PESAN KEMATIAN
Suara jam weker membangunkan Putri Anindita dari tidurnya. Ia bergegas beranjak dari tempat tidur. Dipan kayu dengan kasur kapuk yang mulai mengeras, membuat badannya agak sakit ketika bangun di pagi hari. Ia meregangkan otot ditubuhnya, lalu melangkah ke bagian belakang rumahnya. Seorang wanita paruh baya sedang berjongkok di depan tungku kayu, memasak sayuran bayam yang ia petik dari belakang rumahnya. Kebun kecil berjejer rapi aneka tumbuhan hijau, yang sengaja mereka tanam untuk memenuhi kebutuhan harian.
Keluarga sederhana itu terdiri dari empat orang, ayah dan ibu beserta kedua anak perempuan nya. Ayu Pradita, adalah anak sulung di keluarga itu. Ia merantau untuk bekerja di kota, namun baru lima bulan berada di kota. Ayu ditemukan tewas tergantung di sebuah bangunan kosong. Berdasarkan dari buku catatannya, ia mengaku frustasi karena sering dibully dan dikucilkan di tempat kerjanya. Sehingga ia menuliskan pesan untuk mengakhiri hidupnya. Berawal dari situlah, Putri adik semata wayang Ayu tak mau melanjutkan pendidikannya. Setelah lulus SMA, Putri memutuskan untuk bekerja di kota. Tanpa sepengetahuan kedua orang tua nya, Putri diam-diam melamar kerja di pabrik garment yang dulu menjadi tempat kerja kakaknya. Tak hanya itu, ia juga sudah memutuskan untuk tinggal di kost yang dulu ditempati kakaknya.
“Ibu masak apa nih? Sini biar Putri bantu, ibu gak boleh terlalu capek ya. Mulai besok Putri gak bisa bantu-bantu di dapur lagi. Jadi ibu gak usah terlalu sering memasak, soalnya anak ibu yang tukang makan ini udah gak ada di rumah lagi.” Ucap Putri seraya mendekap ibunya dari belakang.
“Kau pikir ibu dan bapakmu tak butuh makan? Dasar anak nakal, sudah dibilang gak usah kerja. Malah nekat ngelamar kerja, emangnya kau diterima kerja dimana to nduk?” Tanya sang ibu seraya mengusap rambut Putri.
“Hmm... Belum diterima kok bu, tapi Putri pasti bekerja dalam waktu yang cepat. Putri belum pengen kuliah bu, lagian ibu sudah kesulitan bekerja di sawah dan kebun setiap harinya. Belum lagi mengurusi ayah yang belum sembuh juga sampai sekarang.” Jawabnya dengan menghembuskan nafas panjang.
Ayahnya memang sudah lama sakit parah, dan penyakitnya belum diketahui apa penyebabnya. Luka membusuk di beberapa bagian tubuh, yang membuat ayahnya tak dapat melakukan aktivitas dengan normal. Semua urusan pekerjaan terpaksa ibunya yang mengurus. Apalagi semenjak kematian mendadak kakaknya, sang ayah semakin sering dilema dan murung. Kerap kali ayahnya menjerit-jerit dengan menyebutkan nama Ayu berulang kali seraya meminta maaf dan menangis tersedu-sedu.
Hati Putri semakin hancur melihat kondisi ayahnya yang sedemikian. Belum lagi hampir setiap malam, Putri selalu memimpikan kakaknya. Ayu berada di sebuah tempat gelap, ia terbaring di atas dipan kayu dengan tangan dan kaki terikat. Ia hanya mengenakan kain jarik yang terlilit di tubuhnya, kain jarik dengan motif parang berwarna putih. Terlihat lilin menyala memutari sekeliling dipan kayu. Ada aneka bunga tujuh rupa yang ditaburkan di atas tubuhnya. Ayu menangis memohon pertolongan, namun tak ada satupun orang yang menolongnya. Tiba-tiba ia melotot dengan sorot mata nyalang. Kakinya terhentak dengan tubuh bergetar, seakan ia sedang meregang nyawa. Dan beberapa saat kemudian, Ayu tergeletak lemas dengan mata melotot dan kepala yang agak miring. Jika mengingat mimpi itu, Putri kembali bertanya-tanya. Bukankah kakaknya meninggal karena gantung diru, lantas kenapa ia sering bermimpi yang sama hampir setiap malam.
Putri menghembuskan nafas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan cepat. Ia kesulitan menemukan arti dari mimpi buruk nya.
“Ini dimakan dulu sayur bayam dengan ayam goreng sambal terasi kesukaan mu. Besok kau sudah tak bisa menikmati masakan ibu lagi.” Ibunya menata sajian masakan ke atas meja kayu jati.
“Iya ibuku sayang, terima kasih buat hidangan spesialnya. Putri bawakan makanan dulu buat ayah, mumpung masih hangat.”
“Gak usah nduk, biar ibu saja. Nanti kau terlambat berangkat ke terminalnya. Lagian kau belum tau mau kost dimana juga kan, jangan sampai kau lontang lantung di kota. Setelah makan coba cari tempat kost dulu, biar kau bisa langsung istirahat setelah sampai.”
Putri hanya diam dengan menelan ludah kasar, lalu ia mengangguk seraya mengambil dua centong nasi beserta sayur dan lauknya. Nampak sang ibu membawa satu piring nasi ke kamar. Tak berselang lama terdengar suara piring pecah, lalu suara ayahnya yang kembali menjerit memanggil nama Ayu. Sang ibu berteriak seraya menangis, meminta ayahnya untuk tenang. Dengan cepat Putri berlari ke kamar ayahnya. Ia melihat ayahnya mendongakkan kepala ke atas, dengan tangan yang menunjuk ke atas pula.
“Maafkan ayah Ayu... Maafkan ayaaah...” Berulang kali hanya kata itu yang terucap.
Putri membulatkan kedua mata terkejut, begitu ia melihat sesosok perempuan melayang di atas ranjang ayahnya. Perempuan dengan sebelah wajah yang pucat, tengah menatap ke bawah dengan separuh rambut yang menutupi wajahnya. Sontak saja Putri menjerit keras dengan menutupi wajahnya menggunakan tangan. Ia berjongkok menghadap tembok, saking takutnya dengan sosok penampakan yang dilihatnya.
Terlihat ibunya semakin bingung melihat reaksi Putri. Ia kebingungan harus menenangkan sang suami atau anak gadisnya. Sampai akhirnya sang ayah berkata, jika Putri tak perlu takut melihat kakaknya. Putri mulai berani membuka kedua tangan yang menutupi wajahnya, perlahan ia mendongakkan kepala ke atas. Dan sosok wanita misterius tadi sudah menghilang. Putri menghembuskan nafas lega, lalu bertanya pada ayahnya.
“Maksud ayah tadi apa? Gak usah takut sama mbak Ayu? Emangnya tadi ayah lihat perempuan itu juga?” Tanya Putri dengan mengaitkan kedua alis mata.
Sang ayah mengangguk seraya menjawabnya. “Di dia adalah mbakyumu nduk... Tolonglah jiwa nya, dia masih belum tenang.”
Deeggh.
Darimana ayahnya tau, jika jiwa Ayu masih belum tenang. Apakah mungkin kematian kakaknya memang disengaja oleh seseorang. Putri semakin membulatkan tekadnya untuk menyelidiki yang sebenarnya. Ia harus tau, apa penyebab kematian sang kakak. Sehingga ia memberanikan diri untuk menyelidiki kembali, apa yang telah terjadi sebelum kakaknya ditemukan tewas menggantung.
“Sudah to nduk, jangan dengarkan ayahmu. Dia sedang sakit, dan pikirannya kemana-mana. Biarlah Ayu beristirahat dengan tenang di alamnya.” Ucap sang ibu dengan berlinang air mata.
“Alam mana yang kau maksud bu? Ayu tak akan bisa istirahat dengan tenang, jika semua ini belum selesai. Ayah memang bersalah, telah membuat kalian terseret dalam masalah ini!” Kata ayahnya dengan suara bergetar.
“Sudahlah yah, bu. Kalian gak usah hawatir lagi. Mulai sekarang Putri yang akan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi.”
Sang ayah menyentuh telapak tangan Putri dengan menggelengkan kepala. Ia berkata jika apa yang akan dilakukannya terlalu beresiko, dan ia membutuhkan bantuan orang lain. Ayahnya meminta Putri untuk mengambil sesuatu di dalam lemari pakaian. Selembar amplop usang yang terletak di dalam kotak kayu jati. Sesuatu yang akan berguna untuknya kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
kok gue curiga sama bapaknya.
2023-12-24
0
Kasih ibu sepanjang masa.
2023-12-24
0
Dewintan New
bguss
2023-12-17
0