak akan melihat karena luka tersebut tertutup oleh pakaian. Untuk mengelabui suaminya agar tidak curiga dia segera masuk ke kamar mandi. Roro menunggu beberaap saat sampai hujan mulai mereda. Dengan hujan reda, pasti para orang yang bertakziah mulai berhenti berdoa.

Dua puluh menit kemudian, hujan mulai reda. Roro mulai keluar dari kamar mandi. Terlihat Galuh masih setia menunggu sang istri tercintanya.

"Dek, lumayan lama juga kamu buang airnya. Ayo kita segera ke ruang depan," tutur Galuh dengan rasa heran karena istrinya lumayan lama berada di kamar mandi. Tidak biasanya istrinya selama itu.

"Aku seperti diare, Mas. Perut ini terasa sakit sekali. Ya, jadinya agak lama," jawab Roro sambil berjalan mengekor suaminya dari belakang. Kini Galuh hanya diam, karena sebentar lagi dia akan sampai di ruang depan.

"Oh. Kalau sakit nanti kamu cepat pulang saja," jawab Galuh memerintah agar istrinya cepat pulang.

"Nanti saja setelah prosesi pemakaman selesai karena nanggung," jawab Roro menolak untuk segera pulang karena takut digunjing dan tidak enak sama Tuan Rumah.

Sampailah Roro dan Galuh di ruang depan dan benar, hujan pun sudah mulai reda. Sorot mata Roro melihat Marsinah dan Widuri berada di depan teras untuk melihat prosesi pemakaman jenazah yang akan segera dilaksanakan. Roro kini, merasa iri jika Marsinah dekat dengan Widuri.

'Awas kamu Widuri. Saya tidak akan membiarkan kamu akrab dan dekat dengan Marsinah. Saya akan membuat kamu jauh dari suami dan mertua kamu karena saya adalah pewaris tunggal kekayaan dari keluarga Galuh,' batin Roro dengan menyunggingkan senyum sinis ke arah Widuri.

"Dek, kamu kenapa begitu melihat Widuri? Kok seperti marah?" tanya Galuh kepada istrinya yang melamun sambil melihat Widuri dengan tatapan tidak suka.

"Tidak ada apa-apa Mas. Oh. Ya. Ini hujan sudah reda. Mungkin sebentar lagi jenazah Tika akan segera dikebumikan," jawab Roro yang mengalihkan perhatian kepada suaminya agar lupa tentang dirinya yang kepergok melihat Widuri dengan tatapan benci.

"Iya, Dek. Mas nanti akan ikut ke makam. Jika sudah malam nanti kamu sama ibu dan Widuri bisa pulang duluan," pesan Galuh kepada istrinya sebelum ikut ke pemakaman Tika. Lantas Roro mengangguk dan seperti tidak enak dengan perasaannya.

***

Karena arahan dari pak Mahmud untuk berdoa, akhirnya hujan pun reda sehingga jenazah Tika bisa dikebumikan dengan segera dan sebelum maghrib. Tidak perlu lama keranda mulai dipikul oleh keluarga jenazah dengan sigap dan menuju ke area pemakaman. Banyak yang mengantar kepergian jenazah Tika. Bu Winarti tidak kuat melihat anak semata wayangnya mulai di tempatkan di tempat terakhir. Dengan reflek bu Winarti meneteskan air mata. Matanya terlihat sendu dan tatapannya kosong.

"Sabar, Bu. Semoa ini cobaan dari Tuhan. Ibu tidak boleh larut dalam kesedihan. Doakan saja Tika tenang di alam sana."

Bu Marsinah menenangkan jiwa bu Winarti yang sedang bersedih hati. Sementara Widuri berada di belakangnya. Mereka para wanita tidak ikut ke makam karena waktu hampir maghrib dan karena jalan menuju pemakaman sangat curam. Yang mengantar ke area pemakaman hanyalah para pemuda dan dari pihak bapak-bapak.

Setengah jam kemudian, para pemuda dan bapak-bapak akhirnya selesai menguburkan jenazah Tika dengan lancar dan para pelayat berhamburan untuk pulang ke rumah masing-masing.

Saat itu, Galuh tertinggal dari para bapak-bapak yang sudah berjalan jauh menuju dusun mereka. Dirinya seperti terkena magnet yang kuat sehingga dia tidak bisa bergerak sedikit pun.

Kakinya seperti dilem pakai perekat. Padahal waktu itu sudah maghrib. Hatinya berdebar-debar tidak karuan.

"Tolong! Tolong! Saya tidak bisa berjalan! Sialan, kenapa bisa jadi seperti ini. Apa salah diri ini."

Galuh berteriak berharap ada orang yang menolongnya namun tetap saja hasilnya nihil.

Yang ada hanya suara burung hutan yang saling bersahutan. Lambat laun, suasana berubah sepi dan hari akan gelap. Galuh masih berdiri di samping kuburan yang masih basah yakni milik Suastika. Seketika, seluruh tubuhnya gemetaran dan mengeluarkan keringat dingin.

Dor! Dor!

Tiba-tiba bunyi petir kembali datang dengan suara yang menggelegar. Namun, hanya petir saja tanpa datangnya hujan.

Sreg! Sreg! Sreg!

Saat bunyi petir sudah tidak terdengar lagi, Galuh mendengar suara orang yang berjalan dan menginjak dedaunan kering yang berserakan.

"Mas to-tolong saya! Salamatkanlah saya!"

Degh!

Tiba-tiba terdengar suara rintihan secara terbata-bata dari wanita memanggilnya dengan suara yang nyaring sehingga terdengar sangat menyeramkan. Galuh langsung menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan siapa wanita yang memanggilnya.

Galuh semakin ketakutan karena baru kali ini dia mengalami kejadian buruk dan menakutkan seperti ini. Dia ingin pulang ke rumah dan bertemu dengan istrinya yang cantik-cantik namun tidak bisa. Dia mau berteriak pun tidak ada orang yang mendengarnya. Dirinya seperti dikendalikan oleh makhluktak kasat mata. Dia mulai menelusuri suara yang memanggilnya tersebut dengan menengok ke kanan, ke kiri dan ke belakang. Sungguh, tidak ada makhluk satu pun.

Namun, sesasat, terdapat bayangan putih terbang di atas kepalanya yang sontak, membuatnya terkejut dan membuat senam jantunh.

"Ya, Tuhan. Itu apa lagi!"

Dia berbicara sendiri karena merinding dan masih kerakutan. Dan waktu itu mulai gelap karena waktu sudah sehabis maghrib. Karena terakhir para warga menguburkan jenazah pas di waktu maghrib. Saat Galuh menikah dengan Roro Prameswari dia tidak pernah melakukan sembahyang sholat. Dia sudah dibutakan oleh kesenangan dunia.

Beberapa menit kemudian, ada tangan yang menepuk pundaknya dari belakang. Dengan jantung yang berdebar-debar, Galuh segera menoleh ke arah belakang.

"Ada Ha-hantu, tolong! Jangan ganggu saya. Ampun!"

Sontak, Galuh terkejut dan merinding karena di belakangnya terlihat sosok wanita yang berpakaian serba putih, berambut kribo, serta mata yang berwarna merah menyala dan mulutnya sedang mengalir d*rah. Wajahnya sangat mirip dengan Tika. Hantu itu menatap tajam ke arah Galuh yang kini menutupi wajahnya dengan kefua telapak tangan karena tidak sanggup melihat kejadian yang menyeramkan.

"Hihihi hihihi!"

Setelah Galuh berteriak ketakutan, hantu dedemit itu malah tertawa cekikikan dan memperlihatkan gigi yang bertaring dan berwarna merah kehitam-hitaman hingga terlihat teramat mengerikan.

"Tolong! Jangan ganggu saya! Cepat pergi menjauh dari saya! Saya masih ingin hidup."

Galuh yang sudah bercucuran keringat karena ketakutan melihat dedemit itu kini tidak bisa berlari dan kakinya semakin kaku, sampai-sampai celananya sudah basah karena ngompol.

'Sialan! Gara-gara dedemit itu, saya jadi ngompol. Tuhan. Tolong lah saya! Ampuni dosa saya! Selamatkan lah saya dari dedemit menyeramkan ini,' batin galuh mengingat Tuhannya sehingga dia berdoa agar dilepaskan dari jeratan makhlub ghaib yang kini sedang mempermainkannya.

"Hai pria jahat! Tolong saya hidup kembali! Karena saya tidak rela m*ti karena ulah keluarga kamu! Saya akan balas dendam. Hihihi!"

Hantu itu berteriak kencang sambil memelototkan mata yang berwarna merah menyala. Dia marah dan dendam kepada keluarga Galuh entah itu siapa. Galuh mulai menyerapi teriakan yang diucapkan hantu kunti tersebut.

Saat itu, hantu itu mulai terbang bergentayangan mengelilingi Galuh yang berdiri seperti patung yang terlihat semakin ketakutan.

"Ampun, Hantu. Saya minta maaf jika keluarga saya ada yang melakukan kejahatan kepada kamu. Saya ingin pulang!"

Galuh hanya bisa berteriak dan meminta ampun kepada hantu yang menyerupai Tika tersebut.

Hantu itu kemudian turun. Dia mendekat perlahan-lahan ke arah Galuh sambil memajukan tangannya yang terdapat kuku yang sangat panjang dan runcing. Hantu itu seperti akan mencakar wajah Galuh yang tidak bisa berkutik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!