Sepatu, tas, kaus kaki, dan juga seragam basket yang Ananda terima, semuanya dihiasi nama “Ananda”, dan semua itu pemberian Jason.
Jason dengan begitu mudah masuk ke rumah Tuan Maheza karena pada kenyataannya, kedekatan pemuda itu dengan Ananda, telah membuatnya mendapatkan lampu hijau. Keluarga besar Malini sungguh sudah langsung merestui hubungan Malini dan Jason, meski mereka tahu, Jason berusia dua tahun lebih muda dari Malini. Tentunya, usia bukan menjadi patokan bagi keluarga Malini untuk menilai seseorang termasuk itu seseorang yang boleh dekat terlebih menjadi pasangan Malini. Sebab yang mereka lihat ialah kesungguhan sekaligus rasa tanggung jawab Jason kepada Malini maupun Ananda.
“Papah ... aku kan belum bisa jalan. Kemarin saja, ke sekolah, aku hanya pakai kaus kaki,” ucap Ananda yang benar-benar sedih karena kedua kakinya tak kunjung bisa digerakkan apalagi kembali digunakan untuk berjalan.
Detik itu juga, semua yang ada di sana yaitu Tuan Maheza, ibu Aleya, dan juga Malini, langsung membeku layaknya Jason. Ini mengenai perkembangan keadaan kedua kaki Ananda yang tak kunjung mengalami kemajuan. Kedua kaki Ananda tetap saja lemas bahkan makin hari tampak jadi lebih kurus—keadaan yang membuat mereka curiga, memang ada kelainan di kedua kaki Ananda.
Jason yang sadar, dari semua orang di sana, hanya dirinya yang mampu tegar, segera berkata, “Kata siapa? Ini bentar lagi kamu sembuh. Bentar lagi kaki kamu bisa jalan lagi!” Ia sengaja memakaikan kaus kaki warna merah selaku warna kesukaannya yang juga menjadi warna kesukaan Ananda. Kaus kaki yang ia pesan sekaligus beli secara khusus agar di sana tertulis nama Ananda.
“Papah ngomong gitu kata siapa? Dokternya saja bilangnya hanya sabar. Dokternya terus meminta kita buat sabar. Dokter enggak kasih tahu kapan aku bisa sembuhnya,” ucap Ananda sambil menunduk sedih dan sesekali menatap Jason.
Tak kehabisan ide, Jason berkata, “Ya kata Papah. Barusan kan Papah yang ngomong. Papah kan sudah dikasih tahu sama malaikat. Malaikatnya sudah telepon ke Papah. Malaikatnya bilang gini, ‘Pah, bentar lagi Nanda sembuh. Bentar lagi Nanda bisa jalan. Bentar lagi Nanda bakalan bisa lihat dengan normal, asal Nanda tetap semangat. Asal Nanda enggak sedih-sedih lagi! Bilangin ke Nanda gitu yah, Pah!’” yakinnya dan sudah langsung membuat Ananda menatapnya dengan tatapan takjub.
“Papah beneran bisa telepon sama malaikat?” tanya Ananda memastikan karena cerita dari Jason, telanjur membuatnya penasaran.
“Jangankan telepon, ketemuan sama malaikat saja, Papah bisa!” yakin Jason.
“Ya sudah Pah. Ayo kita ketemuan sama malaikatnya, biar kakiku makin cepat sembuh!” Ananda makin bersemangat.
Antusias Ananda tak sedikit pun membuat Jason takut. Alasan yang membuat ketiga orang dewasa dan masih ada di sana, makin penasaran. Cara apa lagi yang akan Jason lakukan untuk meyakinkan Ananda?
Dengan cepat Jason sudah mendandani Ananda menggunakan seragam basket lengkap dengan sepatu yang baru saja beres Jason pasang. Penampilan mereka jadi sangat mirip, layaknya kembar beda generasi. Semuanya serba berwarna merah dan hitam. Ananda berdalih merasa bangga hanya karena berpenampilan layaknya Jason, dan bagi bocah itu sangat keren.
“Tapi bentar, ... rambutku belum gulung-gulung mirip nanas kayak rambut Papah. Mata aku juga warnanya belum biru kayak mata Papah!” protes Ananda dan kali ini sukses membuat semuanya termasuk Jason yang masih jongkok di hadapan Ananda, tertawa.
Padahal sebelumnya, keadaan kedua kaki Ananda yang malah jadi makin lemas, sukses membuat mereka berkaca-kaca. Namun, obsesi Ananda yang ingin seperti Jason, sukses membuat mereka tertawa.
“Mas Davendra ... jawabannya tetap sama. Aku apalagi Ananda beneran sudah enggak butuh uluran tangan kamu. Apalagi aku tahu, kamu enggak tulus. Kamu tetap menganggap Nanda sebagai anakku, bukan bagian dari hidupmu. Enggak apa-apa. Keputusanmu itu bikin aku makin mantap membiarkan Ananda bersama papah yang beneran tulus,” batin Malini yang benar-benar siap menikah dalam waktu dekat, demi sang putra. Tentunya pernikahan yang ia maksud bukan bersama Davendra, melainkan pria yang tulus kepadanya maupun Ananda—Jason.
“Coba nanti kamu latih sendiri. Takutnya Nanda malah ‘cerebral palsy’, atau trauma lain yang beneran hanya bisa sembuh dari keuletan sekaligus ketulusan kita yang merawat. Dulu, Kak Chole hampir lima atau malah usia enam tahun, belum bisa jalan. Sampai divonis enggak bisa jalan. Sudah dibawa keluar negeri, pun mereka sudah kayak menyerah. Namun alhamdullilah, Om terus usaha dan semenjak bisa jalan, kak Chole malah enggak bisa diam. Jalan saja mirip orang lari setengah terbang. Hahaha, sampai sekarang, suaminya masih sering keceplosan, ngatain istrinya yang sudah kasih dia empat anak, kalau jalan kayak setengah lari bahkan terbang!” ucap tuan Maheza sengaja menyemangati Jason maupun Malini yang masih bertahan di hadapan Ananda.
Di sofa panjang yang ada di ruang keluarga lantai bawah kediaman Tuan Maheza, Ananda yang masih duduk, sengaja mendongak hanya untuk menyimak apa yang opanya sampaikan. Sedikit banyaknya ia memang paham. Selain ia yang merasa sangat bahagia hanya karena melihat Malini dan Jason berdiri bersebelahan layaknya sekarang. Dan ia sengaja membuat sebelah tangan keduanya saling bergandengan, sebelum akhirnya ia mendekap tubuh keduanya secara bersamaan.
“Aku sayang banget ke Mamah sama Papah!” ucap Ananda benar-benar tulus.
Detik itu juga tatapan Jason dan Malini bertemu mengiringi hati mereka yang mendadak bergetar diselimuti rasa hangat. Yang mana bersamaan dengan itu, keduanya merasa jika dunia mereka benar-benar berhenti berputar.
***
“Sampai sekarang, salah sedikit saja aku masih sering dimarahi. Sementara mamah papahku kalau sudah marah, segala kata kasa*r selalu mereka ucapkan termasuk nama-nama binat*ang ....” Jason tak kuasa melanjutkan ucapannya. “Dilem*par pakai barang ... puk*ul ... memang sudah penyakit sih ya. Astaga ... semoga enggak ada yang mengalaminya juga, dan amit-amit, jangan sampai Ananda juga merasakannya.”
Di sebelahnya, Malini yang duduk agak selonjor, refleks menatap Jason. Mereka masih berada di lapangan basket depan rumah Tuan Maheza.
Suasana hari ini terus saja mendung, hingga meski mereka sudah berjam-jam di sana, mereka sama sekali tidak kepanasan. Ditambah lagi, semilir angin yang berembus dan terkadang terbilang kencang, juga membuat kebersamaan di sana menjadi diselimuti nuansa segar.
“Jason selalu mengaitkan kesedihannya dengan apa yang Ananda alami. Dia enggak mau Ananda juga merasakan kesedihan yang pernah bahkan sampai sekarang, dia rasakan. Kesedihan yang justru hadir karena orang terdekat Jason, dan itu orang tua Jason. Sejauh ini memang akan ada dua hal yang dilakukan oleh seorang korban. Dia akan menjadi pre*dat*or kejah*atan, atau malah menjadi pembasmi dan tak akan membuat orang lain merasakannya karena dia tahu, menjadi korban sangat menyakitkan,” batin Malini sudah langsung tercengang lantaran ulah Jason menakut-nakuti Ananda sambil merangkak, membuat bocah itu terbahak-bahak sambil merangkak cepat.
“Masya Allaaah ... itu gitu kaki Nanda juga gerak!” teriak Malini dalam hatinya, tapi susah payah ia mengontrol diri agar tidak menghentikan keseruan Ananda sekaligus gerak kedua kaki bocah itu.
“Pokoknya Papah kejar! Awas saja Papah tangkap. Papah gigi*t. Papah mau jadi serigala ... lihat-lihat ini Papah mau berubah!” ucap Jason terus merangkak cepat menakut-nakuti Ananda sambil terus mengejar bocah itu.
Berbeda dengan Malini, Jason yang memang dasar clengean, belum menyadari, bahwa ulahnya telah sukses membuat kedua kaki Ananda mulai bisa bergerak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nartadi Yana
papah jadon emang the best
2024-10-28
0
Sugiharti Rusli
ah papa Jason emang keyen ga sih💕💕💕
2023-12-10
5
inayah machmud
bahagia nya Ananda bersama jason dan malini, semoga Ananda bisa segera berjalan dengan normal
2023-12-08
2