bab 17

Queen yang sedang berjongkok di depan pintu ICU, segera berdiri saat melihat pintu ruang itu terbuka. Terlihat dua orang perawat keluarga dengan wajah tidak ramah.

"Dasar, manusia miskin merepotkan. Selalu saja mengambil kesempatan dengan berakting menyedihkan." Salah satu perawat berkata sinis tentang Queen, bahkan wanita yang terlihat masih muda itu sengaja mengeraskan suara. Agar Queen merasa malu.

"Cih, wajahnya terlihat lugu, tapi sikapnya terlihat murahan, pasti. Gadis jelek ini sengaja merayu dokter, Griffin," ucap perawat yang satunya, mendelik ke arah Queen yang hanya bisa menyembunyikan wajah sedihnya.

"Lihatlah, dia kembali berakting malang. Padahal, sejak tadi dia tidur nyenyak," ujar kembali sang perawat, memberikan wajah masam ke arah Queen, lalu berjalan meninggalkan gadis yang terlihat berantakan.

Queen menatap kepergian kedua perawat itu. Sungguh, nasibnya selalu saja diremehkan. Tidak ingin terlalu memikirkan perkataan para perawat tadi, Queen lebih menanti kabar kesehatan papanya.

Berselang dua menit, lampu ruang ICU berubah hijau. Menandakan operasi telah selesai. Queen sigap berdiri tepat di depan pintu, menunggu kabar yang sejak tadi membuatnya ketakutan.

Gadis itu menundukkan kepala, mengigit jari-jari kuku tangan kiri, seluruh tubuhnya panas dingin menunggu kabar yang akan ia ketahui.

Queen mendongak, ketika pintu ruang itu kembali dibuka. Terlihat seorang pria berpostur tinggi tegap keluar dengan wajah masih mengenakan masker.

Queen mundur dua langkah ke belakang, memberikan ruang bagi dokter baik hati itu.

Queen semakin was-was, ia kini terdiam di hadapan sang dokter dengan wajah ingin tahu tentang keadaan papanya.

"Operasi berhasil. Papa kamu akan baik-baik saja, jangan khawatir." Dokter berkata setelah melepas maske yang menutupi hidung juga mulutnya.

Wajah tampan itu begitu sangat bersahaja, suaranya terdengar lemah lembut, Griffin bahkan menepuk pundak gadis di depannya.

"Kamu, bisa melihatnya setelah di pindahkan di ruangan perawatan," ucap Griffin sambil tersenyum. Melihat wajah lega Queen yang sejak tadi tampak tegang.

Queen meraih salah satu tangan Griffin, menggenggamnya sambil menjatuhkan tubuh ke atas lantai. Gadis itu sungguh berterima kasih atas kebaikan sang dokter.

"Apa yang kamu lakukan? Bangunlah, kamu tidak boleh seperti ini," sergah Griffin, segera mengangkat tubuh Queen.

"Terimakasih, dokter sudah menyelamatkan nyawa papa. Saya berhutang nyawa kepada anda. Kalau saja anda tidak ada, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada papa." Queen terus mengucap terima kasih dengan raut lega bercampur kesedihan. Mengingat, sebelumnya dirinya menjadi bahan hinaan di ruangan administrasi.

"Ini semua sudah menjadi kewajiban saya, untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Salah satunya papa kamu," ucap Griffin, mengusap rambut Queen penuh kelembutan. Entah mengapa, pria itu merasa sesuatu aneh di dasar lubuk hatinya.

"Kamu juga tidak perlu khawatir, tentang kamar rawat, aku sudah menyiapkan untuk papa kamu," sambungnya yang masih terus mengusap rambut Queen.

"Kenapa, aku merasa begitu dekat dengannya? Gadis ini begitu tidak asing, bagiku?" Ucap pria itu dalam hati dengan tatapan lekat kepada Queen.

Queen merasa kali ini nasibnya berjalan baik. Menemukan seorang yang memiliki hati tulus. Gadis itu merasa keberuntungan berpihak padanya.

Griffin menatap jam tangannya, bersiap untuk segera pergi. Pria itu hanya tersenyum kepada Queen dan berniat untuk melangkah. Namun Queen tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.

Griffin menatap heran kepada gadis yang hanya bisa menundukkan kepala. Wajahnya terlihat canggung.

Queen segera melepaskan tangan dari pergelangan tangan Griffin. Ia mengambil sesuatu dari tasnya. Lantas memberikan kepada dokter baik hati di depannya ini.

"Ini untuk anda. Maaf, saya hanya memiliki benda berharga ini. Anggaplah ini sebagai jaminan. Saat memiliki uang, saya berjanji akan mengambilnya kembali untuk membayar biaya operasi papa." Queen memberikan liontin berharga kepada Griffin. Gadis itu tidak ingin dianggap sebagai parasit yang mengambil kesempatan atas kebaikan dokter di depannya.

Hanya liontin ini yang Queen milik sebagai barang berharga. Walaupun papa dan mamanya, menasehati untuk menjaga liontin tersebut, Queen tetap memberikan kepada Griffin sebagai balas budi.

Griffin terdiam, melihat liontin unik di tangannya, kedua alisnya terangkat ke atas, melihat aneh pada benda di tangannya.

"Kamu, tidak perlu melakukan ini. Aku sungguh tulus membantumu," pungkas Griffin, berniat mengembalikan liontin Queen.

"Tidak, tuan bisa menyimpannya. Aku tidak ingin merasa berhutang pada anda," jawab Queen yang menolak mengambil liontin itu.

Griffin terdiam, memandangi wajah Queen yang berantakan juga liontin di telapak tangan besarnya. Pria itu lalu tersenyum dan kembali mengusap kepala Queen.

"Kamu, gadis baik hati dan hebat. Aku salut atas kegigihanmu untuk menyelamatkan nyawa papamu." Pria itu berkata dengan tulus. Ia sungguh menyukai kegigihan Queen. Rela berlutut di depan semua orang dan memohon.

Queen merasa wajahnya menghangat, mendengar kata pujian Griffin. Sungguh baru kali ini ia mendapat pujian dari seseorang, selain kedua orang tuanya.

Griffin kembali menatap jam tangannya, pria itu sedikit tersentak melihat angka jarum jam mewahnya.

"Maaf, aku harus…."

"Queen. Dokter bisa memanggil saya Queen," sela gadis itu cepat.

Griffin kembali terdiam, mendengar nama gadis di depannya ini. Nama yang sama dengan adiknya yang sudah lama hilang.

"Oh, iya, Queen. Aku harus segera pergi. Terimakasih, aku akan menyimpan ini. Selamat malam dan sampai ketemu kembali." Pria itu berpamitan kepada Queen sambil memperlihatkan liontin yang Queen berikan, menandakan ia suka dengan barang tersebut.

Queen melihat Griffin berjalan dengan langkah panjang, terus memperlihatkan punggung lebar itu. Sungguh Queen merasa senang bisa bertemu dengan dokter baik hati.

Sementara Griffin kini menaiki sebuah pesawat jet pribadi keluarga Efron. Pria itu akan kembali ke Prancis saat ini juga saat mendengar kabar kesehatan sang mommy.

Setelah seharian tadi ia harus mencari keberadaan adiknya yang ternyata berada di Meksiko. Namun ia begitu merindukan sang mommy, jadi malam ini Griffin segera terbang ke negara asalnya.

Tentang adiknya yang hilang, Griffin mempercayakan kepada rekan Daddy.

"Benda ini, terlihat unik dan langka," gumam Griffin, menatap liontin yang Queen berikan. Puas menatap benda di tangannya, Griffin memasukkan ke dalam jas mewahnya.

****

Di mansion Efron. Markas milik Drake terlihat masih sibuk. Drake juga kedua putranya masih berada di sana. Menunggu hasil kerja para anak buah profesional.

Drake diam duduk di sofa tunggal, memejamkan kedua mata dengan jari telunjuknya mengetuk pinggiran sofa.

Pria itu terlihat masih berkarisma juga berwibawa, walaupun raut wajahnya tersirat kesedihan juga lelah.

Sedangkan Gilbert dan Gabriel, ikut mengotak-atik sebuah laptop di tangan mereka masing-masing.

"Tuan!" Salah satu anak buahnya berseru sambil mendekati Drake.

Segera pria yang rambutnya sudah terlihat memutih membuka kedua matanya, menegakkan punggung lalu menatap anak buahnya.

"Apa kau menemukan sesuatu?" Gilbert segera memberikan pertanyaan dengan wajah penasaran. Disusul Gabriel di belakangnya juga begitu penasaran.

"Kami hanya menemukan gambar punggung nona muda, tuan," ujar anak buah Drake. Sembari memperlihatkan laptop di tangannya.

Drake segera meraih benda bersegi itu, menatap lamak ke arah layar laptop. Drake tertegun, melihat punggung ramping di dalam sana dengan rambut yang diikat namun berantakan. Drake hanya bisa melihat bagian belakang gambar putrinya yang hilang. Pria itu tiba-tiba meneteskan air mata. Hanya dengan melihat bagian belakang tubuh putrinya, sudah membuat Drake bahagia juga sedikit lega. Kini ia tidak perlu merasa galau dengan keberadaan sang putri yang nyatanya masih hidup.

"Apa dia, Queen, kita, Daddy?" Gabriel yang ikut menatap serius ke arah gambar tersebut, bertanya dengan perasaan bercampur aduk.

Drake tidak menjawab, pria yang memasuki usia senja itu hanya menatap nanar gambar putrinya.

"Dia pasti Queen, kita. Lihatlah, punggungnya saja sangat mirip dengan mommy," sela Gilbert, pria itu menyentuh pundak sang Daddy yang sudah bergetar, menahan tangis.

"Tenanglah, Daddy. Selangkah lagi, kita akan menemukannya," ucap Gilbert kembali, mencoba menghibur perasaan Daddynya.

Drake mengangguk, ia kini balik menepuk punggung tangan Gilbert yang berada di pundaknya.

"Teruslah, mencari keberadaan adik kami. Pastikan, kalian bisa menembus keamanan cctv di sana. Agar kita bisa menemukan titik terang keberadaan putri Efron." Gabriel kini memerintahkan para anak buahnya untuk terus bekerja keras menemukan keberadaan Queen.

Di saat para pria Efron berada di markas dan sibuk melakukan pencarian jejak terhadap Queen. Maka membuat nyonya Meliza tersenyum puas.

Wanita itu kini sudah berada di depan kamar pribadi Drake. Menunggu seseorang pria di dalam sana untuk merusak keamanan.

"Selangkah lagi, aku akan membuat wanita sialan itu pergi selamanya," monolog nyonya Meliza yang terus menatap sosok wanita yang terbaring di ranjang.

Terpopuler

Comments

Harlina Mami

Harlina Mami

wah gawatnya,jngn sampe istrinya Drake mati dong Thor

2023-10-29

0

Nurul Iswari12

Nurul Iswari12

semoga queen bisa ketemu keluarga nya,kasihan susah dan menderita terus

2023-08-31

0

Riana

Riana

hadeh grifin😞😞😠😠😠

2023-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!