“Nanda sayaanggggg ...?” sapa ibu Aleya, wanita baya yang merupakan orang tua angkat Malini, tapi memperlakukan Malini layaknya anaknya sendiri. Kepada Ananda pun, ibu Aleya beserta Tuan Maheza sang suami, sangat perhatian.
“Oma Aleya ...?” Ananda yang belum bisa melihat, sudah langsung mencari-cari melalui kedua matanya yang ia arahkan ke sumber suara.
“Iya, Sayang ... ini Oma. Coba tebak, Oma bawa apa?” ucap ibu Aleya benar-benar manis.
“Oma pasti bawa banyak makanan enak buat aku. Pagi tadi, pasti Oma masak banyak biar aku cepat sembuh!” sergah Ananda sangat bersemangat.
“Anak pintar,” balas ibu Aleya. Ia yang sudah ada di sebelah Ananda dan sampai duduk di pinggir ranjang rawat, sengaja memeluk bahkan memangkunya penuh cinta. “Tapi ini yang masak ante Laras. Ante bikin apa, ya. Oma buka ya ....”
“Dek, tumben Nanda semangat banget?” lirih Tuan Maheza terheran-heran. Ia masih membiarkan tangan kanannya disalami dengan takzim oleh Malini.
Sebenarnya alasan Malini justru menjaga Ananda di rumah sakit sendiri padahal Malini memiliki banyak saudara walau bukan saudara kandung, karena faktor kesibukan, jarak sekaligus waktu. Hampir semua keluarga Malini sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Baik yang sibuk dengan pekerjaan atau malah sakit. Karena baik ibu Aleya maupun Tuan Maheza saja sedang sakit. Lebih tepatnya, sakitnya Ananda yang sempat kritis, membuat keduanya yang tak lagi muda langsung ikut drop. Kini saja, Tuan Maheza sampai menenteng infus, sementara saat melangkah, ibu Aleya juga dibantu oleh seorang wanita berusia di pertengahan dua puluh.
“Mamah sama Papah ....” Malini sampai tak tega mengatakannya. Ia tak mau kembali menambah beban pikiran orang tua angkatnya yang benar-benar tulus menyayangi sekaligus mengurusnya. Malahan gara-gara kecelakaan Ananda, keduanya yang sudah langganan sakit, sampai dirawat di rumah sakit.
“Jangan mikir macam-macam. Percaya, kamu orang baik, semuanya pasti dipermudah. Jalani semua ini dan jangan lupa bahagia. Urusan pekerjaan, Papah sudah bilang ke Mbak Laras buat gantiin kamu.” Tuan Maheza mendekap erat tubuh kurus Malini, mencoba memberinya semangat sekaligus dukungan, bahkan kekuatan.
Dalam dekapan sang ayah angkat, air mata Malini berlinang. Tubuh kecilnya terguncang pelan akibat tangis yang ditahan. Perlahan tapi pasti, kedua tangannya balas memeluk Tuan Maheza.
“Mbak Laras pasti sibuk banget. Ya urus anak-anak, urus—” Malini Masih terisak-isak dan susah payah melakukannya dengan lirih agar tidak diketahui Ananda.
“Enggak apa-apa. Saling bantu, yang penting semuanya sehat, biar bisa kumpul lagi!” yakin Tuan Maheza.
“Oma ... Oma ...!” Ananda benar-benar heboh.
“Kenapa, Sayang?” balas ibu Aleya dan memang bersiap menyuapi Ananda.
“Oma, aku punya papah, makanya hari besok juga aku mau operasi mata. Besok papah janji bakalan temenin aku operasi!” ucap Ananda makin bersemangat.
Detik itu juga Tuan Maheza dan ibu Aleya langsung menatap Malini. Malini yang masih dirangkul Tuan Maheza yakin, kedua orang tua angkatnya pasti mengira Devandra sebagai sosok papah yang Ananda maksud. Sosok yang juga sudah langsung membuat Ananda sangat bersemangat.
“Devandra sudah mau ...?” lirih Tuan Maheza sambil menatap penasaran kedua mata sendu Malini. Namun karena Malini langsung menggeleng, Tuan Maheza sudah langsung menelan pil pahit. Terlebih biar bagaimanapun gara-gara Devandra, Malini jadi trauma dan benar-benar tidak mau menikah lagi.
Belum sempat menjelaskan, seseorang membuka pintu ruang rawat Ananda dengan buru-buru. Itu Chalvin, dan tak lain putra pertama Tuan Maheza.
“Kak ...?” lembut ibu Aleya refleks menyapa sang putra lantaran dari ekspresi wajah tampan Chalvin, sulungnya itu tampak sangat emosional. Bahkan meski Chalvin sudah langsung tersenyum dan berusaha sesantai mungkin. Ibu Aleya yakn, ada yang tidak baik-baik saja.
“Om pinjam mamah Lini bentar, ya,” ucap Chalvin setelah menyempatkan waktu untuk menggendong sekaligus mengajak Ananda mengobrol.
Bukan hanya ibu Aleya yang merasa kedatangan Chalvin karena memang tidak beres. Keadaan tidak baik-baik saja hingga pria itu tampak sangat emosional. Sebab Malini yang diajak berbicara empat mata di luar, juga sudah langsung mengaitkan itu dengan kasu*s yang sedang dihadapi. Kasus kecelakaan Ananda. Namun, Malini sungguh tidak menyangka, jika Devandra yang sudah tahu bahwa Ananda anak biologisnya, tega melaporkan balik dan menjadikan Ananda sekaligus wali yang bertanggung jawab sebagai terlapor.
“Baj*i*ngan emang tuh orang! Pokoknya sekarang kami wajib biarin Kakak bikin dia kembali ke kehidupan awal bahkan kalau bisa lebih! Biarin Kakak bikin dia jadi mis*k*in semis*kin-misk*i*nnya! Nanda enggak rugi enggak punya papah macam spesies enggak tahu diri seperti dia! Malahan kalau bisa, jangan pernah kenalkan dia ke Nanda!” lirih Chalvin benar-benar emosi. Tak peduli, meski di hadapannya, Malini sudah berlinang air mata, linglung dan tak hentinya tersedu-sedu.
“Aku mau ketemu mas Dev. Aku enggak terima anakku diginiin. Aku beneran enggak terima Kakkkk!” Malini juga tak kalah emosi, ia meraung-raung dan membiarkan Chalvin mendekapnya erat.
Dari lorong depan, seseorang datang. Membuat kebersamaan di depan anak tangga darurat kebersamaan Malini dan Chalvin yang memang sepi, menjadi terusik. Keduanya sudah langsung berjaga, Malini pun langsung mengelap tuntas air matanya. Namun karena yang datang justru dua sosok pria yang teramat mereka kenal, yang ada tangis Malini kembali hadir bahkan makin pecah.
“Mas Akalaaaa, .... sakit banget Mas. Mas Dev justru melaporkan balik Nanda dan menjadikan penglihatan Nanda sebagai alasannya,” raung Malini sambil mendekap erat sosok Akala, kakak ipar yang pernah merawatnya dari kecil—baca novel : Pembalasan Istri yang Haram Disentuh.
Berbeda dengan Akala yang sudah langsung mendekap sekaligus meminta Malini untuk tenang, mas Aidan yang merupakan seorang pengacara sekaligus kakak Akala, memilih menghampiri Chalvin.
“Coba aku lihat berkas terlapor sama panggilannya,” ucap mas Aidan kepada Chalvin yang terlihat masih sangat emosi.
“Dek, kamu beneran wajib tenangkan pikiran kamu. Nanti Mas bakalan viralkan kasus ini. Kasus kamu dari yang awal saat masih sama mbak Nina, terus kasus kamu dan Devandra, dihubungkan dengan kasus kecelakaan Nanda. Terus, kamu juga harus berani menuntut balik Devandra mengenai penelantaran anak. Andaipun gara-gara ini Nanda jadi tahu siapa papah biologisnya, bukan masalah. Nanda itu genius, dia bisa menilai. Karena saat Nanda kritis pun, dia tetap enggak mau donorin darahnya, kan? Nanti kalau Mas sampai ketemu dia, bakalan langsung Mas tem*pe*leng. Sudah lepas tanggung jawab, jelas-jelas dia hidup punya hati punya otak, kok iya enggak dipake. Sekarang pokoknya kamu tenang. Mereka mau pakai keadaan mata Nanda sebagai alibi, dikiranya hidup ini mereka yang punya! Kita lawan ... Kita lawan. Percaya ke Mas, kita pasti menang. Apalagi sesuatu yang viral selalu diproses lebih cepat!” ucap Akala sabar tadi terdengar sangat emosi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
otaknya dep lg nyangkul di sawah
2024-10-26
0
Ida Ulfiana
devandra salah cari lawan mz aiden dan yg lain kok d lawan
2024-06-07
1
Sukliang
s7 akala
2024-01-27
0