Dunia Devandra seolah berputar lebih lambat ketika pandangannya yang menoleh ke belakang, dan itu keberadaan ranjang rawat Ananda tergolek tak sadarkan diri. Wajah Ananda, wajah dari anak Malini selaku wanita yang langsung ia buang sejak ia ketahui sudah tak perawan, benar-benar mirip dengan wajahnya!
Dada Devandra langsung kebas, bergemuruh, dan membuat pria berahang tegas itu merasa sangat tidak nyaman. “Dia benar-benar anakku?” pikirnya. Namun karena dari depan, Gissel tak hentinya merengek manja, minta didampingi sekaligus diselamatkan, ia tak memiliki pilihan lain selain mengakhiri pandangannya kepada Ananda yang sudah dikawal Malini. Ia memutuskan menyusul Gissel dan menutup rasa ingin tahunya kepada Ananda.
“Sekejam ini kamu ke Nanda, Mas!” batin Malini benar-benar dendam. “Jangan salahkan takdir jika kamu sampai dibenci oleh anakmu sendiri!”
***
“Papah ....” Itulah kata pertama yang keluar dari bibir mungil Ananda, ketika akhirnya bocah itu tersadar.
Pandangan Ananda masih kabur, benar-benar tidak jelas. Namun, ada sosok bertubuh tegap berpenampilan santai dan sampai detik ini masih belum pergi dari pandangannya.
Biasanya, keadaan seperti itu, yaitu pandangan Ananda yang akan menangkap bayang-bayang sosok pria, dan Ananda yakini sebagai sang papah yang akhirnya datang, hanya akan berlangsung sesaat. Karena biasanya, selalu saja bayang-bayang yang Ananda harapkan sebagai papahnya, justru hilang tak mau menemuinya. Namun kali ini, sosok pria berambut nanas itu malah menghampirinya.
Sosok pria tersebut merupakan Jason. Pria itu tak segan jongkok hanya agar bisa membuat wajahnya dekat dengan wajah Ananda, guna mempermudah komunikasi mereka. “Hai Boy ... kamu sudah merasa lebih baik? Kamu harus cepat sehat, ya. Biar kamu bisa jagain mamah kamu!”
“Papah ...? Apakah kamu Papah aku?” tanya Ananda yang berusaha duduk, tapi sampai detik ini, pandangannya jauh dari kata jelas. Ia begitu antusias lantaran kali ini, selain menghampirinya, sosok yang ia yakini sebagai papahnya juga sampai mengajaknya berbicara!
Jason yang segera merangkul punggung Ananda, menjadi memiliki penilaian lain atas keadaan sang bocah yang tampak jelas berusaha mengenali wajahnya. “Apakah anak ini sama sekali belum pernah melihat papahnya? Namun jika mengingat pertemuan kedua orang tuanya kemarin, tampaknya pria sint*ing itu memang lepas tanggung jawab dari awal. Jadi, kemungkinan mereka saling bertemu bahkan pernah bertemu, tampaknya juga tidak ada,” pikir Jason.
“Pah, ... aku janji aku mau operasi katarak lagi, asal Papah tetap bersamaku. Asal Papah mau bersama kami. Aku dan mamah benar-benar butuh Papah. Aku sudah capek dipanggil ‘si buta yang enggak punya papah’. Karena di saat mamah tahu itu, Mamah akan kembali sedih.” Ananda tersedu-sedu, mengadu sekaligus memohon kepada Jason yang tetap tidak bisa ia lihat karena katarak bawaan sejak lahir dan telah membuatnya kerap menjalani operasi pergantian lensa mata.
Sejak lahir, Ananda memang mengidap katarak kongenital, dan itu menjadi salah satu yang Ananda warisi dari keluarga sang papah. Katarak kongenital sendiri merupakan kelainan yang biasa ditemukan di bagian lensa mata, dengan adanya keruh di sekitar lensa yang membuat bayi kesulitan melihat dengan jelas. Masalah, seorang pengidap katarak, tetap memiliki kemungkinan kembali terkena katarak, sementara satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan itu ialah menjalani operasi pergantian lensa mata lagi. Itulah yang dialami oleh Ananda, tapi jika bocah itu tetap tidak bisa bersama papahnya dan membuat papahnya bersama-sama dengannya sekaligus sang mamah, Ananda memilih buta dan perlahan mati agar tidak membuat mamahnya sedih lagi.
“Kalau Papah tetap enggak mau sama-sama kami, aku enggak mau operasi mata lagi. Lebih baik aku buta kemudian mati agar mamah enggak sedih-sedih lagi!” Ananda makin tersedu-sedu dan tampak sangat sedih.
Seorang bocah bisa berbicara seperti itu, membuat Jason yakin, bocah di hadapannya sudah melalui banyak masa-masa sulit. Tak semata karena matanya yang tidak bisa melihat dengan jelas dan sampai membuatnya dipanggil ‘Si Buta yang Tak Punya Papah’, tapi juga mengenai rasa sayang Ananda kepada sang mamah yang selama ini harus berjuang sendiri mengurus Ananda! Kenyataan tersebut membuat hati Jason terasa remuk, dan pria itu memilih untuk membagi pelukannya kepada Ananda.
“Anak laki-laki harus kuat. Kamu harus operasi agar kamu bisa lihat papah kamu!” yakin Jason.
Sementara itu, di luar, di lorong sebelah tangga darurat tapi bukan tempat dua hari lalu, pertemuan antara Malini dan Devandra kembali terjadi.
“Cabut laporanmu karena apa yang kamu lakukan sudah membuat karier Gissel hancu*r!” tegas Devandra lirih sambil menatap Malini yang bersedekap sekaligus menyikapinya dengan dingin. Ia menatap marah Malini yang sudah langsung melayangkan peperangan kepadanya hanya karena Ananda sudah melewati masa-masa kritis.
“Jika tujuan Mas ke sini hanya untuk itu, maaf. Jawabannya tetap sama, AKU TIDAK AKAN PERNAH MELAKUKANNYA!” tegas Malini yang juga bertutur lirih.
“Katakan kepadaku, apa yang sebenarnya kamu inginkan!” tegas Devandra yang sudah langsung menyikapi Malini dengan lebih dingin.
“Keadilan. Agar manusia seperti calon istrimu, jera!” singkat Malini yang memilih pergi dari sana. Ia melewati Devandra begitu saja. “Jangan pernah menemui kami jika tujuanmu tetap untuk hal yang sama!”
“Jadi, kamu berharap alasanku mendatangi kalian untuk hal lain, selain memohon kebebasan untuk Gissel?!” marah Devandra sambil menghadap sekaligus menatap punggung Malini.
Karena Malini tidak menjawab dan malah makin cepat melangkah, Devandra sengaja menyusul. “Malini! Aku pastikan, sampai kapan pun, anak itu tidak akan punya papah jika cara kamu seperti ini!” tegas Devandra sengaja mengancam.
Malini yang mendengar itu langsung geram. Malini segera balik badan dan menatap pria di hadapannya penuh kekecewaan.
“Papah ...?” ucap seorang bocah laki-laki dari belakang Malini.
Malini sudah langsung terkesiap karena wanita itu mengenali suara bocah tadi sebagai sura Ananda, anaknya. Jantungnya sudah langsung berdetak sangat kencang lantaran ia tak rela andai sang putra bertemu dengan Devandra. Karena setelah apa yang terjadi, dan bahkan sampai detik ini, Devandra tetap tidak peduli kepada Ananda yang sakit dan sempat kritis, bagi Malini, hukuman paling pantas untuk Devandra ialah tidak dikenali oleh darah dagingnya sendiri. Namun setelah Malini menoleh sekaligus memastikan, putranya tidak sendiri. Sebab seorang pria tengah mengemban Ananda sambil menenteng botol infus.
“Pah, kita mau ke mana?” tanya Ananda dan tentu saja kepada Jason.
Bukan hanya Malini yang melongo menyaksikan pemandangan di depan sana, dan itu kebersamaan Ananda dengan Jason. Karena Devandra yang sempat yakin bahwa Ananda merupakan putranya, juga langsung merasa tertam*par.
“Kenapa dia memanggil laki-laki itu papah? Bukankah papahnya itu, aku?” pikir Devandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
km kok kyk prempuan ya..pengecut, cemen, picik pikirannya..pengen tak masukin ke gorong ni lakik
2024-10-26
0
Sweet Girl
Yakin kamu papanye....???
2024-10-15
0
Ida Ulfiana
ngarep bngt ngaca dong bukanya situ yg udh buang nanda
2024-06-06
1