“Tidak ada waktu lagi!” ucap Devandra gelisah.
Devandra menjadi mondar-mandir di depan meja makan sang mamah berada. Kemudian ia kembali dan menggeb*rak meja sekuat tenaga menggunakan tangan kanannya.
Ibu Sonya yang awalnya baru memejamkan kedua matanya, dan mencoba merenung, sudah langsung terkejut bahkan nyaris jantungan. Wanita itu bergegas berdiri dan menatap sang putra dengan kemarahan menyala. “Kamu mau bikin Mamah mati?!”
“Terus aku harus bagaimana, Mah?!” sergah Devandra meledak-ledak.
“Salahmu kemarin kenapa sampai gagal?!” balas ibu Marta tak kalah meledak-ledak.
Dua orang ART yang kebetulan akan masuk ke dapur, tampak sangat terkejut dan kompak memilih tidak jadi. Keduanya tunggang langgang pergi menjauhi pintu dapur yang dibiarkan terbuka sempurna, hingga mereka pikir, lewat sana, aman-aman saja. Namun pada kenyataannya, ada dua dakj*al berwujud manusia dan kebetulannya lagi malah bos mereka. Hingga mau tak mau, mereka harus pandai-pandai jaga sikap agar tetap mendapat hak lengkap.
“Laporan penga*ni*ayaan, termasuk laporan pencemaran nama baik untuk berita yang telanjur viral itu beneran hanya bikin kita makin salah apalagi di mata netijen yang maha benar, Mah!” Devandra makin meledak-ledak. Ia mengacak kasa*r kepala berikut wajahnya hingga rambutnya menjadi awut-awutan.
Ibu Sonya yang tak kalah bingung juga sebenarnya sudah kehabisan ide. Saking bingungnya, ia sampai terduduk lemas di salah satu kursi yang ada di sana. Ia dapati, tubuhnya khususnya jemari kedua tangannya yang sudah sampai gemetaran. Namun dengan segera, ia menatap Devandra seiring ia yang menemukan ide selaku solusi terjitu versinya untuk masalah yang tengah mereka hadapi.
“Nikahi Malini! Kamu harus menikahi Malini. Kita dekati anaknya!” sergah ibu Sonya begitu bersemangat.
“Menikah, dekati? Aku saja sudah disomasi dan wajib jaga jarak. Sepuluh meter menjadi jarak paling dekat aku boleh berkomunikasi dengan mereka apalagi Ananda, Mah!” balas Devandra yang kali ini murni berkeluh kesah.
“Aduh ...!” ibu Sonya menggunakan kedua tangannya untuk menepuk-nepuk kepalanya. Cukup lama ia melakukannya lantaran ide baru mengatasi masalah mereka, juga tak kunjung tercetus.
“Ayo Mah, cepat. Kita enggak punya banyak waktu!” ucap Devandra masih sibuk mengacak-acak kepalanya menggunakan kedua tangan, sambil mondar-mandir di sekitar sana.
“Pokoknya apa pun caranya, kamu wajib mendekati sekaligus bikin Malini mau sama kamu, Dev!” yakin ibu Sonya.
Masalahnya, sekadar berkomunikasi terlebih pertemuan secara langsung dengan Ananda dan Malini, Devandra benar-benar dibatasi.
“Keluarga Malini terlalu kuat. Sekali mereka maju, kita langsung babak belur, Mah!”
Meninggalkan Devandra yang masih kebingungan menemukan solusi bersama sang mamah, di dalam mobil, Ananda tengah kegirangan menemani Jason mengemudi. Sementara di belakang Ananda, Malini yang kali ini sampai memakai kacamata bening, tengah memeriksa setiap dokumen yang terkumpul di pangkuannya.
“Pah, Nanti Papah ikut masuk ke dalam kelas, ya!”
Permohonan Ananda barusan, sudah langsung mengusik fokus perhatian Malini. Malini refleks menurunkan kacamatanya, kemudian melongok wajah sang putra tanpa perantara bantu lihat lagi.
“Jelas lah, nanti Papah yang jadi gurunya!” balas Jason terdengar sombong bahkan di telinganya sendiri.
Malini sampai berdeham dan sengaja memberi peringatan. Malini dapati, melalui kaca spion di atas Ananda maupun Jason, Jason tersenyum tak berdosa kepadanya.
“Kalau sedang clengean begini, Jason jadi mirip pak gede Ojan!” batin Malini yang diam-diam mengawasi interaksi Jason dan Ananda. Setelah ia amati, keceriaan Ananda, ia pahami bocah itu tirukan sekaligus dapatkan dari Jason. Termasuk juga kenyataan Ananda yang tak mau diam, semua itu masih karena Jason.
Canda tawa yang menghidupkan suasana terusik oleh suara Ananda. Bocah itu meminta Jason untuk mengemudi dengan lebih hati-hati.
“Tangan Papah jangan joged-joged. Nyetirnya pakai dua tangan, biar selamat sampai tujuan!” ucap Ananda.
Detik itu juga, Malini langsung mesem. Lain dengan Jason yang detik itu juga langsung melempem.
“Kalau sudah begini, aku merasa dan memang sadar diri bahwa otakku kalah encer dari otak Ananda!” batin Jason. Hari ini, ia sengaja menjadi kaki bahkan tangan untuk Ananda. Tak ada kursi roda meski Ananda memang punya.
“Hallo teman-temannya Nanda yang sering tanya ke mana papahnya Nanda? Perkenalkan, Om papahnya Nanda. Karena Nanda sedang sakit, Om akan menjadi kaki sekaligus tangannya. Hari ini, kita belajar bersama, ya!” ucap Jason ceria sambil mengemban Ananda.
Malini yang mengikuti di belakang sambil menenteng tas Ananda, jadi tak kalah ceria. Terlebih menyaksikan ekspresi tak percaya, bahkan beberapa murid sampai ada yang bengong menatap Jason, kenyataan tersebut tak ubahnya bukti bahwa kehadiran Jason yang mengenalkan diri sebagai papah Ananda, sudah langsung menepis kabar miring mengenai status Ananda. Tak ada lagi anggapan “si buta yang enggak punya papah”. Atau fatalnya, kelump*uhan kedua kaki Ananda yang bisa jadi menjadi bahan empuk eje*kan mereka terhadap Ananda.
Ananda memang bersekolah di sekolah Internasional. Namun kenyataan tersebut tetap tidak menutup kemungkinan akan adanya kas*us bull*y, terlebih jika untuk hal-hal yang tak kunjung diberi bukti. Dengan kata lain, kedatangan Jason kali ini akan menjadi bukti sekaligus menepis anggapan semuanya, perihal status Ananda.
“Hello, Miss you—” Terbiasa membuat dan berucap manis bahkan genit, membuat Jason yang memang buaya d*arat, nyaris tidak bisa mengontrol. Padahal, Malini masih ada di sana dan baru akan keluar dari kelas. Hanya Jason yang tinggal.
Namun, interaksi antara Malini dan Jason, di mana senyum manis Malini sudah langsung dibalas dengan senyum parah dari Jason, justru membuat Ananda terkikik. Belum lagi ketika Jason yang masih memasang wajah bersalah, juga menempelkan kedua jemari tangannya di sisi wajah, membentuk hati dan diarahkan kepada Malini.
“Mamahhhh, balas sayangnya Papah ke Mamah!” seru Ananda yang sampai detik ini sengaja memakai kacamata khusus untuk melindungi kedua matanya.
Detik itu juga Malini kebingungan dan lama-lama kikuk. Ingin langsung minggat meski ia sudah ada di sebelah pintu, pasti yang ada Ananda langsung sedih.
Lain dengan Malini, kenyataan kini justru sengaja Jason manfaatkan untuk mendapatkan perhatian dari Malini. Terlebih biar bagaimanapun, mereka sudah sepakat untuk berkomitmen. Mereka sepakat untuk menikah dan menjadi orang tua bahagia untuk Nanda. Karenanya, ia sengaja memasang ekspresi manis. Terus membentuk hati dengan jemari dan juga wajahnya sambil menatap Malini, layaknya wajah bayi yang sangat tidak berdosa.
Diam-diam, seorang guru wanita dan tampak masih muda, berusia sekitar di pertengahan dua puluh, merekam momen Jason dan Malini. Kata “Ciee ....” dari mulut anak-anak di sana sudah langsung pecah ketika akhirnya, kedua jemari tangan Malini, juga membentuk hati dan ditujukan kepada Jason.
Malini dapati, dari semuanya, walau hanya mata kanan yang berfungsi, Ananda terlihat sangat bahagia. Ananda menjerit kegirangan sambil memeluk tengkuk Jason yang masih duduk sila di sebelah kursi bocah itu duduk, menggunakan kedua tangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
blm bonyok ma ndak berbntk lo dep
2024-10-26
0
Sugiharti Rusli
keknya lebih seru sama Jason, jadi hidup lebih berwarna yah
2023-12-10
4
Firli Putrawan
wow bahagianya ananda 👍👍👍, sykurin s devandra lgsg kismin
2023-10-14
1