"Kenapa Febi memandang ku dengan cara seperti itu? Apa dia curiga padaku?" Batin Putri di dalam hatinya.
Tak jelas apa yang sedang ada di dalam pikiran Febi. Ia masih diam dan berjalan memutari Putri dengan sorot mata tajam.
"Jangan-jangan lu tau sesuatu ya Put? Apa sebenarnya lu kenal dengan mendiang Ayu? Atau teman apa saudaranya gitu?" Tanya Febi dengan mengaitkan kedua alis mata.
"Kenapa kau ngomong gitu sih Feb? Aku baru dua hari disini loh, kenapa kau dan Kara mengatakan hal-hal yang gak masuk akal padaku?" Jawab Putri dengan mata berkaca-kaca.
Melihat reaksi Putri yang sedang menahan air mata, membuat Febi langsung menghentikan perdebatan nya. Ia menghembuskan nafas panjang, lalu menggenggam tangan Putri.
"Sorry ya Put, gue kebawa emosi dan nuduh lu tanpa bukti. Mungkin karena gue hawatir dengan situasi di tempat kost ini." Kata Febi menundukkan kepala.
Melati tersenyum miring seraya mendekati kedua gadis yang ada di depannya. Ia membuat keduanya berbaikan dengan saling merangkul.
"Jangan dimasukkan hati ya Put, gak semua orang selalu sependapat dan satu pemikiran dengan kita. Mungkin tadi emang Febi lagi takut aja, dan kau malah bungkam tak mengatakan apapun untuk menyangkalnya. Jadilah kesalah pahaman antara kalian berdua. Udahlah untuk kasus yang satu ini, kita keep aja dulu. Takutnya nyawa Kara saat ini memang sedang terancam. Bukankah tertulis Kara memiliki waktu 7 hari? Tapi kita gak ada yang tau sudah berapa lama Kara mendapatkan pesan ini!" Pungkas Melati dengan senyum ramahnya.
Putri menganggukkan kepala seraya merangkul Febi, lalu mengucapkan kata maaf. Sebenarnya di dalam hati kecil Putri memang merasa bersalah. Bukan karena dia sekongkol dengan seseorang untuk membuat teror pesan kematian. Melainkan ia merasa berdosa telah membohongi teman pertamanya di kota besar itu. Kali ini Putri benar-benar berlinang air mata seraya mendekap erat Febi. Untaian kata maaf terus terucap dari mulutnya. Membuat Febi maupun Melati bingung dengan tingkah tak biasa Putri.
"Hei sudahlah, jangan terlalu baper gitu. Kita cari makan di depan dulu yuk, udah sore nih bentar lagi magrib. Emang lu gak lapar nangis terus kayak gini!" Ucap Febi dengan menyeka air mata Putri.
"Aku nyesel udah bicara dengan nada tinggi, maafkan aku ya Feb. Kau teman pertamaku, dan aku membuat kesalah pahaman. Makasih ya bu Melati, udah bikin kita baikan lagi." Kata Putri menyunggingkan senyumnya.
"Iya Put... Saya udah anggap kamu seperti anak sendiri, meski kau baru dua hari disini. Tapi saya merasa ada ikatan lain yang membuat saya ingin lebih dekat denganmu. Sama seperti saya dekat dengan Febi. Kalau begitu kalian berdua makan bareng saya saja, kebetulan suami saya juga belum pulang. Gak enak kalau saya harus makan sendiri." Ajak Melati pada kedua gadis itu.
Dengan semangat Febi langsung menerima tawaran ibu kost nya. Berbeda dengan Putri yang nampak sungkan, dan mengatakan akan makan diluar saja. Karena ia ingin mengenal daerah di sekitar sana. Namun Febi terus membujuk Putri, dan membisikkan sesuatu di telinganya.
"Ayo Put kita makan di rumah bu Melati aja, soalnya uang bulanan gue udah menipis belum dapet transferan nih. Please temenin gue ya, gue kan gak enak kalau sendirian!" Febi berbisik di telinga Putri, membujuknya untuk mau menerima tawaran ibu kost mereka.
Putri menghembuskan nafas panjang, lalu menyunggingkan senyumnya. "Ya udah deh bu, saya sama Febi nemenin bu Melati makan di rumah. Sekalian nyicipin masakan ibu, siapa tau rasa rindu saya ke ibu di rumah terobati." Pungkas Putri sekilas terbayang wajah ibunya.
Ketiganya berjalan ke arah gedung sebelah. Nampak mbak Ijah sedang memberikan pijatan di kepala Kara. Melati menawarkan Kara untuk makan bersama di rumahnya. Awalnya Kara menolak, tapi Melati membujuknya dan mengatakan ada yang ingin ia bicarakan mengenai pesan di sebuah surat yang ada di kamarnya. Raut wajah Kara langsung tegang, ia menoleh ke segala arah seraya memegang erat tangan mbak Ijah.
"Tenanglah mbak Kara... Gak ada apa-apa kok disini. Tadi hanya ada aura negatif yang mendekatimu karena kau bersikap buruk pada orang lain. Seperti yang saya bilang, jika kau merubah sikap dan pola pikirmu, energi hitam atau aura gelap tak akan mempengaruhi mu. Yang tadi datang memang arwahnya mendiang mbak Ayu. Mungkin dia tak suka melihatmu memperlakukan Putri seperti itu. Sama seperti dulu kalian memperlakukan nya dengan buruk. Maka dari itu saya bilang, jangan ulangi perbuatan itu lagi." Cetus mbak Ijah dengan wajah serius.
"Sudah mbak Ijah gak apa-apa. Putri udah mau kan memaafkan Kara?" Melati berusaha menjadi penengah, dan mendamaikan keduanya.
Putri menghembuskan nafas panjang, lalu menganggukkan kepala. Namun reaksi berbeda ditunjukkan Kara. Ia justru memalingkan wajah seraya melangkahkan kaki ke rumah ibu kost nya.
Hidangan tertata rapi di atas meja makan. Sayur kangkung tumis terasi, dengan ikan gurame goreng menjadi menu utama. Ada aneka buah-buahan sebagai pencuci mulut. Ada air putih di dalam kendi tanah liat. Menurut Melati air putih yang tersimpan di dalam kendi justru lebih segar rasanya. Jadi ia menggunakan kendi tersebut sebagai tempat penyimpanan air minum.
Kara dan Febi tanpa sungkan mengambil nasi dan lauknya. Namun saat tangan Putri hendak mengambil centong nasi, seakan ada yang menggelayuti pergelangan tangannya. Berat, sangat berat sampai ia tak bisa mengangkat tangannya sendiri. Putri melihat ke arah bawah, nampak sesosok hantu wanita memegang tangannya dengan kencang. Putri berusaha bangkit untuk melepaskan tangannya dari sosok yang ada di kolong meja. Dan begitu ia berhasil berdiri terlepas dari genggaman tangan sosok itu. Nampak wajah sosok menyeramkan itu mendekat tepat ke depan wajahnya.
"Jangan makan apapun yang ada disini Putri!" Seru hantu wanita itu, dengan mata melotot dan lidah menjulur keluar.
"Aaargghh..." Jerit Putri menutupi wajah menggunakan kedua tangannya.
Dari kejauhan mbak Ijah terlihat komat-kamit dengan memejamkan kedua matanya. Dari raut wajahnya, nampaknya ia sedang marah dan kesal pada sosok yang tak terlihat. Kara bergidik seraya mengusap belakang tengkuknya.
"Bu... Saya jadi gak nafsu makan deh!" Kara menelan ludah kasar.
Melati menepuk pundak Kara, menganggukkan kepala dan memintanya untuk tetap melanjutkan makan.
"Kau juga Feb, makanlah lebih dulu bersama Kara." Tegas Melati dengan wajah datar.
Entah energi apa yang dimiliki Melati, sehingga kedua gadis itu langsung menurut dan melahap makanannya. Melati menghampiri Putri seraya menyunggingkan senyum ramahnya. Ia menggenggam tangan Putri untuk membuatnya tenang.
"Jangan dihiraukan Put. Setidaknya gangguan yang datang tak separah sewaktu kau membawa jimat pemberian ayahmu kan? Sepertinya kau sudah terlalu dalam berhubungan dengan dunia gaib. Sehingga mereka tak akan mudah untuk melepaskan mu begitu saja." Jelas Melati seraya menoleh ke arah mbak Ijah berdiri.
Putri masih diam menelaah setiap ucapan ibu kost nya. Ia bahkan kebingungan dan menggaruk kepala yang tak gatal.
"Mereka? Siapa yang sedang dimaksud bu Melati ya? Apakah arwah mbak Ayu, dan wanita yang bernama Mira itu?" Batin Putri di dalam hatinya penuh tanda tanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠
kayak.ny makanan itu udh di jampe² deh..
trus si bu melati kyak punya ilmu yg sma kyak bu mariyati bisa bkin orang² nurut..
2023-09-18
0
Titik Yulianti
putri d larang kakaknya untuk makan masakan bu melati.apa jngn" udah d jampi" semua tu mkanan.biar mereka patuh pada semua yg d perintahkan bu melati pd mereka.terus apa yg d maksut dg mereka sama bu melati itu hntunya si mira sama ayu ya.🤔🤔
2023-09-16
0
liani purnapasary
lanjut thor
2023-09-16
0