“K-kak ....” Sekadar memanggil Jason saja, Malini bingung karena biar bagaimanapun, sebelumnya mereka tidak kenal. Malahan sampai sekarang, Malini juga belum mengenal Jason. Sekadar nama saja, Malini benar-benar belum tahu. Namun karena pemuda itu pergi dengan buru-buru, juga apa yang sudah terjadi kepada mereka khususnya yang membuat Ananda sangat berharap, mau tidak mau, Malini sengaja meminta pertanggung jawaban.
“Eh Mah ... maaf, sori banget. Aku belum pamit, ya?” ucap Jason ketika Malini tiba-tiba sudah ada di hadapannya. Gaya Malini dalam menyalip langkahnya dengan sangat cepat, baginya sangat keren. Lebih keren dari para ma*ling yang tertangkap basah kemudian buru-buru melarikan diri.
“M-mah ...?” lirih Malini mengulang panggilan Jason kepadanya. Ia bersedekap sambil mengernyit menatap Jason yang terlihat sangat gelisah.
“Ya iya ... Nanda panggil kamu begitu, kan?” balas Jason dan sudah langsung membuat lawan bicaranya mati gaya.
“Nah, mengenai itu. Saya benar-benar minta tanggung jawab kamu. Kenapa kamu—”
Malini yang mendadak galak sebenarnya belum selesai bicara, tapi Jason sudah lebih dulu berkata, “Tenang, Mah. Enggak apa-apa. Hanya nikah, kan? Oke, Mah. Itu mudah dan sangat mudah karena aku juga lagi dikejar-kejar buat nikah!”
Malini langsung bingung sebingung-bingungnya. Andai ia kenal Jason, pasti ia maklum. Lah ini, tidak saling kenal, tapi mau menikah?
“Asli Mah. Kalau Mamah nikah sama aku, Nanda kan seneng banget tuh. Sama halnya kalau aku nikah sama Mamah. Aku terhindar dari perjodohan, selain ... selain aku yang enggak jadi dicoret dari daftar kartu keluarga sekaligus ... ahli waris!” sergah Jason sampai detik ini masih berbicara dengan nada lirih sekaligus cepat.
“T-tapi ....” Malini yang telanjur trauma dan memang tidak bisa menjalin hubungan lagi, menjadi sulit mencari-cari alasan.
“Jangan bilang Mamah masih ngarep ke Devandra? Ih nadjis ... kayak enggak punya harga diri saja, Mah. Sudah disakiti, ibaratnya harga diri Mamah, Nanda, dan juga keluarga kalian sudah diin*jak-inj*ak sama dia, masa iya Mamah masih ngarep? Belum lagi pas Nanda kritis kemarin, dia juga tetap enggak peduli dan juga tetap bela calon istri yang sudah bikin Nanda kritis.” Jason menghentikan ucapannya. Ia menghela napas sambil menatap tak habis pikir Malini. “Cinta boleh, tapi jangan g0blog Mah!”
Malini menggeleng tak habis pikir. “Saya benar-benar tidak bisa menjalin hubungan apalagi menikah lagi.”
“Namun demi Ananda tanpa harus dijelaskan keadaannya, Mamah wajib mengubah pemikiran Mamah yang satu itu,” yakin Jason yang kembali pamit, tapi kali ini dokter Anam selaku dokter yang menangani Nanda, mendadak menghampiri sekaligus minta foto bersama lengkap tanda tangan.
“Hah ...? Foto bareng terus tanda tangan? Memangnya dia siapa? Artis?” batin Malini refleks mundur dan sesekali mengawasi apa yang terjadi di hadapannya, melalui lirikan. Kini, di hadapannya, Jason dengan sangat ramah merangkul dokter Anam, membiarkan dokter Anam mengabadikan kebersamaan keduanya melalui bidik kamera ponsel. Sementara beberapa saat kemudian, dokter Anam mengeluarkan sebuah seragam basket warna merah dari kantong kartonnya. Di seragam basket berwarna merah bertulis “Jason” itu juga, Jason diminta tanggung jawab.
“Jason ...? Dia siapa, sih? Pemain basket?” pikir Malini lagi masih jaga jarak.
“Makasih banyak kak Jason. Enggak sangka ternyata Kakak justru papahnya Nanda!” ucap dokter Anam yang kemudian pamit sekaligus pergi lantaran harus kembali melanjutkan tugasnya.
Kini, hanya tinggal Jason dan Malini. Namun, senyum ramah Jason langsung hilang ketika pria itu menoleh sekaligus berhadapan dengan Malini. Wanita yang sampai detik ini masih bersedekap, menatapnya dengan tatapan curiga.
“Sebenarnya, kamu siapa?” tanya Malini tegas tapi santun.
“Oh iya, Mah. Kita bahkan belum kenalan!” Tangan kanan Jason sudah langsung menjabat tangan kanan Malini. Ia berbicara panjang lebar dan sampai meminta nomor ponsel Malini, menulisnya di ponselnya kemudian menghubungi nomor Malini hingga mereka berakhir memiliki nomor ponsel satu sama lain.
“Langsung telepon saja kalau Nanda bangun. Hari ini jadwal aku sibuk banget, paling baru bisa ke sini malam,” ucap Jason sambil melangkah mundur sekaligus agak berlari. Karena meski ia buru-buru, ia merasa harus tetap pamit sambil menatap Malini.
“Sebentar lagi keluargaku datang dari kampung. Jadi kamu enggak perlu minta temen kamu buat ke sini!” seru Malini. Karena terus hanya berdua dengan Nanda, Jason mengira Malini tidak memiliki sanak saudara.
Detik itu juga, Jason langsung mengangguk-angguk sambil mengacungkan kedua jempol tangannya kepada Malini, sebelum pemuda itu benar-benar pergi. Ia ngebut menggunakan motor gedenya yang terparkir di tempat parkir bagian depan rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, Jason mengabaikan setiap dering di ponselnya yang juga tak hentinya bergetar di saku sisi celana levis pendeknya. Tak sampai setengah jam, akhirnya ia sampai di depan sebuah gedung dan halamannya sudah padat kendaraan parkir.
“Jason sesi latihan sudah selesaiiiii!” ucap pak Hamis lirih tapi sangat geregetan, Jason yang menanggapinya dengan kelewat santai.
“Kalau sesi latihan sudah selesai, berarti aku tinggal pemanasan terus tanding lah Ko!” ucap Jason kepada pria chinese di hadapannya dan tampak sangat marah.
Namun karena pak Hamis tampak akan mener*k*amnya hidup-hidup, Jason memilih buru-buru kabur, masuk ke dalam ruang ganti, membuka sebuah loket dan membuatnya berakhir mengenakan seragam basket warna merah bertulis “Jason” di bagian punggungnya. Terakhir, kedatangannya ke lapangan basket dan masih di dalam gedung, disambut tatapan sekaligus gelengan tak habis pikir oleh sekumpulan pemuda sebayanya yang juga sudah memakai seragam layaknya dirinya. Mereka memakai seragam basket atasan merah sementara bawahannya ada warna hitamnya. Namun ternyata, alasan rekan di tim basket Jason sampai menatapnya dengan geram, lantaran walau kaki kanan Jason sudah memakai sepatu, kaki kirinya masih memakai sandal.
“Mohon maaf, ... mohon maaf!” ucap Jason sambil cengengesan mirip orang tak berdosa. Alasan yang membuat rekannya makin geregetan.
“Lah yang begitu kan, kapten basket pilihan kalian?” sinis pemuda dan punggungnya dihiasi tulisan “Alex”. Namun, yang lain hanya menanggapi dengan ekspresi tidak nyaman.
Sementara itu, di ruang rawat Ananda, Malini yang duduk di sofa tunggal sebelah Ananda berbaring, tengah mencari informasi tentang Jason, melalui ponselnya. Di halaman internet hasil penelusuran yang Malini lakukan, identitas Jason sebagai pemain basket terpampang.
“Serius, dia kapten basket andalan ... bentar, kenapa dia malah mau menikahiku demi Ananda? Bukankah ini bisa menghancurkan kariernya? Atau malah, kami akan menjalani pernikahan rahasia?” pikir Malini yang tiba-tiba saja mendadak minder bahkan ji*jik kepada dirinya sendiri hanya karena Malini ingat, dirinya pernah menjadi korban pel*e*cehan s*e*ksual. Sementara alasan Devandra menceraikannya pun karena Malini sudah tidak pe*rawan.
“P-pah ....” Namun karena di hadapannya, Ananda justru mengigau dan langsung mencari-cari Jason, Malini juga segera melawan traumanya itu. Layaknya apa yang Jason katakan, demi Ananda, Malini harus serba bisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
🤣🤣
2024-10-26
0
═ NISA ═
aq mampir perdana di penulis ini... salam kenal kk author... aqu bawa vote atu
2024-03-13
1
Berkah Kafa Jaya
Q suka dgn bahasa Tulis nya Kak Thor Rositi sejak mengenal judul Pertama yg ku Baca kisahnya si Akala...🌟🌟🌟
2024-01-14
3