Sore itu, Airin mengajak Krystal untuk makan siang sekaligus untuk bertemu dengan Kai. Airin sengaja menemui cowok itu untuk membicarakan tentang rencana pernikahan mereka.
"Kai dimana sih?" Airin menggerutu sambil terus mengecek hapenya. "Lo mau pesen makan duluan?"
Krystal mengangguk. "Iya, aku udah laper, kak."
"Yaudah, lo mau pesen apa?"
"Steak."
Airin mulai memanggil pelayan dan memesan makanan untuk mereka berdua terlebih dulu, karena ia masih tidak tahu Kai akan datang atau tidak.
Makanan yang tadi mereka pesanpun akhirnya datang, Krystal memakan steak miliknya dengan lahap, sementara Airin masih sibuk menghubungi calon suaminya itu. Kai tidak mengabarinya sama sekali.
"Dimana kak Kai?" Tanya Krystal sambil mengelap ujung bibirnya dengan kain.
"Nggak tau, telpon gue gak diangkat sama dia."
Hape Krystal bergetar, gadis itu buru-buru membuka kunci layar dan mengecek isi pesan yang masuk.
Ia terkejut, namun berusaha tetap tenang saat mengetahui jika Kai orang yang mengirimkannya pesan.
Cepetan ke basement, buat alasan ke Airin.
Krystal berdehem sebentar, lalu memasukan hapenya ke dalam tas. Ia melirik Airin yang masih merengut kesal karena Kai tidak juga mengangkat panggilannya.
"Kak.."
"Hmm?" Airin melirik sekilas lalu sibuk lagi dengan hapenya.
"A-aku.. izin ke kamar mandi ya? Perut aku tiba-tiba sakit."
Kali ini Airin menatapnya dengan alis bertaut.
"Hm.. cepetan."
"Iya." Krystal berdiri membawa tasnya.
"Kenapa bawa tas?"
"Ah? Oh.. ini, sengaja aku bawa takut kakak nunggu aku kelamaan. Jadi nanti kalo kakak--"
"Iya-iya, buruan sana, bawel tau gak lo!" Potong Airin jengah dan kembali fokus pada layar hapenya.
Krystal mendesah lega di tengah-tengah degub jantung yang menggila karena telah membohongi Airin. Ini bukan yang pertama, tapi selalu berhasil membuat Krystal ketakutan.
***
Krystal berjalan menuju basement restoran mewah di salah satu kawasan elit di Jakarta. Dari jarak sejauh ini, ia sudah bisa melihat Kai yang berdiri di samping mobilnya sambil mengisap rokok yang ada di tangan.
"Maaf kak, lama ya, tadi aku izinnya agak ribet sama kak Airin."
Kai membuang puntung rokok yang sudah setengah itu ke bawah. Dengan gerakan kasar, ia menginjak rokoknya, lalu mengoyaknya pelan.
"Masuk." Perintah Kai sambil membuka pintu belakang. Krystal menurut, ia duduk di sana dan menggeser tubuhnya saat Kai ikut masuk ke dalam.
Tanpa peringatan, cowok itu tiba-tiba menyerang bibir Krystal cepat, menciumnya, lalu menggigit kecil-kecil bibir bawah Krystal.
Ciuman itu begitu dalam dan kasar, Krystal sampai sulit untuk mengambil napas.
Ciuman yang jauh akan kelembutan. Tidak seperti biasanya, kali ini Kai memperlakukannya dengan sangat kasar, seolah-olah Krystal adalah pelacur yang sedang ia nikmati tubuhnya.
Ah.. tapi ia memang sudah seperti pelacur. Gadis mana yang rela menukar selaput keperawanannya dengan sebuah kebebasan.
Krystal ingat betul saat ia pergi menggantikan Airin untuk membeli cincin pertunangan cewek itu bersama dengan Kai. Hari itu, Airin tidak bisa menemani Kai untuk membeli cincin pertunangan mereka karena harus menghadiri fashion week di Paris.
Sebagai gantinya, Krystal diminta Maria untuk menemani Kai membeli cincin pertunangan kakaknya dan calon kakak iparnya itu. Namun siapa sangka, hujan deras membuat mereka terjebak di salah satu coffee shop untuk berteduh.
"Siapa nama lo tadi?"
"Krystal."
"Lo gak mirip sama Airin." Krystal langsung mengangkat wajahnya, menatap Kai yang kini sedang meneliti wajahnya. "Sorry, maksud gue-"
"Ga pa-pa, Kak. Banyak yang bilang gitu kok."
"Tapi lo jauh lebih cantik." Kali ini wajah Krystal terlihat terkejut. Namun berbeda dengan Kai, cowok itu terlihat begitu santai saat mengucapkannya, seperti sudah biasa mengatakan itu pada perempuan manapun.
Siapa yang bisa mencegah seorang pemain wanita saat sedang menjalankan aksinya?
"Kenapa gak jadi model juga kaya Airin?" Kai melirik Krystal yang sedikit bersemu sambil mengesap secangkir Americano miliknya.
Gadis itu beralih menatap luar jendela, memainkan cangkir kopi yang ada di tangannya. "Gak boleh sama mama."
"Kenapa?"
"Gak tau." Lalu menunduk, "padahal aku juga mau kaya kak Airin."
"Mau jadi model juga?"
"Bukan." Krystal mengangkat wajahnya sambil mengibaskan tangan ke arah Kai. "Maksudnya, aku juga mau hidup mandiri kaya kak Airin. Aku mau bebas ngelakuin apa yang aku suka. Mau punya temen banyak, mau jalan-jalan ke tempat-tempat menarik."
"Emang apa yang lo suka?"
"Ngelukis. Aku mau jadi pelukis profesional yang suatu hari nanti punya sanggar sama pameran sendiri, pasti keren banget." Krystal mengucapkan itu dengan mata penuh binar.
"Terus, kenapa gak lo coba?"
Dapat Kai lihat jika sorot mata gadis itu berubah sendu. Wajahnya mendadak kaku.
"Mama gak ngasih izin. Mama bilang, cita-cita aku gak penting, karena semua masa depan aku udah di atur sama mereka."
"Kok aneh."
"Maksudnya?"
"Iya, orang tua lo kaya ngebeda-bedain lo sama Airin."
Krystal tersenyum, dan senyuman itu mampu menembus rasa arogansi si pemain wanita yang menganggap jika ia tidak akan bisa jatuh cinta pada gadis manapun dengan mudah.
"Aku gak ngerasa kaya gitu. Mungkin udah terbiasa dari kecil." Krystal mengusap bibir cangkir dengan ibu jarinya.
"Kenapa gak coba tinggal bareng sama Airin di apartemennya?"
"Udah nyoba, tapi kak Airin gak mau, katanya kalo ada aku gak bisa bawa cowok masuk--" Krystal buru-buru menutup bibirnya saat menyadari apa yang baru saja keluar dari mulutnya tidak seharusnya ia ucapkan. "Maaf kak, maksud aku-"
"Gue udah tau, nyantai aja kali." Kai tersenyum miring. "Dan perlu lo tau, gue sama Airin gak jauh berbeda."
Krystal terdiam bingung. "Maksud kakak?"
"Sama kaya yang lo tau tentang Airin. Gue juga suka tidur sama macem-macem cewek."
Gadis itu hanya mengerjap kecil, masih memproses setiap kalimat yang masuk ke dalam otaknya.
"Kok diem?"
"Kamu kok gampang banget sih ngomong kaya gitu."
Kai terkekeh. "Sengaja, biar lo juga tau, kalo gak semua cowok itu baik."
"Iya, salah satunya kamu."
"Nah bener itu.." Kai kembali mengesap kopinya dan menatap lurus ke arah Krystal. "Yang penting gue gak munafik."
Krystal mendesis, lalu memberengut kesal. Tolong katakan pada cowok di depannya ini, jika terlalu percaya diri itu tidak baik untuk orang lain.
"Jadi.. kakak mau nikah sama kak Airin bukan karena cinta?"
Kai tergelak kencang, hingga membuat beberapa pengunjung menatap aneh ke arah mereka. "Gue yakin lo bisa ngelihat itu dari awal kita ketemu. Lo liat muka ganteng gue ini, ada gak tampang-tampang kaya cowok yang bakalan nikah karena cinta?"
Krystal menggeleng cepat. Hal itu justru menyulut tawa Kai semakin keras. "Lo polos banget sih. Kuliah ngapain aja emangnya?"
"Belajar."
Kai tergelak lagi, namun kali ini ia melakukannya sambil mengusak pucak kepala Krystal hingga helaian rambut gadis itu berantakan. "Lo gak punya temen apa?"
"Ada. Tapi cuma sedikit." Krystal melipat bibirnya, kemudian merapihkan rambutnya yang berantakan. "Gimana mau punya temen kalo setiap pergi sama pulang kuliah selalu di jemput sama mang Udin."
"Nggak coba minta izin sama nyokap atau bokap lo?"
"Udah. Tapi mama gak pernah ngasih izin. Aku juga pernah nyuruh temen aku buat jemput ke rumah, tapi malah di marahin sama mama."
"Nyokap lo aneh."
Krystal menghela. Memutar-mutar cangkir kopi miliknya. "Aku cuma mau bebas." Gumamnya pelan, namun masih bisa di dengar oleh Kai.
Mendengar kalimat Krystal barusan, membuat Kai tidak bisa menahan seringainya lebih lebar. Kai tetaplah Kai, insting kelelakiannya mulai bekerja untuk memburu si lemah dalam sebuah perangkap.
"Gue bakalan bantuin lo." Ujar Kai kemudian.
Krystal sontak mengangkat wajahnya. Terkejut menatap Kai sambil mengerjap kecil.
"Gue bantuin lo keluar dari rumah itu." Tambahnya. "Lo mau bebas kan? Gue bisa bantuin lo."
Gadis itu masih terdiam tanpa menjawab tawaran yang Kai berikan padanya, sampai beberapa detik kemudian Krystal terkekeh geli menertawai ketidakmungkinan itu.
"Kamu yakin, kak? Aku udah nyoba banyak cara, tapi tetep gak bisa dapet izin mama. Percaya deh, kamu juga gak akan bisa."
"Lo ngeremehin gue?"
"Bukan.." Krystal menghentikan tawanya. "Tapi bakalan percuma kak, aku juga gak mau ngerepotin kamu."
"Gue bantuin lo juga pake syarat."
"Hah?"
Kai mencondongkan tubuhnya, menatap Krystal yang menatapnya tidak mengerti. "Gini deh, kalo gue bisa ngebebasin lo dari rumah itu, apa yang bakalan lo kasih ke gue?"
"Semacam imbalan?" Kai mengangguk. "Apa yang kakak mau?"
"Banyak."
"Jangan yang mahal tapi."
"Gue punya uang banyak asal lo tau, gue bisa beli apapun yang gue mau pake uang gue sendiri."
"Terus kakak mau apa?"
"Sex."
"Hah??"
"Tidur sama lo."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
🌜melody 🌛
ihhhsszzz anjiiirrrr
2023-03-28
2
Ning Vian
ngulang baca yg ke 3 x nya....gk bosen tuhhh
2022-10-30
0
Dewi Dewi
sudah yg ke 4× baca ni novel,,
rindu bang kai...
mau pencet like ternyata udah biru..
2022-09-12
0