bab 6

Sementara di negara lain, tepatnya di salah satu kediaman super mewah yang berada di kawasan pribadi milik seorang triliunan terkenal di Paris. 

Kemewahan juga kemegahan kediaman itu, mampu menghipnotis tatapan seseorang yang melihatnya, namun sayang, mansion semewah itu hanya terlihat indah dari luar saja. Akan tetapi di dalam sana tersimpan kekhawatiran juga keputusasaan.

Tepatnya di sebuah kamar pribadi dan istimewa, terlihat sosok wanita terbaring kaku di atas ranjang super mewah. 

Sosok wanita yang merupakan nyonya besar di kediaman mewah itu hanya bisa terbaring dengan alat medis terpasang di beberapa titik nadi di bagian tubuhnya.

Wanita yang sudah terbaring selama belasan tahun lamanya. Usianya sudah memasuki paruh baya, namun garis wajah anggunnya masih terlihat sempurna, meskipun tampak pucat juga tubuh indahnya di waktu sehat terkuras hingga kurus kering.

Kulit pucatnya masih terlihat sehat, itu karena selain mendapatkan pengobatan serius, keluarganya pun memberikan perawatan, mereka tidak akan membuat wanita itu terlihat menyedihkan.

"Bagaimana, keadaan, mommy?" Pertanyaan datang dari sosok pria tampan yang baru saja memasuki kamar mewah. Ia berjalan ke arah ranjang, di mana wanita yang ia sebut mommy terbaring koma.

"Seperti yang anda lihat, belum terlihat berubah sedikitpun. Mungkin anda, juga keluarga Efron harus —"

"Tutup mulutmu, sialan! Kau pikir kami akan melakukan itu kepada, mommy?" Perkataan sang dokter pribadi terhenti, saat tiba-tiba sosok pria rupawan lainnya datang dengan ekspresi menakutkan.

Sang dokter pun hanya bisa meneguk ludah kasar, melihat kedua pria di depannya yang merupakan putra dari pasangan, Drake Efron dan Daisy Light Kato.

Kedua pria itu merupakan anak kembar pasangan, Drake dan Daisy.

Pria rupawan kini berjalan mendekat ke arah ranjang, segera paramedis menjauh dan memberikan waktu pribadi keluarga Efron.

Kedua anak Drake dan Daisy, menatap sang mommy yang terbaring tidak berdaya. Hanya alat medis yang kini membantu wanita itu bertahan hidup. Koma selama belasan tahun tidak membuat ketiga putra kembar Daisy menyerah. Mereka yakin, suatu saat sang mommy akan bangun kembali.

"Selamat, pagi, mom!" Salah satu putra Daisy menyapa sembari mencium keningnya. Tatapan penuh cinta dan harapan pria itu perlihatkan, setiap kali menjenguk sang mommy.

"Mommy terlihat semakin cantik. Gilbert, membawa bunga kesukaan, mommy," putra Daisy bernama Gilbert, berjalan ke sisi kiri Daisy, meletakkan sebuah bunga kesukaan sang mommy. Pria itu rutin membawa bunga tersebut.

"Aku harap, mommy segera bangun. Kami semua sangat merindukanmu, mommy," ucap pria rupawan itu, yang kedua mata tajamnya berkaca-kaca.

Saudara kembarnya yang sejak tadi di sisi sang mommy, mendekat. Menepuk pundak lebarnya dan menghibur saudaranya itu.

"Bersabarlah, mommy pasti akan segera bangun. Kita hanya bisa melakukan sesuatu yang paling penting saat ini," ujar pria itu sambil menatap sosok pria lain yang sejak tadi duduk di sebuah sofa mewah.

"Daddy!" Serunya, memanggil sosok pria paruh baya yang terlihat diam saja. Drake Efron hanya bisa diam di dalam kamar itu untuk menjaga istri tercintanya.

Sosok pria yang semasa mudanya terlihat garang dan menakutkan, kini pria itu seakan hilang gairah untuk hidup di dunia, semenjak wanitanya koma.

"Apa yang kalian temukan?" Tanya Drake dengan kedua kelopak mata tertutup, namun pikirannya masih tertuju pada peristiwa 16 tahun silam yang membuat sang istri koma.

Kedua putranya kini duduk di hadapannya, menatap sendu sang daddy yang begitu rapuh.

"Kami belum menemukan tanda apapun tentangnya. Apakah, mungkin—"

"Tidak, dia masih hidup. Putriku, pasti masih hidup," Drake segera menyela ucapan putra tertuanya. Pria itu sangat yakin, putrinya masih hidup.

"Ini semua kesalahan, Daddy. Karena lalai dalam melindungi mereka. Seandainya, saat itu …, Daddy tetap bersama mereka, pasti, semua ini tidak akan terjadi. Aku pasti akan melihat wajah ceria mommy kalian dan putriku yang entah berada di mana." Drake berkata dengan suara tercekat, setiap kali mengingat kejadian itu. Tatapannya terlihat sangat rapuh dan penuh penyesalan.

Pria itu sungguh sangat berbeda, tubuh yang sehat dan kekarnya kini berubah drastis, akibat tidak mempedulikan kesehatannya lagi. Meskipun ketiga putranya, berusaha untuk merawat, namun pria itu menolak. 

Ia tidak mungkin merawat diri disaat istrinya dalam keadaan koma dan putrinya yang entah bagaimana kehidupan yang dijalani.

"Semua ini bukan salah, Daddy. Mungkin, semuanya adalah ujian. Tuhan ingin menguji kesetiaan, Daddy," Gilbert menyahuti ungkapan sedih sang daddy. Pria berpostur tinggi ramping itu, mendekati pria yang selalu ia sayangi.

"Bagaimana dengan, putriku? Adik kalian? Dia masih sangat kecil untuk menghadapi kejadian menakutkan," Drake kembali berkata, kali ini suaranya terdengar parau.

Pria yang kini seluruh rambut sudah memutih, juga garis wajah yang terlihat mulai keriput halus, namun kharisma seorang Drake Efron masih tampak jelas terlihat. Drake tidak mampu membayangkan, betapa takutnya istri juga putrinya saat itu. Membuat hati kecilnya begitu bersalah.

Enam belas tahun lalu, merupakan peristiwa paling menyedihkan yang menimpa keluarga besar Efron. Di mana istri tercinta juga putrinya yang saat itu berusia 6 bulan di serang oleh musuh. Daisy dan putrinya di serang saat melakukan perjalanan menuju villa keluarga. 

Drake saat itu tidak bersama istrinya, karena sesuatu urusan penting dan ia berencana akan menyusul dengan ketiga putra kembarnya.

Daisy yang hanya ditemani dua orang pria yang merupakan, supir pribadi juga pengawal setia. Seorang pelayan wanita yang menjadi kepercayaan Daisy. 

Wanita itu berpikir hidupnya sudah aman dari teror musuh saat Drake berhenti dari dunia hitam. Namun dugaannya salah, tepat di jalan tikungan tajam juga terjal di mana sekeliling terdapat tebing tinggi. Mobil Daisy tiba-tiba di serang dari arah belakang, membuat mobil tersebut kehilangan kendali.

Di tengah suasana mencekam dan menegangkan, Daisy harus menyelamatkan putrinya saat mobil mereka akan segera terjatuh dari atas tebing. Apalagi musuh masih terus memantau mereka, menyakinkan kalau dirinya sudah tiada.

Daisy akhirnya menitipkan sang putri kepada pengawal pribadi juga pelayan setianya untuk membawa putrinya menjauh dari jangkauan para musuh.

Daisy mengecup kedua pipi putrinya yang tertidur lelap, di tatapannya dengan kedua mata berkaca-kaca dan juga ketakutan, menyerahkan sebuah liontin kepada sang putri.

Istri Drake tidak bisa melakukan apapun saat setengah tubuhnya terjepit kursi penumpang, Daisy hanya bisa menatap kepergian putrinya, sebelum mobil yang mereka gunakan benar-benar terjatuh dan akhirnya menimbulkan ledakan dahsyat.

Tubuh rapuh Drake terlihat terguncang, pria itu tidak sanggup menahan kesedihan setiap membayangkan kejadian yang menimpa Daisy juga putri satu-satunya yang saat itu masih berusia 6 bulan.

"Daddy!" Seru Gabriel, putra keduanya. Sejak tadi ia hanya terdiam di sisi sang mommy. Sosok pria yang memiliki perangai dingin juga bijaksana.

Gilbert dan Gabriel, segera menenangkan Drake yang kini terisak pilu. Dihantui rasa bersalah dan penyesalan, membuatnya tidak hidup tenang. Selalu terbayang kejadian memilukan.

"Tenanglah, dad. Kami pasti akan menemukan, adik. Kami berjanji akan segera menemukannya. Meskipun sekarang dia berada di lubang terkecil sekalipun." Gilbert berusaha membuat Drake tenang, sungguh pemandangan sang daddy yang tampak rapuh membuat kedua pria rupawan itu terluka.

Drake mulai tenang, kini ia terbaring di sofa. Setelah diberikan suntikan penenang. Gilbert dan Gabriel hanya bisa menatap nanar kedua orang tuanya secara bergantian.

"Aku hanya berharap, semua ini segera berakhir," gumam Gabriel, raut wajahnya terlihat sendu.

"Kita hanya menunggu mommy tersadar, juga petunjuk yang mommy dan daddy berikan kepada, adik," sahut Gilbert. Yang hanya bisa menarik nafas frustasi.

Gabriel terdiam, wajah tampannya kini tampak serius. Mengingat sebuah petunjuk yang terdapat pada adik perempuannya yang hilang. Hanya alat tersebut menjadi petunjuk paling penting saat ini. Namun belum juga terlihat suatu titik yang akan membawa hasil tentang kebenaran sang adik perempuan.

"Queeny, putriku." Drake meracau sambil menyebut nama putri kesayangannya.

*****

"Queen!" Gadis berwajah culun itu terkejut . Refleks membalikkan badan saat seorang memanggilnya. Senyum gadis itu mengembang, saat melihat sahabatnya kini berjalan m mendekat dengan dua buah es krim di tangan.

"Ini buatmu, atas ungkapan maaf dariku karena aku, kau harus menerima hukuman." Maggie menyerahkan satu buah es krim kepada Queen sambil mengungkapkan rasa bersalah.

Queen mengambil es krim pemberian Maggie lalu mengucapkan terimakasih. Memberikan kode pada Maggie untuk duduk di sebelahnya. Mereka kini berada di halaman belakang sekolah, di mana Queen menghabiskan waktu istirahat dengan menggambar.

"Terimakasih, kau tidak perlu meminta maaf. Semua sudah berlalu, seperti kau tahu, aku sudah terbiasa dengan hukuman madam Eliana." Queen mencoba menghibur Maggie yang begitu lesu. Memperlihatkan senyum baik-baik saja juga tingkah ceria.

Akhirnya Maggie ikut tersenyum, saat Queen berhasil menggodanya. Kini kedua gadis itu saling bercengkrama di suasana sepi. Saling bercerita dan sesekali terdengar tawa.

Queen terlihat bahagia, gadis itu begitu beruntung bisa memiliki sahabat baik seperti, Maggie.

Terpopuler

Comments

Ymmers

Ymmers

segitu parahnya bullying pada korban.. kalo mentally rapuh yg ada korban bunuh diri 😩😩

2023-12-02

0

senokica

senokica

bertemu lgi dg keturunan kato

2023-08-31

0

Riana

Riana

ternyta quen seorang putri 😱

2023-08-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!