Pria diatas segera menjauh dirinya saat melihat keadaannya baik-baik saja. Orang-orang yang mengerumuni kini mulai menjauh. Meninggalkan mereka di sana.
Queen mencoba untuk menegakkan badannya, ia mengeluh lirih saat merasakan punggungnya begitu sakit, juga kedua kakinya terasa begitu berat.
"Biar aku membantumu." Gadis itu mendongak ke atas dengan kedua kelopak mata mengkerut, melihat sosok pria asing itu mengulur tangannya.
"Terima Kasih," ucap Queen tulus sambil menahan rasa perih. Tubuhnya masih ditahan oleh pria itu.
"Biar aku membawamu, kesana," sela pria itu, sambil menunjuk ke arah taman di depan sana.
"Terimakasih, tuan." Queen kembali mengucapkan terimakasih, saat pria baik hati itu membantunya duduk di bangku taman.
Pria berwajah rupawan itu hanya terdiam, memindai kedua lutut Queen yang terluka.
Mengerti dengan tatapan pria di hadapannya, segera Queen menutupi lututnya.
"Oh, iya, ini tidak apa-apa, tuan. Tidak terlalu menyakitkan," seloroh Queen sambil tersenyum terpaksa.
Sosok pria tinggi di depannya tampak menatapnya lekat, Queen bisa menebak usia pria itu yang 10 tahun lebih tua darinya. Pria yang terlihat begitu tegas juga berwibawa. Wajah tegas namun terlihat bersahaja.
"Apa, kita pernah bertemu?" Pertanyaan pria di depannya, membuat Queen terkejut.
"A-apa?" Jawab Queen singkat. Gadis itu merasa baru pertama kali bertemu dengan sosok pria tinggi ini.
"Aku merasa pernah melihatmu. Tapi … dimana?" Pria itu masih menatap sangat lekat wajah Queen, ia bahkan duduk di samping gadis itu.
Queen terkejut dan refleks menggeser tubuhnya. Wajahnya mulai kembali panik juga merasa was-was. Melihat tatapan serius pria di depannya ini.
"Maaf, tapi saya baru bertemu dengan, tuan," sahut Queen, ia menjawab dengan suara takut-takut.
"Benarkah? Aku sangat yakin, mengenalmu, nona," pria itu masih terus menatap Queen. Entah mengapa ia merasa sangat dekat dengan gadis culun ini dan pernah melihatnya. Akan tetapi ia lupa, dimana ia pernah bertemu.
Pria asing itu, mendadak mengingat sang mommy. Saat melihat gadis di depannya tersenyum terpaksa. Juga melihat kedua kelopak mata Queen berkedip.
"Kenapa, gadis ini begitu mirip dengan mommy?" Ucapnya pelan, ia tidak bisa memalingkan tatapan. Menghiraukan raut gelisah Queen.
Namun suara deringan pada ponselnya, membuat pria itu berpaling, ia merogoh saku depan jasnya. Melihat nama yang tertera di layar ponsel mahalnya itu.
"Gabriel," gumamnya lirih, namun Queen bisa mendengar. Segera pria tampan itu menjauh untuk menerima panggilan tersebut.
Melihat pria yang menyelamatkannya, menjauh. Queen pun mengambil kesempatan untuk pergi. Ia masih ketakutan dengan sosok pria asing tadi. Dengan langkah susah payah, Queen berjalan pelan ke arah lain. Saat ia merasa sudah cukup jauh dari pria itu, Queen pun duduk di bangku taman di depannya.
Gadis itu terdiam sembari menatap luka di kedua lututnya. Queen mengangkat kedua kakinya ke atas lalu memeluknya. Queen menenggelamkan wajahnya, menangis dengan suara lirih.
Hari ini begitu sangat berat ia jalani. Ia diperlakukan kasar, dihina, hasil karyanya dicuri dan ia pun harus menerima tuduhan atas menjiplak desain orang lain.
Suara tangisan menyedihkannya sungguh begitu menyesakkan. Queen menangis tanpa suara, ia mencoba menahan rasa sakit di rongga leher juga dadanya. Sungguh tidak ada yang lebih menyesakkan ini, bahkan rasa sakit tubuh juga kedua lututnya tidak terasa.
"Kenapa aku terus menerima nasib seperti ini? Tidak bisakah, aku hidup damai sehari pun? Semua orang membenciku, apa karena aku seorang miskin dan kedua orang tuaku seorang cacat?" Queen mengangkat wajahnya yang begitu menyedihkan. Suara sesenggukan itu begitu menyakitkan. Dihapusnya air mata dengan tangan gemetar.
Queen hanya ingin mengeluarkan semuanya sendiri, sebelum ia kembali ke rumah dengan perasaan lega. Ia tidak ingin membawa beban kesedihan. Pasti papanya akan cepat mengetahui. Queen tidak ingin membuat sang papa ikut sedih. Sebab itu ia mengeluarkan semua kesedihannya di sana.
Queen membuka tas usang miliknya, mengambil sesuatu di dalam kotak pensil. Sebuah liontin batu permata terlihat di tangannya. Liontin yang memiliki desain unik menurut Queen. Dengan beberapa lapisan batu permata dan warnanya berbeda.
"Kenapa, papa memberikan ini padaku?" Queen bertanya dengan dirinya sendiri. Mengingat tadi sebelum berangkat, papanya memberikan liontin tersebut.
"Kata, papa. kalau aku lagi bersedih, harus melihat liontin ini." ucapnya lagi. Kedua matanya masih menatap lekat benda berkilau di depannya itu.
"Ini sangat indah, seluruhnya dipenuhi berlian. Pasti, harganya sangat mahal," gumam Queen, menelisik lebih dalam liontin di tangannya.
"Sejak, kapan, papa memiliki ini?" Queen terus bergumam, tanpa gadis itu sadar, kesedihannya kini berganti dengan rasa penasaran.
Queen melihat sesuatu aneh di balik batu permata yang berada di bagian paling dalam. Queen melihat sesuatu yang menyerupai tombol. Gadis itu pun mencoba menekannya. Seketika, kedua kelopak matanya melebar dengan bola mata membesar.
"A-apa ini, kenapa permatanya mengeluarkan cahaya merah?" Queen refleks, menjatuhkan benda itu. Ia begitu terkejut dan panik.
Lain halnya di tempat lain. Tepatnya di sebuah ruangan khusus yang berada di sebuah markas. Terlihat kehebohan di dalam sana, saat mendapatkan sebuah tanda pemberitahuan di komputer mereka.
"Apa yang terjadi?" Seorang pria datang dengan tergesa, saat mendengar alarm berbunyi.
"Alat pelacak yang terpasang di liontin, nona muda, aktif, tuan," jawab seorang hacker handal. Yang kini mulai mencari titik keberadaan sang nona muda.
Terlihat beberapa hacker handal di dalam sana, yang bertugas untuk mencari tahu keberadaan sang nona muda yang hilang. Mereka sudah mencari selama belasan tahun. Sekarang bisa bernafas lega saat melihat satu titik yang berada di negara lain.
"Meksiko city," gumam pria yang merupakan tangan kanan dari salah satu tuan muda Efron.
"Terus, temukan titik akurat keberadaan nona. Aku akan mengabari ini pada tuan Efron." Titah pria itu yang memerintahkan untuk mencari lebih jelas titik keberadaan alat pelacak yang berada di liontin sang nona muda Efron.
Pria itu pun segera berjalan terburu-buru menuju kediaman utama. Tidak lupa, ia juga membawa ipad di tangannya. Menunjukkan kepada para pria Efron tentang keberadaan titik lokasi sang nona muda.
"Tuan!" Seru pria itu yang kini berada di kamar perawat Daisy. Terlihat, Drake, Gabriel dan Gilbert sedang berdiskusi. Ketiga pria itu menoleh dengan wajah biasa saja. Gilbert bahkan tampak muak melihat asistennya itu.
"Semoga kali ini kau membawa kabar …."
"Kami menemukan keberadaan nona muda, tuan." Pria itu segera menyela ucapan Gilbert. Berhasil membuat ketiga pria penguasa itu berdiri dan berjalan ke arahnya.
"Apa?" Ucap Drake dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan.
"Nona, berada di Meksiko."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Riana
segera ketemukan quen😭😭😭
2023-08-31
0
Nurul Iswari12
semoga queen.bisa bertemu keluarganya
2023-08-28
0
Biva Nurhuda
semoga segera bertemu
2023-08-28
0