Berita viral makin heboh karena tuntutan dari pihak Devandra yang sampai disebar luaskan oleh pihak Akala. Masyarakat luas menuntut Gissel untuk segera diboi*k*ot dari layar kaca sekaligus dunia keartisan karena sebagai publik figur, Gissel tidak bisa menjadi contoh yang baik. Terlebih korba*n tabrak Gissel merupakan anak berkebutuhan khusus, yang juga makin berkebutuhan khusus. Karena setelah sempat kritis dan sebelumnya kehilangan banyak darah yang mana Devandra menolak menyumbangkan darahnya—kenyataan ini sampai disebar luaskan oleh Akala—kedua tulang kaki Ananda juga mengalami trauma dan terancam lumpuh.
Pihak perlindungan anak dan juga perlindungan perempuan sampai turun tangan untuk menemani, membuat pihak Devandra maupun Gissel gigit jari. Berharap mereka mendapat dukungan dari publik apalagi Gissel merupakan seorang model yang baru nyemplung ke dunia tarik suara sekaligus dunia peran, yang ada ulah sekaligus setiap perlawanan laporan keduanya justru makin membuat mereka babak belur.
“Dek, sekarang kamu cukup fokus bahagia. Fokus ke penyembuhan Ananda. Urusan Gissel dan Devandra, biar Mas sama yang lain yang urus!” yakin Akala kepada Malini.
Efek berita yang telanjur vir*al membuat Malini diungsikan ke rumah orang tua angkatnya. Karena memang ada beberapa oknum yang berusaha memanfaatkan Malini untuk menger*uk keuntungan.
“Iya, Mas. Aku percaya ke kalian, tapi ini Nanda sudah minta sekolah, dan Nanda mulai bertanya-tanya, kenapa kedua kakinya tetap enggak bisa gerak.” Menyampaikan itu, kedua mata Malini sudah langsung basah. Kedua mata Ananda saja masih bermasalah, tapi sampai detik ini, kedua kaki Ananda juga sampai tidak berfungsi.
“Sabar, harusnya sebentar lagi. Pelan-pelan. Terapi yang rutin saja. Kan sudah ada terapi khusus juga, kan?” balas Akala yang langsung membuat Malini mengangguk-angguk.
“Mas usahakan, paling lambat, lusa Devandra ditangkap!” yakin Akala yang kali ini memfokuskan tatapannya ke depan. Di halaman dalam rumah sana, Ananda tengah berjemur di kursi roda. Ananda juga tengah mendapat kunjungan dari pihak lembaga perlindungan anak. Bocah itu selalu menjawab setiap pertanyaan dengan lantang dan kini tengah membahas mengenai keinginan Ananda untuk sekolah.
“Aku beneran ingin pergi sekolah, tapi nanti teman-teman pasti makin sibuk nge*jek aku. Eh, si but*a jadi lump*uh—mereka pasti akan begitu, dan mamah pasti bakalan sedih lagi!” ucap Ananda.
Di hadapan Ananda, pria bertubuh besar berambut ikal gondrong dan diikat agak tinggi, menyimak setiap cerita Ananda sambil tetap jongkok guna menyelaraskan wajah mereka. “Jadi, selama ini, Nanda juga sering die*je*k sama teman-teman?” lembutnya memastikan sambil menatap Ananda dengan mata yang berembun.
Ananda yang menatap si pria menggunakan mata kanannya segera mengangguk. “Iya. Kalau enggak percaya, lihat saja CCTV di sekolahan aku. Sekolahan aku kan banyak CCTV-nya. Termasuk saat ketabrak, itu aku masih di depan sekolah dan harusnya yang lewat sekitar sana enggak boleh ngebut-ngebut,” ucapnya lagi dan langsung membuat lawan bicaranya mengangguk sambil tersenyum. Tangan kanan pria itu juga mengusap poni Ananda, hingga sang bocah rindu kepada Jason. Karena sejauh ini, ia hanya mendapatkan itu dari keluarganya dan juga pria lain yaitu Jason yang ia ketahui sebagai papahnya.
“Pihak lembaga perlindungan anak maupun lembaga perlindungan perempuan, sepakat menawarkan mediasi demi kebaikan mental Ananda, Mas,” ucap Malini sambil kembali menatap kakak iparnya.
Akala sudah langsung menatap Malini. “Terus?” Ia langsung menanggapi dengan serius karena biar bagaimanapun, Malini memang baru cerita.
Malini menghela napas dalam kemudian mengangguk-angguk. “Aku bilang oke mediasi, tapi bukan berarti proses hukum yang berjalan juga berhenti. Karena hasil dari proses hukum saja belum tentu sepadan dengan luka yang harus aku apalagi Nanda alami,” ucapnya.
Akala sudah langsung mengangguk-angguk. “Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu langsung hubungi Mas saja.”
“Mamah, ... aku mau sekolah! Aku kangen papah!” seru Ananda dari depan sana dan juga mengabarkan bahwa terapi yang dijalani sudah beres.
Malini tidak langsung menjawab dan malah kebingungan menatap kakak iparnya.
“Ya sudah, ayo diantar ke sekolah,” ucap Akala.
“Mintanya diantar papanya ya dengan kata lain, harus diantar Jason, Mas.” Malini mulai merasa serba salah. Sebab ketergantungan Ananda kepada Jason membuat bocah itu harus serba Jason.
“Ibaratnya, Ananda benar-benar ingin seperti yang lain. Menghabiskan waktunya dengan papahnya apalagi dia anak laki-laki.” Setelah berkata demikian, ia juga berkata, “Dia ingin pembuktian sekaligus membuktikan.”
Menyimak itu, Malini memutuskan untuk menelepon Jason.
Mendapati itu, Akala menghela napas pelan sekaligus dalam. Ia mengelus punggung kepala Malini kemudian berkata, “Mas doakan, kalian benar-benar berjodoh. Sejauh ini Mas lihat, Jason memang clengean, tapi Insya Allah dia tanggung jawab!”
Hati Malini sudah langsung terenyuh mendengarnya, selain kedua matanya yang juga sudah langsung berkaca-kaca menatap kedua mata Akala dan selalu menatapnya dengan banyak ketulusan. “Amin, Mas!” ucap Malini yang kemudian meminta izin untuk memeluk Akala.
Sebelum Malini memeluknya, Akala sudah lebih dulu melakukannya. Hati pria itu campur aduk memikirkan nasib bocah yang sudah ia rawat sejak kecil, sudah seperti anak sendiri, tapi kini harus mengalami perjalanan hidup yang benar-benar pelik.
“Weekend besok, Mbak dan adik-adik baru ke sini, ya. Pokoknya yang sabar, yang semangat juga!” ucap Akala sambil menepuk-nepuk pelan punggung Malini. Ia berusaha menyemangati karena hanya begitu yang ia mampu. Tak lupa, ia juga meminta Malini untuk jauh lebih bahagia karena sejauh ini, menyembuhkan luka mental bukan perkara mudah.
“Ini aku harus pakai baju apa? Ini mau ke sekolah loh, takutnya aku salah kostum. Ini aku masih di jalan, habis lari pagi dan jalannya macet banget!” Dari seberang, Jason sampai berteriak-teriak, meski teriakannya tetap tak sebanding dengan sederet bunyi klakson di sebelahnya. “Ya ampun Jakarta ya, berasa lagi di dekat jalanan India. Klakson ada di mana-mana!” kali ini Jason mengeluh. Membuat Malini yang nyaris memberikan arahan sudah langsung tertawa.
Diam-diam, Akala yang baru meninggalkan Malini dan tengah menghampiri Ananda, jadi ikut nyengir. Seperti yang ia bahkan yang lain yakini, meski Jason tipikal clengean, pria itu sangat tanggung jawab dan juga sudah langsung bisa membuat Ananda maupun Malini nyaman.
“Jangan pakai dasi sama jas, biasa saja,” ucap Malini.
“Setidaknya aku kan mau pamer, ya. Mau nunjukkin kalau selain punya papah, papah Nanda juga keren. Mau pakai seragam basket, eh aku bukan pemain utama lagi. Hahahahaha ... duh, jadi merasa kurang keren!”
“Masih ada kesempatan buat jadi pemain inti, kan?” tanya Malini yang jadi ikut sedih.
“Hanya kekuatan istri sama anak yang mampu jadi mukjizat kayaknya. Hahaahaha!”
Mendengar balasan santai dari Jason, Malini hanya menggeleng tak habis pikir. “Aku doakan supaya bisa balik ya! Serius, aku doanya kenceng banget meski di dalam hati.”
“Hahaha ... amin ... amin. Nanti habis ke sekolah, aku ada jadwal latihan. Kalau kalian mau ikut, kita langsung ke tempat latihan. Namun kalau memang enggak mau, ya aku antar kalian dulu.”
Jadi, keseruan apa yang akan terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
═ NISA ═
moga jodoh jason~malini
2024-03-13
3
Sugiharti Rusli
ah Jason memang sebaik itu😍😍😍
2023-12-10
2
Firli Putrawan
ananda bangga punya papa seperti Jason walau blm resmi, bapak sendiri malah hancurin mental anaknya
2023-10-14
1