“Mamah di sini?” ucap Ananda meski pandangannya belum menemukan sosok apa pun selain keadaan tidak jelas sekaligus kabur.
Menyaksikan itu, Jason berpikir bahwa bocah yang ia emban terbilang genius. “Kamu mengenali mamahmu dari aroma tubuhnya?” lembutnya sambil menunduk guna mendekatkan wajahnya dengan wajah Ananda.
Mendengar itu, Ananda sudah langsung mengangguk-angguk sambil tersenyum ceria. “Iya. Aku selalu mengenali orang melalui aroma tubuh sekaligus barang-barang khususnya yang berbunyi, di setiap pandanganku membur*uk layaknya sekarang, Pah! Dengar, Mamah pakai gelang yang bunyi di setiap Mamah menggerakkan tangannya yang pakai gelang.”
Dipanggil papah oleh bocah energik layaknya Ananda yang memiliki semangat juang tinggi, Jason nyaman-nyaman saja.
“Good boy!” puji Jason sambil menempelkan jempol tangan kirinya yang menenteng botol infus ke pipi kanan Ananda, dan bocah itu sudah langsung tersenyum memamerkan senyum menggemaskan berhias lesung pipi mirip Malini.
“Mereka sedekat itu?” batin Malini jadi bingung sendiri. Tadi, Jason yang mendadak datang, berdalih ingin menjenguk Ananda. Namun, Malini sungguh tak menyangka jika keduanya akan langsung sedekat itu. Langkah Malini refleks menjadi lebih pelan hanya karena panggilan yang Ananda berikan kepada Jason.
“Sebentar ... Ananda kok kayak enggak bisa lihat begitu? Matanya kayak enggak berfungsi ... ah iya, aku lupa. Nanda kan katarak dan sepertinya dia sudah telat buat ganti lensa mata, makanya matanya enggak berfungsi dengan semestinya! Ini beneran bisa jadi alat bukti, kalau justru Ananda dan wali atau setidaknya penjaganya yang salah karena sudah lalai dan bikin Gissel kecelakaan!” batin Devandra sudah buru-buru pergi dari sana. Ia sudah langsung menyusun rencana agar calon istri yang sangat ia cintai keluar dari jerat hukum. Tak peduli, meski ia harus membayar mahal untuk kenyataan tersebut dan salah satunya, membuat Ananda menjadi tersangka!
Malini yang berpikir Devandra akan menemui Ananda bahkan merebut Ananda darinya, justru mendapati kenyataan sebaliknya. Karena pria itu justru buru-buru pergi dari sana dengan sangat bersemangat.
“Apa yang Mas Dev rencanakan?” pikir Malini yakin, alasan papah biologis Ananda mendadak sangat semangat lantaran pria itu tengah merencanakan sesuatu yang dampaknya sangat besar sekaligus menguntungkan.
“Dia nyari kamu,” ucap Jason mengabarkannya kepada Malini.
Malini mengangguk-angguk kemudian mengucapkan terima kasih kepada Jason yang lagi-lagi membantunya mengurus Ananda. Ia hendak membopong, mengambil alih Ananda dari Jason, tapi bocah itu mengeluhkan keadaan kedua kakinya yang tidak bisa digerakkan.
“Enggak bisa digerakkan gimana? Sakit, enggak?” ucap Malini sudah langsung panik karena terlalu khawatir. Kedua matanya berembun lantaran ia telanjur membayangkan kemungkinan terb*uruk dari yang dikeluhkan Ananda dan itu kelumpuhan.
“Iya, Mah. Kakiku enggak bisa gerak, ini ...,” ucap Ananda sambil menahan sedih dan rasa takutnya lantaran ia tak mau membuat mamahnya bersedih apalagi menangis lagi.
Sekitar dua puluh menit kemudian, dokter yang melakukan pengecekan terhadap keadaan Ananda khususnya kedua kaki bocah itu, langsung memberikan tanggapan ekspresi sangat sedih. Malini sudah langsung kacau dan mulai kembali tidak bisa tenang. Untuk ke sekian kalinya, langit kehidupan Malini kembali runtuh. Dada wanita cantik itu bergemuruh, seiring cairan hangat yang memberontak keluar dari kedua matanya.
“Semoga hanya karena trauma. Nanti kita rutin terapi saja,” ucap sang dokter yang kemudian mengajak Ananda berkomunikasi. “Nanda, nanti operasi lensa mata lagi yah, Sayang.”
Karena kebetulan, rumah sakit di sana sudah menjadi rumah sakit langgana*n Malini membawa Ananda berobat.
“Aku mau operasi asal sama Papah,” ucap Ananda yang kemudian mengendus aroma tubuh Jason lantaran pandangannya memang sudah tidak bisa diandalkan. Pandangannya makin kabur sekaligus buram.
“Mas ... harus bagaimana sih bikin kamu peka!” batin Malini sudah kelepasan air matanya.
“Oke good boy! Ayo kita operasi lensa mata, terus nanti terapi kaki. Nanti ... nanti Pa-Pah, juga ingin ajarin kamu main basket. Oke?” ucap Jason yang sengaja mendekat di sebelah Malini. Ia bahkan sengaja menjabat tangan kanan Ananda.
Malini dibuat melongo, menatap tak percaya pemandangan di sebelahnya. “Pria asing ini mengaku sebagai papahnya Ananda? Heiii, dia ada masalah hidup apa? Ada udang di balik bakwan, kah?” batin Malini harap-harap cemas.
“Oh, jadi Anda ini, papahnya Ananda?” ucap pria berkacamata bening yang berdiri di seberang Jason maupun Malini, dan tidaklah lain dokter yang menangani Ananda.
Detik itu juga, Malini dan Jason sudah langsung salah tingkah sekaligus refleks saling lirik.
“Iya, kan, Pah?” seru Ananda sambil berusaha menatap Jason. Ia begitu bersemangat dan tak sabar untuk sembuh agar bisa main sekaligus memamerkan papahnya kepada semua orang khususnya teman-teman yang selama ini membul*ynya hanya karena mereka berpikir, ia tak punya papah.
“Nanda s-sayang ...,” ucap Malini merasa tak enak kepada Jason.
“Tentu dong! Makanya besok kamu operasi lensa mata sekaligus terapi kaki biar kita bisa jalan-jalan, ya!” dengan santainya, dan terbilang gaya pecicilan, Jason menyemangati Ananda.
“Makin enggak beres nih orang. Mirip mas Azzam sama mas Liam. Bismillah lah, dia memang orang baik!” batin Malini, sambil menatap was-was Jason yang lagi-lagi mengajak Ananda tos. Gaya Jason yang mendadak pecicilan, dirasa Malini memang itu wujud asli dari pria yang dipanggil papah oleh Ananda.
“Tapi nanti Papah sama Mamah nikah lagi, ya!” mohon Ananda, makin bersemangat.
“Heh?!” batin Malini maupun Jason di waktu yang sama, seiring mereka yang kompak saling lirik canggung satu sama lain.
“P-pah ... M-mah ...?” lirih Ananda dengan nada suara yang sudah menjadi terdengar sangat sedih.
Mendadak, Jason yang bingung justru tersenyum lepas tapi terlihat jelas hanya sandiwara. Kemudian, pria bermata biru itu menggerakkan tangan kanannya dan dengan kaku memeluk Malini sambil tertawa. Tawa yang tak kalah kaku, selain ia yang kemudian berkata, “Ananda .... s-sayang! Ini ... ini Papah lagi peluk Mamah! Kami pelukan dan saling sayang!” Ia sengaja melotot kepada Malini agar wanita cantik itu segera memeluknya juga agar apa yang ia katakan beberapa saat lalu kepada Ananda, benar-benar menjadi kenyataan.
“P-peluk aku!” bisik Jason sambil terus mendelik lantaran wanita bertubuh mungil di hadapannya tak kunjung peka. Ia bahkan terpaksa melingkarkan kedua tangan Malini ke tubuhnya, kemudian menuntunnya kompak tersenyum, memamerkan kebahagiaan kepada Ananda.
“Nih orang enggak tahu kalau Ananda genius dan bakalan tetap nagih kalau kemauannya belum terpenuhi?!” kesal Malini dalam hatinya. Namun, ia benar-benar tidak bisa menolak ajakan Jason yang kali ini. Sebab pria asing di sebelahnya sampai mengajaknya memeluk Ananda, bersama-sama.
“Aku bahagia banget, Mah ... Pah. Aku pengin cepat-cepat bisa lihat lagi, biar aku bisa lihat wajah kalian, dan kita juga bisa jalan-jalan bareng!” lembut Ananda menggunakan kedua tangannya untuk membingkai wajah Jason maupun Malini yang ia tempelkan ke wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Ida Ulfiana
dev kok jahat bngt sih
2024-06-07
0
Yane Kemal
Sedih
2024-05-02
0
Sukliang
/Sob//Sob//Sob//Sob/
2024-01-27
1