bab 18

"Nyonya." Sosok pria misterius memanggil wanita yang sejak tadi berdiri di luar kamar pribadi Drake.

Nyonya Meliza tersenyum, saat orang suruhannya menganggukkan kepala. Menandakan pekerjaan yang di tugasnya selesai.

Wanita yang tampak anggun itu, mengeluarkan sebuah amplop yang berisi uang. Menyerahkan kepada pria di sampingnya.

Tanpa mengatakan apapun, nyonya Meliza segera melangkah memasuki kamar mewah milik Drake.

Benar saja, saat wanita itu melangkah masuk, alarm yang biasa terpasang di sekitar pintu tidak menimbulkan suara.

Dengan hati senang, nyonya Meliza merasa tenang menjalankan rencananya untuk menghabisi nyawa Daisy.

Kini wanita yang rambutnya di tata dengan begitu modis, melangkah dengan wajah licik, mendekati sosok rapuh yang terbaring di atas ranjang.

"Hay, nyonya Efron. Ups, mantan nyonya. Karena sebentar lagi, status itu akan menjadi milikku," pungkas nyonya Meliza, kini ia berada di samping Daisy. Berbisik dengan suara mengejek.

Nyonya Meliza bahkan mengejek tubuh lemah Daisy juga wajahnya yang terlihat pucat layaknya mayat hidup.

"Lihatlah, kau terlihat buruk. Tubuhmu bahkan sangat jelek. Berbeda dengan tubuhku yang masih seksi. Aku yakin, suamimu pasti akan terkesan dengan tubuhku ini. Tapi

… Karena mu, aku tidak bisa memilikinya. Jadi, dengan membunuhmu aku bisa memberikan kebahagiaan juga kehangatan kepada Drake. Pergilah, dengan tenang. Biar Drake bersamaku. Kau, tidak perlu khawatir, aku akan memberikan kepuasan kepadanya. Dia begitu frustasi, harus memendam hasrat selama ini. Jadi … jangan salah aku apabila, malam ini aku membantumu pergi dengan tenang." Nyonya Meliza, terus berbisik di samping telinga Daisy. Wanita berlagak nyonya besar ini, tidak mengetahui berubah kesehatan Daisy yang bisa mendengar segala ucapannya. Bahkan, ucapannya mampu merangsang emosional Daisy.

Terlihat, jari-jari sebelah kiri Daisy bergerak. Kelopak matanya bahkan kembali mengeluarkan air mata.

Sedangkan nyonya Meliza, menegangkan punggung dan berdiri dengan pongah di hadapan Daisy. Ia mengeluarkan sebuah botol berukuran kecil yang berisi racun mematikan.

Wanita itu menatap lekat pada botol, senyum miring yang menyerupai seringai licik, terpatri di wajah nyonya Meliza. Tatapannya kini tertuju pada infus yang melekat di sebelah tangan kanan Daisy.

Wanita itu berpindah tempat, ia tidak ingin berlama-lama di dalam sana. Ia harus segera menjalankan rencana, sebelum para medis yang merawat Daisy kembali dari jam istirahat mereka.

"Aku harus segera melakukan ini. Sebelum mereka datang. Aku harus menghapusi wanita koma ini." Nyonya Meliza sibuk mengeluarkan cairan racun ke dalam jarum suntik, sambil bergumam. Terlihat jelas, ketegangan di wajah juga sekujur tubuhnya.

Namun ia harus melakukan ini, demi kesejahteraannya mendapat kemewahan juga keinginan menjadi nyonya Efron.

Nyonya Meliza mengerang tertahan, saat jarum suntik yang sudah berisikan racun, terjatuh dari tangannya yang bergetar. Ia semakin panik juga tegang.

"Sial. Kenapa aku segugup ini," gumam wanita itu yang berjongkok meraih jarum suntik yang menggelinding di bawah rancangan.

Jengah dengan jarum suntik yang tidak bisa ia temukan. Nyonya Meliza kembali mengerang tertahan. Wajahnya terlihat begitu muak. Dadanya naik-turun karena emosi bercampur gugup.

"Mungkin jarum suntik bukan jalan yang tepat untuk membuatnya segera mati. Bisa saja ia tertolong. Tidak, aku harus memikirkan cara lain, yang bisa membuatnya mati seketika." Wanita yang tampak frustasi ini, terus bermonolog. Sambil memikirkan cara yang sangat tepat untuk menghabisi nyawa Daisy, tanpa menunggu waktu.

Mata licik nyonya Meliza bergerak ke sana-kemari, mencari sesuatu yang ia gunakan untuk menghabisi nyawa wanita tidak berdaya di hadapannya.

"Tidak. Aku tidak mungkin menggunakan senjata tajam. Mereka pasti akan mengetahuinya," gumamnya lagi. Nyonya Meliza semakin frustasi. Melihat jarum jam terus bergerak maju.

Ia sudah menghabiskan waktu beberapa menit di dalam sana, namun belum juga berhasil.

Saat nyonya Meliza frustasi memikirkan cara untuk menghabisi Daisy, kini wanita itu tersenyum penuh maksud, ketika melihat bantal yang berada di bawah kaki Daisy.

Senyum licik kembali nyonya Meliza perlihatkan, mengitari ranjang dengan jari-jarinya yang lentik, menatap penuh ejekan pada Daisy.

"Kali ini, aku pasti kau akan mati," bisiknya, dengan sebuah bantal di tangan.

Bersiap untuk menutup wajah Daisy dengan bantal tersebut.

Bersamaan juga, para medis yang merawat Daisy, berjalan menuju kamar.

Mereka terlihat begitu santai tanpa mengkhawatirkan sesuatu.

Di dalam kamar nyonya Meliza bersiap untuk menghabisi Daisy. Namun wanita itu tertegun, saat sebuah tangan menahan pergelangan tangannya.

Nyonya Meliza membulatkan kedua mata dengan perasaan deg-degan.

Dengan perlahan, ia menjauhkan bantal di tangan yang menghalanginya melihat wajah Daisy.

Semakin tertegun juga wajahnya menjadi pias, saat melihat kedua mata Daisy terbuka.

Tubuh nyonya Meliza terasa tidak berdaya, refleks bantal di tangannya jatuh. Tubuhnya mundur dan menabrak meja yang terdapat obat-obatan. Semua benda yang ada di meja jatuh ke lantai, menimbulkan suara nyaring.

Nyonya Meliza semakin ketakutan, apalagi melihat tatapan Daisy yang begitu mengerikan.

"T-tidak. Ini, tidak mungkin," monolognya dengan suara bergetar juga tubuh yang tidak kalah bergetar bercampur keringat dingin.

Paramedis yang sudah berada di lorong kamar, terdiam saat mendengar suara keributan yang berasal di kamar pribadi Daisy. Mereka segera berlari dengan wajah panik.

****

"APA!" Gilbert berteriak kencang dengan ekspresi tidak terbaca saat menerima panggilan. Gabriel dan Drake ikut penasaran. Keduanya kini mendekati Gilbert.

"Ada apa?" Tanya Gabriel penasaran, ketika Gilbert menjatuhkan ponselnya.

Pria itu hanya terdiam, namun tatapannya begitu dalam ke arah Drake.

"Why?" Ucap Drake dengan suara tenang, namun hatinya pun begitu penasaran.

"Katakan bodoh. Ada apa!" Sentak Gabriel, pria itu sedikit terbawa emosi melihat saudara bungkam dengan raut yang tidak ia pahami.

Gilbert tidak menjawab pertanyaan saudara kembarnya, pria bertubuh tinggi gagah itu, menarik tangan kanan Drake lalu membawanya keluar dari kamar dengan berlari.

"Hey, tunggu aku. Katakan, apa yang sebenarnya terjadi!" Gabriel mengikuti langkah Gilbert sambil berteriak.

"Apa sebenarnya terjadi, nak?" Drake bertanya dengan nafas tersengal-sengal. Kini mereka sudah berada di depan pintu kamar.

Gilbert lagi-lagi mengabaikan pertanyaan Daddynya. Pria itu berjalan dengan perlahan memasuki kamar.

Drake pun melangkah, merasa bingung dengan perubahan wajah putranya. Namun seketika, ia tersadar dan segera mendahului Gilbert. Drake takut terjadi hal buruk kepada istrinya.

Tapi… pria yang terlihat masih segar itu, tertegun di tempatnya, saat melihat pemandangan di depan sana.

Raut wajahnya begitu terkejut, perasaan yang ia rasakan kini campur aduk. Saat melihat istrinya membuka kedua matanya. Dan wanitanya kini terlihat setengah duduk.

Drake segera tersadar dari keterkejutannya, ia segera mendekati sang istri yang akhirnya sadar dari koma.

"Sayang!" Ucapnya dengan suara terhadap saat berada sangat dengan dengan sang istri.

Gilbert dan Gabriel pun begitu terkejut, melihat pemandangan yang sangat mereka inginkan, kini terkabul. Sungguh keduanya ingin berteriak sekencang mungkin melihat sang mommy sadar.

"Sayang." Drake kembali memanggil istrinya. Kini pria itu berlutut di hadapan istrinya.

Dengan raut wajah haru dan tubuh bergetar, Drake mencoba meraih tangan Daisy.

Sedang wanita yang baru bangun dari tidur panjang, masih terdiam. Memperhatikan sekeliling dengan wajah kebingungan. Kini tatapannya tertuju pada kedua putranya, namun ekspresi Daisy tampak datar.

Saat merasakan sentuhan, Daisy menoleh. Menatap lekat wajah yang sudah setia kepadanya itu.

"D-Drake?" Daisy berucap dengan nada lirih. Wanita itu begitu sulit mengeluarkan suara.

Drake tidak dapat menahan diri. Ia lantas menarik pelan tubuh ringkih istrinya itu ke dalam pelukan. Pria itu, tidak mampu menahan tangisannya.

Ia memeluk tubuh lemah Daisy sambil menangis. Drake tidak bisa berkata-kata saat ini.

Daisy masih diam, tatapannya begitu kosong. Wanita itu terlihat masih linglung. Berulang Kali ia terdengar meringis lirih.

Drake memalingkan wajah ke arah dokter, tatapannya penuh dengan pertanyaan saat ini.

"Akhirnya, kau sadar sayang. Terimakasih, kau masih berjuang hidup. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku, seandainya…."

"Queen." Ucap Daisy tiba-tiba. Berhasil membuat Drake dan kedua putranya membeku.

"Queen, putriku. Di mana dia. Tolong, selamatkan putriku."

Terpopuler

Comments

Biva Nurhuda

Biva Nurhuda

setelah belasan tahun koma pastinya bingung
semoga segera bertemu Queen

2023-09-01

0

Veer Zaara

Veer Zaara

makin seru... banyak2 up nya Thor 🤭🤭

2023-08-31

0

Riana

Riana

syukurlah momy sadar 😘😘😍😍😍

2023-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!