bab 5

"Maaf, Queen, ternyata aku tidak membawa seragam baru. Ini hanya bekas dariku yang sekali pakai." Maggie dan Queen kini berada di toilet wanita. Maggie merasa tidak enak hati, saat memberikan seragam sekolah kepada Queen yang pernah ia pakai sekali.

Queen yang kini tampak rapi lagi memperlihatkan senyum lembut, mendekati Maggie lalu meraih telapak mulus gadis di depannya ini.

"Tidak masalah, aku yang seharusnya tidak nyaman sudah memakai seragam mu. Ini pasti mahal, setelah mencucinya aku pasti akan mengembalikan padamu," Queen memasang wajah tidak nyaman. Bagaimanapun, seragam yang diberikan Maggie sangat berbeda dengan miliknya. Sudah Queen tebak, harga seragam sekolah Maggie tidaklah murah.

"Kau bisa memilikinya, sekarang," sahut Maggie, mengajak Queen keluar dari toilet.

"T–tapi …." 

"Diamlah, aku masih memiliki beberapa di rumah. Jadi … sekarang ini milikmu." Maggie berucap dengan bibir mengerucut. Merasa Queen menganggapnya orang lain.

Queen begitu senang, gadis itu tidak segan merangkul pundak Maggie. Keduanya berjalan menuju kelas yang berada di lantai 4. Maggie dan Queen sudah memasuki mata pelajaran semester genap. Itu artinya, sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian akhir 

"Ada apa, Maggie? Kau terlihat gelisah?" Queen berbisik kepada Maggie yang terlihat gelisah sambil mencari sesuatu di dalam tasnya.

"Aku, lupa membawa tugas dari madam Eliana, Queen. Astaga, aku dalam masalah," Maggie mengeluh dan tampak frustasi.

Queen ikut terkejut dan panik, ia tahu karakter guru mereka kali ini yang sangat tegas.

"Kau serius?" Tanya Queen sambil membantu Maggie mencari di dalam tas.

"Hum, sebelum berangkat. Aku meletakan tugas di meja makan. Mungkin aku lupa membawanya," ucap Maggie lesu. 

"Tamatlah, sudah riwayat ku kali ini," lanjut gadis itu dengan punggung bersandar di belakang.

Queen merasa kasihan, melihat sahabatnya dalam masalah. Gadis berkacamata lebar itu, menggeser buku tugasnya ke arah Maggie.

Maggie mengernyit melihat kelakuan Queen, ia tidak mengerti maksud gadis culun di sebelahnya.

"Ambillah, ini tugas milikku. Kau bisa mengumpulnya," perintah Queen, tersenyum manis saat melihat ekspresi wajah Maggie yang tidak percaya.

"Kau serius? Apa kau lupa dengan madam, Eliana? Di pasti akan memberikan nilai minus padamu," seloroh Maggie sambil mengembalikan buku tugas Queen.

"Tidak masalah, aku sudah terbiasa menghadapi ucapan kasar madam Eliana, itu sangat menyakitkan telinga," Queen berbisik diikuti tawa lirih.

"Aku tidak ingin kau dalam masalah dengan wanita galak itu, jadi biarkan aku menghadapi hukumannya kali." Queen terus memasang senyumannya, membuat Maggie yakin kali ini. Walaupun ia harus melihat Queen menerima hukuman dari guru killer tersebut.

Suasana kelas kini terlihat tenang, ketegangan terlihat jelas di wajah para siswa kelas 12, saat di depan mereka berdiri seorang wanita berbadan gemuk dan berkulit hitam. Apalagi tatapan tajam wanita yang usianya sekitar 35 ke arah mereka. Membawa sebuah kayu kecil yang merupakan benda kesayangannya.

Bahkan beberapa murid terlihat berkeringat dingin dan wajahnya memucat saat guru wanita itu melewati mereka.

"Kumpulkan, tugas kalian!" Perintahnya dengan suara pelan namun terdengar menyeramkan bagi para murid.

Queen menelan ludahnya kasar, begitu juga Maggie. Keduanya saling melirik, saat wanita itu mendekat ke mereka.

"Queen, aku tidak bisa. Ini tugas milikmu, aku merasa bersalah kalau kau dihukum." Maggie menggeser lembar tugas yang diberikan guru killer itu, ia sungguh tidak tega Queen dalam masalah lagi.

Queen terkejut, hingga tubuhnya refleks mundur ke belakang. Gadis berkacamata itu kembali menggeser lembaran tugas.

"Tidak perlu takut, Maggie. aku tidak apa-apa. Ambillah dan berikan kepada madam Eliana," ucap Queen dengan nada suara pelan, mengambil tugas tersebut lalu memberikan kepada Maggie.

"Maaf, Queen, aku tidak bisa," sahut Maggie, mengembalikan lembaran kertas itu kepada Queen.

Queen menolak, dan bersikeras untuk memberikan tugasnya pada Maggie, atas rasa terima kasihnya, karena Maggie sudah meminjamkan seragam kepadanya.

Terjadilah perdebatan di antara keduanya, tanpa sadar dengan situasi menegangkan di dalam kelas.

Madam Eliana kini mengarahkan tatapan tajam kepada mereka, sambil berjalan mendekati kedua gadis itu yang masih berdebat dengan lembaran kertas berada di tangan keduanya.

"Kalian sedang apa? Bukankah, aku memerintahkan untuk mengumpulkan tugas?" Madam Eliana tiba-tiba muncul membuat, Queen dan Maggie terkejut. Kertas berisi tugas terjatuh dan tepat di kaki madam Eliana.

Wanita berkulit hitam itu mengikuti arah jatuh kertas tersebut, ia menaikan sebelah alisnya, saat melihat lembaran tugas yang ia berikan.

Queen berdiri untuk mengambil kertas tersebut, saat menundukkan badannya, madam Eliana berseru dengan suara menakutkan.

"Apa itu tugas milikmu?" Tanya madam Eliana, aura wanita itu sungguh menakutkan.

Queen masih terdiam dengan posisi masih membungkuk, menoleh ke arah Maggie yang hanya bisa diam.

"Katakan! Apa ini tugas milikmu?!" Queen dan Maggie kembali terloncat kaget, mendengar suara madam Eliana yang menghardik.

"I-ini … t-tugas—" 

"Cepat katakan! Ini tugas siapa?!" Guru killer itu kembali berteriak, memperlihatkan wajah marahnya.

"T-tugas … milik—"

"Itu milik, Maggie, madam," sela seorang murid yang tidak lain adalah Sasa.

Queen yang baru akan menjawab kalau kertas itu miliknya harus menelan ludah, saat Sasa terlebih dahulu mendahului dan mengatakan milik Maggie.

Queen tidak bisa berkutik kali ini, apalagi ia merasa atmosfir di ruangan kelas semakin menakutkan.

Queen merasa di tatapan dengan menakutkan oleh madam Eliana. Gadis itu menjadi gemetar dengan telapak tangan yang mulai lembab.

Maggie menggigit bibir bawahnya, sekarang gadis itu juga ketakutan, apalagi tatapan madam Eliana begitu mengintimidasi.

"Keluarkan, tugasmu!" Madam Eliana kini menyodorkan salah satu tangannya di hadapan Queen. Meminta gadis culun itu untuk menyerahkan tugas yang ia berikan.

Queen hanya bisa terdiam, kedua telapak tangannya kini meramas ujung kursi yang ia duduki.

Wajahnya menjadi pias dengan keringat dingin mengucur di kedua pelipis.

"Dia jelas tidak bisa mengumpulnya, madam. Queen tidak mengerjakan tugas yang anda berikan. Aku melihat dia mengambil tugas, Maggie." Sasa tiba-tiba berseru untuk menambah suasana semakin menakutkan buat Queen.

Benar saja, wanita menakutkan bagi murid di sana kini menatap Queen dengan sangat tajam.

Queen pun hanya bisa menundukkan kepala dengan kedua mata terpejam, kedua tangannya kini saling menggenggam.

Maggie tidak bisa melakukan apapun, ia terus diawasi dengan tatapan madam Eliana.

"Aku memerintahkanmu untuk mengerjakan tugas dariku. Tapi … kau tidak menghargai perintah dariku! Ingat, kau hanya murid buangan di sini. Jangan membuat sekolah ini malu dengan murid sampah sepertimu. Sekarang, kau keluar dari kelas ini! Aku tidak ingin mata pelajaran yang ku ajarkan tercemar dengan sampah sepertimu, keluar!" Madam Eliana terus memaki bahkan menghina Queen, wanita bertubuh tinggi besar itu menarik kasar salah satu tangan Queen, hingga terjatuh dari kursinya.

Tidak sampai disitu saja, madam Eliana juga menyeret tubuh lemah Queen keluar dari kelas.

"Brak. Di sinilah tempatmu sebenarnya, dasar pecundang sampah. Berlututlah sampai mata pelajaran yang aku bawa selesai!" Titah madam Eliana kasar, berdecih ke arah Queen yang hanya bisa menahan air mata. 

Queen bangkit saat pintu kelas ditutup dengan kasar, mengibas tangan yang kotor dan menggenggam pergelangan tangannya yang memar akibat tarikan kuat guru killer tersebut.

Sedangkan Maggie merasa bersalah, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Diliriknya kertas lembar tugas yang mendapatkan nilai sempurna.

"Maafkan, aku Queen," ucap Maggie sendu, melirik ke arah jendela, di mana Queen masih terlihat di sana sedang berlutut, menerima hukuman dari madam Eliana.

Queen tidak bisa menahan rasa sakit hatinya yang terus mendapat hinaan. Ia menumpahkan semua dengan tangisan dalam diam. Mungkin ini deritanya yang hanya terlahir dari kedua orang tua cacat.

Apa dirinya tidak berhak untuk merasakan kebahagiaan walau sebentar saja?

Queen meremas dada yang sangat sakit dan sesak akibat menahan rasa ingin berteriak. Mengabaikan ucapan sinis siswa maupun pendidik yang melewatinya.

Bagi mereka, dirinya tidak lain hanya sekedar sampah yang harus dibuang jauh. Ingin menyerah saja, namun mengingat kembali kesehatan kedua orang tuanya, Queen harus bersabar, karena hanya di sekolah tempatnya belajarlah, akan mendapatkan rekomendasi pekerjaan di perusahaan-perusahaan besar juga sebuah beasiswa untuk melanjutkan kuliah di universitas paling populer di sana.

"Aku harus kuat, demi mama dan papa." Queen berkata lirih dengan derai air mata yang terus mengalir.

Terpopuler

Comments

Neni Triana

Neni Triana

sabar ya queen

2023-10-30

0

Riana

Riana

jangan jangan magie cuma sandiwara baik

2023-08-30

0

Biva Nurhuda

Biva Nurhuda

sabar Queen semoga nantinya berbuah manis

2023-08-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!