“Sebelum tinggal di sini, kamu tinggal di mana?” tanya Jason penasaran.
“Di apartemen Cempaka ....” Malini menjelaskan secara detail, tapi Jason yang ada di sebelahnya dan awalnya tak sampai menatapnya, justru langsung terbengong-bengong menatapnya.
“Unit berapa?” tanya Jason lagi.
“Unit tiga nomor dua puluh sembilan,” balas Malini dan sampai detik ini sama sekali tidak curiga kenapa Jason sampai menanyakannya.
“Aku nomor tiga puluh,” ujar Jason dan detik itu juga sudah langsung membuat Malini bengong.
“Apartemen yang sering kena protes karena berisik itu, punyamu?” ucap Malini sangat hati-hati, tapi seperti biasa, Jason langsung tertawa. “Berarti mulai sekarang, kalau dari tempat kamu berisik lagi, boleh lah, dinding apartemen kamu aku martil?”
“Ngapain repot-repot martil dinding, capek iya. Telepon Iron man atau hulk saja. Kamu punya nomor telepon mereka, enggak?” ucap Jason di sela tawanya.
Malini hanya mesem sambil menggeleng. “Lagian kan kamu publik figur, kok iya enggak ada jaim-jaimnya!”
“Aku enggak perlu punya banyak wajah hanya untuk menjadi diriku sendiri. Benar-benar hanya dengan begini aku merasa bahagia. Ibaratnya, ini cara terampuh untukku membahagiakan diriku sendiri yaitu, benar-benar hidup seperti yang aku mau!” ucap Jason yang kemudian meminta Malini tetap duduk, ia buru-buru turun kemudian mengambil alih Ananda yang masih tidur, dari pangkuan Malini.
Sekitar tiga jam kemudian, Jason dikejutkan oleh kenyataan seorang pria yang berdiri di depan pintu apartemen sebelah apartemen miliknya, dan tidak lain merupakan apartemen milik Malini. Pria tersebut Jason kenali sebagai Devandra.
“Kamu ...?” tanya Jason sudah langsung malas.
Davendra yang sampai menutupi kepalanya menggunakan topi, selain menutup sebagian wajahnya menggunakan masker putih, tampak tak kalah terkejut dari Jason. “Kamu—?”
“Jangan mengganggu Malini lagi. Harusnya kamu tahu kenapa aku sampai begini, tanpa harus aku jelaskan!” tegas Jason lirih sekaligus penuh penekanan, seiring tatapannya kepada Devandra yang menjadi sangat tajam.
“Kalian sudah tinggal bersama?” lirih Devandra menatap Jason tak percaya.
Mendengar itu, Jason sudah langsung gondok. “Kamu punya otak dipake dong, jangan malah dijadikan tempat sam*pa*h!”
Kesal tak mau berurusan dengan Devandra lagi, Jason memilih buru-buru masuk apartemennya.
“Sudah sejauh ini, mereka seolah tidak membutuhkan aku lagi. Lalu, apa yang harus aku perbaiki sementara mereka saja sama sekali tidak membutuhkan aku?” pikir Devandra yang kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku dalam jas abu-abunya.
Melalui gawai canggih yang baru Devandra keluarkan, pria itu menelepon sebuah nomor ponsel dan belum sampai diberi nama. “Sampai detik ini pun, Malini tetap tidak mau menerima telepon dariku,” batin Devandra makin uring-uringan.
“Devandra mau ngem*is ke Malini biar bebas apa gimana? Sem*pr*ul emang!” batin Jason sambil melirik sinis ke belakangnya dan itu pintu yang beberapa saat lalu baru pemuda itu tutup.
Di kamarnya, Malini masih duduk di pinggir tempat tidur, sementara di tengah tempat tidur, Ananda masih lelap. Sampai detik ini, Malini membiarkan setiap telepon masuk dari nomor baru dan terus membuat layar ponselnya menyala. Malini yakin, itu memang Devandra.
“Untuk sementara, lebih baik Nanda enggak kenal kamu Mas. Terlebih Nanda memang sudah enggak butuh kamu. Andai ada apa-apa meski golongan darah Nanda juga spesial seperti darah kamu, pasti tetap ada jalan karena alhamdullilah, kami dikelilingi banyak orang baik,” batin Malini yang kemudian juga mendapati pesan WA dari Jason.
Papah : Ada penge*mis minta dirazia tuh di depan apartemen kamu. Mau aku bakarin kemenyan, takut tambah sakti tuh orang. Benar, kan, dia sakti? Buktinya, anak kritis saja tetap enggak mau sumbangin darahnya ke anak.
Bukan hanya pesan tulisan, karena Jason juga sampai mengirim foto Devandra. Di foto yang Jason kirimkan, Devandra tampak sangat terkejut dan tidak siap difoto.
Malini sudah langsung mengernyit serius seiring dadanya yang juga menjadi bergemuruh. “Mas Devandra datang ke apartemen? Untung aku enggak tinggal di sana dan untuk sementara memang mau di sini. Wah ... selamat loh, Mas. Lima tahun berlalu, alasanmu mau ke apartemen kami hanya karena kamu butuh dan nasib kamu memang sedang ada di ujung tanduk! Dari rumah kamu yang nyaris disita karena ternyata, kamu belinya pakai uang perusahaan. Juga, beberapa mobil kamu yang akan bernasib sama karena kamu masih pakai uang perusahaan!”
Saking kesalnya, Malini memutuskan untuk menjawab telepon dari Devandra karena pria itu kembali menghubunginya.
“MALINI SEBENARNYA DARI TADI KAMU DARI MANA? Cepat keluar aku sudah menunggu sangat lama di sini!” Dari seberang, suara Davendra sudah langsung marah-marah bahkan terdengar mema*ki Malini.
“Datanglah ke rumah orang tua angkatku. Di sini juga ada kakak-kakakku, dan jika kamu ingin berkonsultasi atas kasu*s hukum yang tengah kamu jalani, mereka pasti akan dengan senang hati membantumu.” Malini masih bertutur santai, benar-benar sabar.
“MALINIIII! Kamu jangan macam-macam kepadaku karena anakmu butuh aku!” balas Davendra lagi masih meledak-ledak meski pria itu masih berucap lirih.
“Anakku butuh kamu? Enggak salah? Bukannya yang butuh anakku itu Mas, biar Mas bisa berada di posisi aman? Gini deh Mas ... kalau Mas memang sadar bahwa posisi Mas salah, cukup minta maaf saja. Belajarlah dari kesalahan yang pernah Mas alami, dan tentu saja, tetap jalani proses hukum yang sudah berjalan.” Kali ini Malini benar-benar tegas. “Sudah tahu salah, masih saja egois bahkan marah-marah. Mohon maaf yah, Mas. Perlu aku ingatkan, di sini yang bos aku, bukan kamu. Bahkan anakku, meski anakku lebih muda dari Mas, anakku juga bos Mas!”
Berbeda dari sebelumnya, kali ini Devandra tak langsung menanggapi apalagi me*ma*ki-m*aki Malini lagi.
“Jika memang sudah tidak ada yang perlu dibahas, aku akhiri teleponnya ya Mas. Kita bahas sisanya di pengadilan saja. Kakak-kakakku sudah mengurus semuanya termasuk mas Akala yang Mas laporkan atas dakwaan pencemaran nama baik, selain Mas yang juga sampai melaporkan mas Akala dengan dakwaan penga*niaya*an. Alhamdullilah, semua berkas laporan Mas terhadap mas Akala kompak ditolak!” ucap Malini.
“Tunggu—ayo kita bicarakan baik-baik. Aku minta maaf!” sergah Davendra dan terdengar sangat memohon.
“Terus?” balas Malini.
“Aku benar-benar minta maaf, Malini! Ayo kita bicarakan lagi. Ayo kita selesaikan baik-baik. Ayo kita mulai semuanya dari awal lagi. Ayo, demi anak kamu, ... ayo kita menikah lagi dan menjadi keluarga bahagia untuk Ananda. Maafkan untuk semua kekhilafan sekaligus kesalahanku. Aku beneran mau kalian. Aku ingin seperti yang lain, menjadi orang paling bahagia karena memiliki kalian!” ucap Devandra panjang lebar dan Malini refleks memejamkan mata seiring tangan kiri wanita cantik itu yang jadi sibuk memijat pelipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Giantini
jangan mau mahlini dia cuma mau hartamu
2024-07-08
1
Sukliang
jgn mau
2024-01-27
2
Sugiharti Rusli
lha uda jelas" dia bilang anak kamu, dasar manusia ga punya otak mau cari selamat sendiri aja tuh si Davendra😡😡😡
2023-12-10
1