"QUEEN, PUTRIKU!" Daisy kembali terbangun dengan wajah pucat, ia terus menyebutkan nama putrinya.
Nafasnya berderu dengan cepat, dada terlihat naik-turun begitu cepat. Matahari kembali mengeluarkan air mata. Ketika mengingat kejadian belasan tahun silam.
"Sayang!" Drake berseru dan segera menghampiri istrinya. Pria itu menyeka keringat dingin di kening juga di kedua pelipis istrinya.
Daisy hanya diam, tatapannya kembali kosong. Membuat Drake merasa rapuh. Ia mencoba membantu istrinya untuk minum, namun Daisy menolak dengan mengatupkan mulutnya rapat.
"Mommy. Minumlah, walaupun hanya sedikit. Tenggorokan, mommy, pasti kesakitan. Sejak tadi mommy terus berteriak," ucap Gilbert. Sejak tadi pria itu berada di sisi mommynya.
Melihat sang mommy gelisah juga tersiksa, membuatnya begitu sedih. Apalagi wajah mommynya begitu datar dengan tatapan kosong.
Daisy menolehkan, wajah. Ditatapnya sangat dalam wajah putra pertamanya itu.
"Gilbert?" Daisy menyebutkan nama sang putra.
Gilbert mengangguk kepala, mata terpejam dengan butiran air mata terus mengalir, saat tangan lembut mommynya menyentuh wajahnya.
"Ini aku, mom. Putramu," sahut Gilbert dengan suara parau.
Daisy segera membawa tubuh tegap putranya ke dalam pelukan. Posisi wanita itu masih terbaring lemah, dan Gilbert membungkuk.
Melihat berubah emosi mommynya, Gabriel pun mendekat. Ia juga sangat merindukan pelukan sang mommy.
"Mommy, tidak ingin memeluk? Aku sangat merindukanmu, mom," sela Gabriel dengan nada merajuk. Duduk di sisi lain sang mommy.
Kali ini Daisy beralih menatap Gabriel, putra keduanya yang begitu tampan. Terbaring koma bertahun-tahun, tidak membuat Daisy melupakan putra kembarnya.
"Gabriel?" Tukas Daisy lirih, memberikan tanda kepada Gabriel untuk segera datang keperluannya.
"Mom, kami sungguh merindukanmu. Aku berharap, ini bukanlah mimpi. Kami tidak ingin mommy, kembali tertidur." Gabriel menangis di pelukan hangat mommynya. Meskipun tubuh Daisy terlihat sangat kurus dan lemah. Namun kedua putranya masih merasakan kehangatan juga ketulusan pelukan mommy mereka.
"Maafkan, mommy. Mungkin ini adalah hukum buat mommy, seandainya saat itu—"
"Sayang!" Seru Drake. Menghentikan perkataan istrinya.
Pria itu menggelengkan kepala, mencoba menghentikan sang istri yang merasa bersalah.
"Tapi, ini memang kesalahan aku, Drake. Seandainya saat itu aku mendengar ucapanmu, pasti … putri kita—"
"Ustt. Jangan berkata seperti itu. Bagaimanapun, semua ini kesalahanku, sayang. Aku yang begitu lalai menjaga kalian. Berhentilah, menyalahkan dirimu. Sekarang, yang harus kamu lakukan segera pulih dengan baik." Drake kembali menghentikan perkataan istrinya dan segera memeluk tubuh ringkih Daisy. Mencoba menenangkan istrinya itu agar tidak mengalami depresi atas hilangnya putri mereka.
"Putri, kita, Drake. Putriku. Kemana putriku." Kini Daisy kembali emosional yang akan menyebabkan gangguan pada psikis ataupun kesehatannya.
Rasa trauma itu terus saja menyerang kejiwaan Daisy. Bayang-bayang saat kecelakaan hingga saat putrinya terhimpit, membuatnya merasa penyesalan juga perasaan salah.
Drake segera memeluk Daisy, menenangkan istrinya itu. Begitu juga dengan kedua putra kembar mereka. Tidak ingin sang mommy terus menerus dalam emosional seperti ini.
Di saat suasana di dalam kamar penuh kesedihan. Tiba-tiba datang segerombolan orang yang merupakan keluarga besar Hugo dan Kato.
Keluarga itu segera memasuki kamar saat mendengar teriakan histeris Daisy.
Tampak seorang wanita paruh baya berjalan sambil dituntun seorang wanita lebih muda. Juga seorang pria paruh baya yang duduk di kursi roda dan didorong oleh pemuda tampan.
"Daisy, putriku!" Seru wanita yang terlihat tergopoh-gopoh mendekat ke arah ranjang dengan bantuan seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Daisy.
"Granny, aunty," sahut Gabriel. Memberikan celah untuk granny dan aunty.
"Putriku, akhirnya kau bangun," ujar granny Kim dengan nada bergetar. Wanita paruh baya itu duduk di samping putrinya.
"Mom, Rose," ucap Daisy yang tatapannya begitu nanar.
Daisy hendak bangun, namun ia merasakan seluruh tubuh bagian belakangnya sangat sakit dan kaku. Drake mencoba membantu istrinya itu dengan sangat hati-hati.
Tubuh Daisy bagaikan boneka yang begitu kaku saat hendak di sandarkan ke belakang. Mungkin ini semua gejala akibat tertidur begitu lama.
Sambil merasakan sakit pada punggungnya, Daisy meraih kedua tangan mommy Kim yang berada di hadapannya itu. Keduanya saling menatap dengan kerinduan. Apalagi Kim yang begitu bahagia mendengar putrinya tersadar dari koma.
Sebagai seorang mommy, ia sangat mengerti perasaan putrinya sekarang.
Rose mengecup kepala saudarinya itu. Wanita yang masih terlihat cantik di usia setengah abad itu sangat bahagia, masih bisa melihat saudaranya bangun dari koma.
"Tenanglah, sayang. Putramu pasti akan segera ditemukan. Percayalah, dia pasti, akan kembali padamu, nak. Bagaimanapun, kau adalah ibunya. Sekarang, tenangkan dirimu juga pikiranmu, nak. Jangan sampai kau kembali sakit," tutur mommy Kim. Mencoba menasehati putrinya yang terlihat sangat rapuh. Kim mencoba menahan rasa sedih di hatinya. Ia tidak mungkin menangis di hadapan putrinya ini.
"Tenanglah, Daisy. Kami pasti akan menemukannya," sela Rose, tersenyum manis namun perasaannya pun ikut terluka.
"Daddy!" Daisy menatap dengan kedua mata sayu kepada sosok pria yang merupakan cinta pertamanya. Siapa lagi kalau bukan Daddy Arthur.
"Syukurlah, kau sudah bangun. Itu artinya, Daddy akan bebas memeluk, mommymu," seloroh Arthur dengan raut biasa.
"Daddy!" Sentak Rose dan Daisy bersamaan.
Pria yang duduk di kursi roda itu pun tertawa dan mendekati putrinya. Arthur mencium kedua telapak tangan Daisy.
Percayalah, hati seorang ayah mana tidak ketakutan melihat kondisi putrinya dalam hidup dan mati. Dan sekarang melihatnya bangun dari kondisi itu.
Tatapan Arthur begitu dalam untuk putrinya Daisy. Ada rasa sedih melihat keadaan fisik putrinya yang sangat berubah drastis.
"Kau harus bangkit, nak. Kau harus kuat, jangan memikir apapun yang bisa membuat kesehatanmu menurun yang terpenting, kau harus menjaga mentalmu, sayang. Percayalah, putrimu pasti akan segera kembali." Arthur mencoba menghibur juga menasehati Daisy.
"Apa yang dikatakan Daddy, benar, nak. Kau harus kuat, ada kami bersamamu disini." Kim berucap dengan tatapan penuh kasih sayang. Di hentinya mengelus telapak tangan Daisy.
Sama dengan Arthur, ia berusaha menyembunyikan kesedihan melihat perubahan fisik Daisy yang begitu ringkih dan rapuh.
"Daisy!" Kembali terdengar suara seruan. Namun kali ini sedikit nyaring. Terlihat dua seorang wanita anggun dan cantik di usianya tidak muda lagi dan beberapa pria di belakang mereka juga seorang gadis.
"Lily, Sakura," ucap Daisy lirih.
"Pelankan, suaramu, Lily!" Sentak Kim, menegur putrinya itu.
Lily hanya tersenyum, sembari mendekati Daisy. Wanita itu menyingkirkan kedua ponakannya juga Drake yang masih berada di sisi Daisy.
"Minggirlah, biarkan aku memeluk saudariku," seloroh Daisy, mengacuhkan raut wajah Gilbert dan Gabriel.
Sakura pun kini duduk di depan Daisy, tatapannya begitu dalam melihat keadaan saudarinya.
"Oh Tuhan, akhirnya kau sadar Daisy. Apa kau tahu? Aku langsung meminta garvin untuk segera kesini. Sungguh, aku begitu bahagia melihatmu kembali bangun. Kami selalu ketakutan saat datang menjengukmu. Melihatmu terbaring begitu lama." Lily tidak bisa menyembunyikan rasa haru melihat Daisy kembali bangun dari koma. Bagaimanapun mereka begitu saling menyayangi.
Lily menangis sambil memeluk Daisy. Kim dan Arthur yang sejak tadi menahan tangis akhirnya pun ikut menangis.
Rose pun turut meneteskan air mata, begitu juga Sakura. Keduanya masih terlihat cantik dan berkarisma di usia tidak muda lagi.
"Berhentilah, Lily. Kau membuat daddy ikut menangis. Padahal, sejak tadi daddy menahan diri untuk tidak menangis," tegur Arthur sambil terisak. Ingin sekali pria itu memukul kepala putrinya dengan tongkat yang ada di tangannya.
Lily hanya melirik sejenak, Daddynya. Dan terus menangis. Kali ini ia menangis lebih kencang.
Membuat semua orang yang ada di dalam kamar hanya menggelengkan kepala melihat kelakuanku Lily.
_________
Di ruangan lain. Kini nyonya Meliza terlihat sangat frustasi dan ketakutan. Sejak semalam wanita itu tidak dapat memejamkan kedua mata untuk tidur.
Pikirannya terus mengingat saat Daisy terbangun dan menatapnya tajam.
Mengingat itu, nyonya Meliza bergetar dan terus menghabiskan anggur yang kini botolnya berserakan di lantai.
"Tidak, seharusnya dia tidak boleh bangun. Seharusnya wanita itu mati." Nyonya Meliza terus bergumam sambil bergerak gelisah.
Penampilannya pun terlihat sangat berantakan, dengan rambut acak-acakan dan keadaan di kamarnya terlihat remang-remang.
"Aku tidak mau kehilangan semua ini. Aku harus tetap berada di sini. Ini adalah milikku dan seharusnya menjadi milikku!" Kembali nyonya Meliza berteriak sambil melemparkan botol anggur yang berada di atas meja.
"Seharusnya, kau, mati wanita sialan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Neni Triana
woii parasit loe...
2023-10-30
0
Nurul Iswari12
jadi penasaran kak, ditungguin update kak💪💪
2023-09-04
0
Aghitsna Agis
kan griffin ydah tabi utu kalung adiknya kenapa nga cot ngasih tahu atau memperlihatlan kalung itu sama ibunya atau sodaranya yg sedang melacak keberdaannnya lewat kalung yg fipegang griffin
2023-09-04
1