Keesokan harinya.
"Apa masih sakit?" tanya Dion seraya tangannya akan menyentuh bibir Berliana namun ditepis secara kasar oleh istrinya itu.
"Enggak perlu sok perhatian, Mas. Aku mau sendiri. Tolong keluar," ucap Berliana seraya memandang ke arah lainnya. Ia masih gamang dengan hatinya dan segudang pertanyaan yang ada dalam benaknya. Seolah dirinya tak mengenal wajah asli suaminya. Rasa kecewa, marah dan sedih menjadi satu.
"Kamu belum sarapan. Makanlah dulu. Mas sudah belikan bubur ayam kesukaanmu," ucap Dion berusaha tak terpancing emosi atas sikap istrinya itu. Dion mengangkat nampan berisi semangkuk bubur ayam hangat dan segelas coklat hangat favorit istrinya.
Ia cukup hafal kesukaan Berliana. Karena sejak di kampus, ia kerap memperhatikan gerak-gerik serta kebiasaan istrinya tersebut. Mulai dari lingkup pertemanan hingga makanan kesukaan.
"Aku enggak lapar. Taruh saja di meja," ketus Berliana dengan masih membuang muka.
"Tapi semalam kamu belum makan. Nanti kalau kamu sa_" ucapan Dion terpotong.
"KELUAR, MAS !! Atau aku yang keluar !" Berliana berteriak lantang padanya. Sorot mata tajam Berliana perlihatkan padanya. Namun ia bisa merasakan tersimpan kerapuhan yang sangat kentara di dalamnya. Bahkan istrinya itu menitikkan air mata di depannya sekarang.
"Baik, aku yang keluar. Kamu tetap istirahat di kamar saja. Jangan lupa makan dan minum obatnya," ucap Dion mengalah seraya berdiri dan keluar dari kamar mereka dengan langkah gontai. Dirinya pun tak tahu mengapa menghadapi Berliana, perasaannya sungguh tak karuan. Padahal sebelum menikah, ia sudah berusaha menjaga jarak dan menata hatinya agar tak melibatkan perasaan pada sosok Berliana, putri dari lelaki yang ia benci dalam hidupnya.
Selepas pintu kamar mereka tertutup rapat sempurna, Berliana menangis sejadi-jadinya. Ia menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya. Punggung cantiknya bergetar. Menumpahkan lara yang berkecamuk sejak semalam.
"Hiks... hiks... hiks... apa yang harus kulakukan ya Tuhan? Papa... Mama, aku rindu kalian." Berliana menangis tersedu-sedu seraya menyimpan kerinduan serta kerisauan.
Tak lama Berliana terkesiap mendengar deru mobil keluar dari kediamannya. Ia lantas menyibak celah korden dan melihat ternyata suaminya pergi. Namun pergi ke mana, ia tak tahu.
Ia pun lantas membersihkan diri ke kamar mandi. Berjalan terseok-seok menahan rasa nyeri di kakinya. Berusaha tertatih-tatih menahan perih kala luka di tubuhnya terkena cairan sabun.
Selepas membersihkan diri, ia tengah berdiri di depan cermin. Sungguh ia tak menyangka, wajahnya penuh lebam dan bibirnya sobek seperti ini akibat ulah suami yang ia cintai.
Sekujur tubuhnya terdapat cukup banyak luka goresan dan cambukan. Yang pastinya tidak akan mudah hilang dalam waktu sekejap.
Ia berusaha menyemangati dirinya. Walaupun masih didera rasa nyeri di beberapa bagian, beruntung dirinya tidak cacat. Sehingga masih bisa melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.
Dia berencana hari ini pergi ke kampus dan juga ke suatu tempat lainnya yang cukup penting. Sebelumnya ia memesan baju via online untuk ia jadikan outfitnya siang ini.
Sambil menunggu kurir datang, ia mengambil kaosnya di lemari. Namun saat mengambil, tanpa sengaja ia menjatuhkan sesuatu di lantai.
"Amplop apaan itu?" batinnya bertanya-tanya saat melihat sebuah amplop terjatuh.
Lantas tangannya pun terulur mengambilnya lalu ia duduk di sofa kamarnya. Ia baca dengan seksama amplop dengan kop surat dari salah satu rumah sakit di kota Bandung.
Deg...
"Jadi, Mas Dion melakukan vas*ektomi diam-diam di belakangku? Apa maksudnya? Apa memang ia tidak menginginkan anak di pernikahan ini?" batin Berliana. Da-danya penuh sesak dengan fakta baru yang ia dapati sekaligus berbagai pertanyaan berkecamuk dalam otaknya yang ia tidak tahu apa jawabannya.
Akhirnya, ia mengambil amplop tersebut dan memasukkan ke dalam tas yang akan ia bawa nantinya. Tak berselang lama, kurir pakaian pun datang. Bergegas ia berganti baju agar orang lain di luaran sana nantinya tak melihat luka yang ia alami.
Dirinya terpaksa mengubah penampilannya seratus delapan puluh derajat. Sangat berbeda dari kebiasaannya sehari-hari.
Hal ini terpaksa ia lakukan untuk sejenak, sampai semua pertanyaan di benaknya terjawab sempurna sekaligus menemukan solusi terbaik untuk rumah tangganya yang baru seumur jagung ini.
Ia teringat dengan pesan Mamanya, bahwa aib suami adalah aibnya juga. Jadi apapun masalahnya jangan sampai kita sebagai istri dengan mudahnya mengumbar aib suami jika memang masih bisa kita cari jalan keluar bersama.
Pukul sebelas siang, Berliana pun pergi. Ia menuju kampusnya dan langsung masuk ke ruang Dekan khusus. Dirinya sudah membuat janji dengan Dekan khusus tersebut sebelum datang ke kampus.
Setibanya di sana, ia langsung to the point mengutarakan keinginannya. Bahwa sebelum KKN dua bulan lagi, ia tidak bisa lagi untuk datang ke kampus. Walaupun masih tersisa lima kali pertemuan kelas sebelum KKN.
Dirinya meminta dispensasi khusus pada pihak kampusnya untuk menjalani sisa pertemuan tatap muka tersebut secara virtual atau online. Sebab dirinya mendadak terkena alergi debu. Sehingga tak bisa keluar rumah secara sembarangan atau terlalu lama.
"Saya mohon, Pak. Tolong kabulkan pengajuan saya tadi. Dan jangan beritahu pada pihak manapun termasuk orang tua dan suami saya. Karena saya enggak ingin mereka cemas dengan sakit saya," pinta Berliana dengan sangat memohon.
"Huft... baiklah. Saya terima. Mengenai kelas virtual, nanti kamu langsung menghubungi dosen yang bersangkutan saja. Semoga lekas sembuh Ber," jawab Pak Dekan.
"Terima kasih banyak, Pak." Berliana menjawabnya dengan sumringah sebab satu urusannya berjalan lancar.
Usai berpamitan dengan Dekan khusus, ia bergegas pergi ke sebuah klinik. Sejak semalam ia sudah memikirkan matang-matang. Dan jawabannya ia harus meyakinkan diri untuk mengunjungi klinik tersebut. Supaya ada jalan keluar bagi masalah rumah tangganya.
Setelah berputar mencarinya, akhirnya dirinya tiba di depan klinik yang ia cari sejak tadi. Langkah kakinya berjalan perlahan memasuki klinik tersebut dan menuju meja resepsionis. Tatapan tak biasa terpancar dari orang lain yang melihatnya terutama para pengunjung klinik.
Hal itu sebenarnya sudah ia rasakan sejak di kampus maupun saat ini. Sebab ia tengah memakai pakaian secara tertutup dari atas kepala hingga kakinya dan berkacamata hitam.
Namun ia berusaha tetap cuek dan lanjut melangkah. Sebab ia merasa tak perlu menanggapi jika ada tanggapan berbeda dari orang lain pada gaya berbusananya itu. Toh hal ini ia lakukan demi menjaga nama baik dan martabat suaminya sendiri.
Tap...tap...tap...
"Permisi, Mbak. Dokter Heninya ada?" tanya Berliana pada resepsionis klinik tersebut.
Bersambung...
🍁🍁🍁
Outfit Berliana hari ini. Semoga dipahami ya💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
ika
curhat aja ma dokter heni
2024-11-16
0
ika
visum aja Ber ...
2024-11-16
0
Tuti Tyastuti
nah ketemu dokter heni
2024-09-16
1