"Oh, maaf. Apa sebelumnya sudah buat janji dengan Dokter Heni atau belum?" tanya sang resepsionis klinik dengan sopan.
"Maaf, Mbak. Belum," jawab Berliana apa adanya karena memang ia tak memiliki nomor kontak Dokter Heni sehingga tak membuat janji terlebih dahulu. Apalagi kunjungannya ini yang perdana dan sekaligus dadakan alias tanpa rencana sama sekali.
"Baru saja lima menit yang lalu Dokter pulang. Lebih baik kita buatkan jadwal terlebih dahulu bagaimana?" tanya sang resepsionis.
"Aduh, gimana ya Mbak. Saya soalnya urgent mau konsultasi dengan Dokter Heni. Begini saja, kalau boleh saya minta tolong Mbaknya telepon Dokter Heni sekarang dan bilang saja bahwa Berliana Cahaya Mahendra cucu Jenderal Polisi Prasetyo Pambudi penting ingin bertemu di klinik. Saya yakin pasti beliau akan merespon dengan cepat. Dan semoga belum jauh jadi masih bisa putar balik guna kembali ke klinik," ucap Berliana dengan nada memohon.
"Baik, Nyonya Berliana duduk dulu saja. Saya coba hubungi Dokter Heni," jawab si resepsionis.
"Oke. Terima kasih banyak Mbak," cicit Berliana seraya berjalan perlahan ke arah salah satu tempat duduk yang kosong di lobby klinik.
Dan tak berselang lama akhirnya si resepsionis wanita itu mendekati tempat duduk Berliana dan mengatakan bahwa Dokter Heni bersedia menuju ke klinik. Berliana tersenyum sumringah dan setia menunggu.
Sedangkan di dalam mobil yang dikemudikan sang sopir, Dokter Heni cukup terkejut setelah mendapat telepon dari resepsionis kliniknya bahwa cucu dari lelaki yang namanya menjadi cinta pertama di hatinya, kini mendatangi kliniknya.
"Ada apa gerangan sampai cucunya Pras datang ke klinikku? Apa ingin berkunjung biasa atau ada masalah penting?" batin Dokter Heni.
Secara kebetulan hari ini dirinya memang bertugas pagi dan hanya beberapa jam berada di klinik, sehingga siang sudah harus kembali pulang ke rumah. Ia tidak boleh lama-lama bekerja. Sebab selain faktor usia, juga karena sifat posesif dan perhatian dari suaminya. Yang dengan tegas melarangnya terlalu capek dan sebagainya.
Bahkan Dokter Heni sebenarnya sudah disarankan pensiun oleh sang suami. Namun karena kecintaannya dengan profesinya sebagai dokter spesialis kejiwaan maka ia tetap menekuni profesinya itu hingga usia senjanya.
Semangatnya menyembuhkan pasien-pasiennya masih berkobar tinggi. Alhasil suaminya mengizinkan tetapi dengan berbagai syarat yakni salah satunya membatasi waktu bekerjanya dan prioritas pada pasien wanita. Jika ada pasien laki-laki maka itu tugas Aldo, putranya.
Beruntung mobil Dokter Heni belum jauh dari klinik sehingga lima belas menit kemudian, orang yang ditunggu Berliana itu pun tiba di klinik.
Wanita yang sudah berusia senja namun masih bugar dan terlihat tetap cantik itu pun melangkah perlahan memasuki area klinik pribadinya dan langsung menatap Berliana dibalik kacamata tuanya.
"Berliana," sapa Dokter Heni seraya tersenyum.
"Dok_ Dokter Heni," ucap Berliana sedikit tergagap karena ada kegamangan dan keresahan yang berkecamuk di hatinya. Bimbang untuk melangkah maju atau mundur. Tetapi kini ia sudah berhadapan dengan Dokter Heni. Mau tak mau ia berusaha memukul mundur keragu-raguan yang sempat menggelayutinya sejak tadi saat menunggu kedatangan Dokter Heni.
"Apa kabar pengantin baru?" tanya Dokter Heni seraya tersenyum dan memeluk Berliana dengan penuh sayang.
"Baik, Dok."
"Ehm... tumben pengantin baru, datang ke klinik. Bukankah seharusnya lagi asyik bulan madu," ledek Dokter Heni sengaja berbasa-basi.
"Belum bisa bulan madu, Dok. Soalnya sudah mau lulus kuliah. Sayang kalau ditunda-tunda," ucap Berliana memberi alasan. Dan fakta itu memang benar adanya sehingga ia dan suaminya sepakat menunda bulan madu. Walaupun dalam hatinya ia sangat ingin menikmati fase indah tersebut.
"Ayo-ayo masuk dulu ke ruanganku. Nanti kamu bisa bebas cerita hal yang lebih menyenangkan dan menenangkan di dalam sana," ucap Dokter Heni seraya mengajaknya masuk ke ruangan pribadinya.
Berliana pun berjalan beriringan dengan Dokter Heni menuju ruangan yang dimaksud. Dokter Heni bukan anak kemarin sore. Mendengar kedatangan Berliana ke kliniknya saat fase yang seharusnya dilakukan pasangan pengantin baru, hal itu sudah membuatnya terkejut.
Terlebih saat kedatangannya kembali ke kliniknya, melihat Berliana sendirian tanpa suami dan memakai pakaian yang berbeda dari keseharian Berliana yang ia tahu, membuat intuisinya sebagai seorang psikiater tergerak dengan apik.
Namun ia berusaha membuat Berliana senyaman mungkin bersamanya. Karena tidak mungkin cucu mendiang Prasetyo ini datang ke kliniknya hanya untuk sekedar basa-basi menyapanya. Darah kental seorang Jenderal Polisi Prasetyo Pambudi pasti menurun juga pada anak cucunya, yang ia yakini. Pasti ada hal lain yang sangat penting.
☘️☘️
Keheningan sesaat sempat melanda kedua wanita beda usia di dalam ruangan khusus tersebut. Terlebih Berliana bertingkah cukup aneh di mata Dokter Heni.
Putri sulung Bening ini sejak tadi dilihatnya hanya menunduk sambil meremat jarinya. Dan kacamata hitamnya masih bertengger apik di hidung mancung Berliana, tak dilepas walaupun sudah berada di dalam ruangan. Akhirnya Dokter Heni mengambil inisiatif bersuara terlebih dahulu.
"Apa ada masalah dengan rumah tanggamu, Nak?" tanya Dokter Heni lembut penuh keibuan seraya memegang pundak Berliana yang duduk di sampingnya.
Berliana yang tak kuasa menahan gejolak dalam hatinya, akhirnya menangis juga. Ia memeluk Dokter Heni dan menangis tersedu-sedu. Air matanya mengalir deras. Luruh tanpa disuruh. Tumpah ruah.
"Hiks...hiks...hiks..." tangis Berliana pecah seketika.
"Keluarkan semua yang bercokol di hatimu. Lepaskan beban itu agar kamu lega. Cukup sehari kamu menangis, setelahnya aku melarangnya dengan tegas. Menangislah sayang, tak apa. Semua manusia pernah menangis karena memang Tuhan menciptakan air mata untuk dikeluarkan bukan untuk dipendam," bisik lembut di telinga Berliana. Begitu menentramkan jiwanya yang tengah tergoncang hebat akibat ulah suaminya yang tengah sakit. Entah sakit apa, dirinya belum tahu. Begitu juga dengan obat agar suaminya segera sembuh seperti manusia normal pada umumnya. Masih abu-abu dalam benaknya.
Ingatlah bahwa semesta tidak akan pernah memberikan kita cobaan melebihi batas kemampuan hambaNya. Selalu ada solusi terbaik di setiap masalah yang tengah kita hadapi. Dan yakinlah bahwa Sang Pencipta sedang meninggikan derajat kita dalam setiap cobaan yang datang menghampiri.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Mesri Sihaloho
dr Heni memang selalu in the best Thor 👍👍
2024-10-18
1
Tuti Tyastuti
tetap semangat berli💪
2024-09-16
1
Zerazat
Berliana kamu datang pada orang yang tepat aq suka caramu berfikir walau suami telah menyiksamu kamu masih tetap menutupi aib suami mu Dewa semoga Dewa segera sembuh dari penyakit trauma masa lalu nya🤲
2024-08-28
2