Jason yang sudah berkeringat parah, memilih istirahat di sebelah Malini ketimbang menunggu di pinggir lapangan bersama pemain cadangan lain. Alasannya beragam, selain di sebelah Malini membuat Jason merasa lebih adem bahkan damai, pada kenyataannya, Jason memang telanjur gondok sekaligus kecewa kepada tim basket sekaligus pelatihnya. Bayangkan saja, hanya karena tiga hari tak ikut latihan, ia sampai kehilangan posisi sebagai anggota inti sekaligus kapten basket. Padahal, sejauh ini, Jason selalu menjadi nyawa di timnya. Jason selalu menjadi pen*y*erang andalan.
Malini segera memberikan bekal minumnya kepada Jason. “Minum.” Kemudian ia juga sengaja mengeluarkan handuk kecil dan menggunakannya untuk mengelap setiap keringat Jason.
Seperti yang Jason bayangkan, istirahat di sebelah Malini, jauh lebih membuatnya merasa adem bahkan nyaman. Karena meski ia sudah mengenal sekaligus menjalin hubungan dengan banyak wanta, baginya Malini memang beda. Bahkan meski mengurus Ananda saja sudah membuat Malini repot, Malini tetap bertanggung jawab mengurus Jason.
“Gimana perasaan kamu, malah duduk di sini? Enggak ada si tengah lapangan lagi bersama tim inti?” lembut Malini masih mengeringkan keringat Jason khususnya di sekitar wajah maupun leher.
“Sumpah aku bahagia banget, Ni!” ucap Jason menggebu-gebu sambil menatap Malini. Malini yang awalnya menatapnya sendu, sudah langsung terkejut. “Berasa penjajah yang sudah menaklukkan daerah jajahannya. Lihat saja aku, duduk santai di sini sama kamu yang kecantikannya bikin para bidadari sakit hati, lihat mereka yang permainan basketnya aduh ... mohon maaf mulutku yang enggak kenal rem ini, bawaannya pengin menghina!” Jason duduk santai atau itu leyeh-leyeh apalagi Malini sudah sibuk menahan senyum karena penjelasannya.
“Papah ... Papah,” rengek Ananda dari sebelah Malini.
Jason langsung panik. “Apa Sayang ...? Apa? Astaga, Papah mendadak amnesia. Lupa kalau sekarang Papah sudah punya anak!” ucapnya yang buru-buru mengangkat sekaligus memindah tubuh Ananda ke pangkuannya. Ia juga meraih bekal berisi beberapa potongan buahnya kemudian menyuapkannya ke Ananda. Namun karena Ananda berdalih sudah kenyang, ia sengaja menghabiskan semua potongan buah yang tersisa dan jumlahnya memang tinggal sedikit.
Sepanjang kebersamaan mereka, diam-diam Malini terus mengawasi sikap sekaligus interaksi Jason khususnya kepada Ananda. Sikap Jason yang tetap mengurus Ananda meski di depan umum, membuat Malini lega. Karena semua itu sudah lebih dari cukup menjadi bukti, Jason benar-benar serius sekaligus tulus kepada Ananda.
“Pah, kalau mereka lawan Papah, yang menang siapa?” tanya Ananda.
“Ya Papah lah. Mereka enggak ada apa-apanya dari Papah. Satu lawan semua, tetap Papah yang menang!” yakin Jason dan sudah langsung membuat Ananda girang.
“Pah, ngomongnya disaring dikit, takutnya bikin sakit hati dan jadi awal mula penyakit AIN,” lirih Malini berbisik-bisik dan sengaja menegur Jason.
Jason sudah langsung menghela napas kemudian menatap Malini. “Aku ngomong fakta, Mah ....” Ia juga membalas sekaligus berbicara dengan lirih.
Dengan sabar, Malini menghadapi Jason. “Ingat filosofi padi, Pah. Makin padi berisi, mereka akan makin menunduk. Sementara padi tak berisi alias gabug, akan sibuk mendongak—congak.”
Untuk kali ini, Jason langsung tidak bisa menjawab. Walau ketika ia melihat kapten baru di timnya dan malah gagal memasukkan bola, ia sudah langsung berseru kecewa.
Mendapati Jason yang sudah langsung emosional, Malini sengaja berdeham, memberikan kode keras. Detik berikutnya juga, Jason balas berdeham kemudian menunduk.
“Makin padi berisi, makin menunduk,” ucap Jason lirih sambil sesekali melirik Malini. “Omong-omong, Mamah ngerasa aneh juga, enggak? Di mana-mana kan, yang cool itu cowok. Lah kita kok kebalik. Kamu yang cool, aku yang aktif?” lanjutnya masih lirih sambil menatap Malini. Entah kenapa, wanita itu malah menjadi menahan senyum.
“Aktif berisik, maksudnya?” lirih Malini memastikan, tapi Jason sudah langsung tertawa. Bersamaan dengan itu, ia yang merasa gemas kepada Malini, refleks menggunakan sebelah tangannya untuk meraih sekaligus mengacak pelan punggung kepala Malini.
“Mamah sama Papah bahagia banget,” batin Ananda yang diam-diam sengaja meraih sebelah tangan Malini maupun Jason. Menggunakan kedua tangannya, ia menyatukan tangan mereka melalui genggaman erat.
Ulah Ananda memang langsung mengejutkan Malini maupun Jason. Namun Jason yang tipikal sekali maju pantang mundur, sengaja menggenggam erat tangan Malini maupun Ananda. Justru Malini yang masih malu-malu, tapi sebisa mungkin terus mengimbangi.
“Aku memang enggak paham dunia basket, tapi yang aku tangkap, permainan kali ini loyo,” ucap Malini memberikan penilaiannya.
“Lah iya ... kamu saja beranggapan begitu, kan? Di sini kan aku ibaratnya nyawa tim. Ya sudah, mereka yang mau!” balas Jason tak mau ambil pusing.
“Nanti Papah sama aku saja, bikin tim baru!” ucap Ananda bersemangat. Ia sampai menengadah hanya untuk menatap wajah Jason. Sampai detik ini, pria asing yang ia anggap sebagai papahnya, masih memangkunya.
“Wahhh! Ide bagus! Yuk kita mulai latihan di sebelah!” ucap Jason bersemangat dan langsung membawa Ananda pergi dari sana.
Malini yang tak mau Ananda kenapa-napa, segera mengikuti sambil membawa ransel kecil berisi keperluan mereka.
Jason membawa Ananda turun ke lapangan basket bertepatan dengan pemain inti yang beranjak bubar untuk istirahat. Lapangan dalam keadaan bebas, dan Jason menggunakannya untuk latihan dengan Ananda.
Sambil terus mengemban Ananda menggunakan satu tangan, Jason terus menunjukkan kepiawaian permainan basketnya. Awalnya Jason yang melempar sekaligus memasukkan bola basketnya ke ring secara langsung. Namun karena Ananda begitu antusias untuk belajar, Jason akan selalu memberikan bolanya kemudian menuntun Ananda untuk memasukan bolanya secara langsung ke dalam ring.
Senyum semringah sekaligus gelak tawa Ananda dan Jason yang terus bekerja sama memasukkan bola, menjadi alasan kebahagiaan seorang Malini membuncah.
“Bersama Jason, Nanda tidak pernah merasa kekurangan. Bersama Jason, Nanda melupakan setiap luka-lukanya. Bersama Jason, Nanda merasa semuanya akan selalu baik-baik saja. Ini sangat luar biasa, ... tak semata karena Ananda begitu haus kasih sayang sekaligus figur seorang papah. Karena pada kenyataannya, Jason memang pandai membahagiakan Ananda,” pikir Malini. Ketika ia mengalihkan tatapannya dari Jason dan Ananda untuk mengawasi sekitar, senyumnya langsung surut lantaran anggota tim inti, kompak menatap kebersamaan Jason dan Ananda dengan tatapan khas orang iri bahkan benci.
Setelah seharian ditemani Jason, Ananda pulang dalam keadaan ketiduran. Malini sengaja memangkunya sambil duduk di sebelah Jason yang masih menyetir mobil.
“Hari ini, rasanya nano-nano. Aku beneran enggak sabar nunggu Nanda bisa jalan,” ucap Jason bersemangat. Ia tersenyum kepada Malini yang juga langsung balas menatapnya sambil tersenyum. “Pasti seru banget main basket, rebutan bola dan lihat dia lari-lari bawa kabur bolanya,” lanjutnya lagi.
Mereka baru saja sampai di depan gerbang rumah mewah yang menjadi tempat tinggal baru Malini dan Ananda. Rumah Tuan Maheza selaku orang tua angkat Malini.
“Halo mas Daven ... mas apa kabar? Masih sehat, kan? Lihat, ada yang sayang banget ke Nanda dan Nanda pun dekat banget sama dia. Semoga Mas tetap waras walau kamu mengetahui ini!” batin Malini yang merasa, dekatnya Ananda dengan Jason, juga kedekatan keduanya yang selalu bahagia, tak ubahnya kemenangan tersendiri untuknya dari Devandra yang sudah menyia-nyiakan Ananda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
sweetie belle
g pikir dev orgkay tnyt kayanya hasil curian toh da gt bangga lg ckckck
2025-01-09
0
Sugiharti Rusli
bstul Lin, semoga si Davendra
2023-12-10
1
inayah machmud
bahagialah malini lihat putra mu Ananda dia bahagia bersama jason
2023-12-08
2