"Papa!" Queen terpekik lantang, baru saja ia tiba di depan pintu dan menemukan kedua orang tuanya di tindas oleh para pria berbadan besar.
Queen berlari mendekat, papa dan mamanya yang terjerambat di ubin lusu, wajah kedua orang tuanya tampak begitu kacau.
"Queen," seru sang mama dengan suara lemah, di peluknya erat tubuh Queen.
"Apa yang sedang terjadi, papa?" Gadis itu bertanya sambil membantu papanya duduk, melihat ke arah ruangan yang sudah berantakan.
Pria tua yang di tanya pun hanya terdiam dengan raut wajah tertekan. Queen bisa melihat luka memar di wajah tua papanya.
"Papa, mereka siapa?" Quote kembali bertanya, melihat para pria kekar dan menakutkan di depannya.
Lagi-lagi pria yang di panggil papa, hanya bisa terdiam. Menatap putrinya dengan nanar.
Queen kembali menoleh ke arah para pria di depannya, saat mendengar kekehan kurang ajar mereka.
"Cih, ternyata bukan hanya cacat. Kalian juga memiliki seorang putri jelek dan menjijikan." Salah satu dari mereka berkata dengan melayangkan hina kepada Queen.
Sungguh para pria berpenampilan preman itu sangat jijik melihat wajah Queen.
"Jaga mulut, anda tuan!" Sentak tuan Albert, ia tidak suka putrinya di hina.
Queen menatap para pria itu dengan berani, sambil memeluk mamanya yang ketakutan.
Queen semakin menajamkan tatapannya, saat salah satu preman mendekatinya. Pria itu mendudukkan setengah tubuhnya, menelisik dengan remeh wajah Queen.
"Lihatlah, di lihat dari dekat pun dia semakin jelek," ucapnya sambil tertawa.
"Jangan, sentuh putriku!" Kembali tuan Albert mengeluarkan suara dengan nada peringatan. Namun dianggap remeh oleh pria-pria menakutkan itu.
"Cih, menyentuh saja aku sudah jijik," jawab pria berwajah menyeramkan yang mengapit dagu Queen.
"Kalian, siapa?" Dengan tatapan berani, Queen bertanya tanpa rasa takut sedikitpun.
Mendengar pertanyaan Queen, pria itu kembali membungkukkan setengah badannya sambil berbisik sesuatu di dekat telinga Queen.
"Bayar, hutang kalian," ujar pria itu sambil memiringkan kepala juga tersenyum mesum kepada Queen. Ia juga menyentuh leher jenjang gadis itu.
"Aku tidak percaya, kau, memiliki leher begitu indah." Pria itu berkata dengan suara lirih, membuat Queen menghindar. Wajahnya kini terlihat ketakutan.
"Jangan menyentuhnya. Berikan kami waktu sampai besok. Aku berjanji, akan membayarnya!" Sentak tuan Albert, segera menepis tangan kasar pria menyeramkan itu yang akan menyentuh leher Queen.
Queen terkejut mendengar ucapan papanya. Ia tidak mengerti dengan keadaan sekarang. Bahkan, Queen tidak mengetahui orang tuanya memiliki hutang pada rentenir.
"Baiklah, kami memberikan kalian waktu sampai besok. Ingat, harus ada. Kalau tidak …, kau bisa menularkan dengan–" ucapan pria itu terhenti dan tatapannya tertuju pada Queen, senyum penuh maksud dapat tuan Albert lihat.
"Kami tidak akan membiarkan kalian, menyentuhnya," sahut tuan Albert. segera dengan gerakan terbata, menyembunyikan Queen di balik tubuhnya.
Sosok menyeramkan itu tidak mengatakan apapun lagi, namun ia terus melihat dengan tajam ke arah Queen. Ia bisa menangkap keindahan di balik wajah culun gadis itu.
Setelah melihat para pria itu pergi dari rumah sederhananya, Queen segera memberikan tatapan tajam ke arah sang papa.
Tuan Albert tidak menghiraukan tatapan Queen, pria itu dengan langkah pincangnya membantu sang istri duduk diatas kursi usang.
"Papa. Kau tidak akan menjelaskan padaku? Untuk, apa kalian berhutang?" Tidak tahan terus diacuhkan oleh sang papa. Queen segera melayangkan pertanyaan.
Ia kini duduk di sebelah tuan Albert, mimik wajah gadis itu begitu penasaran.
"Biar ini menjadi urusan, papa, nak. Sekarang masuklah, ke kamarmu," ucap tuan Albert yang memberikan senyum lembut kepada putri sambil mengelus halus rambut Queen.
Tuan Albert segera berdiri, pria tua itu bersiap untuk keluar dari rumah.
"Katakan padaku, papa. Kenapa kau harus berhutang? Apa ini karena aku?" Queen mengikuti gerakan papanya yang sibuk mencari sesuatu. Hingga tiba di depan pintu, tuan Albert menghentikan langkahnya.
"Tidak ada hubungannya denganmu, nak. Semua sudah terjadi begitu lama, sekarang mereka meminta saat bunga begitu banyak," jawab tuan Albert, menjelaskan kepada Queen yang belum puas dengan penjelasan papanya.
"Bagaimana, kalau kita tidak bisa membayarnya?" Tanya Queen sendu, gadis itu begitu khawatir.
Tuan Albert hanya tersenyum lembut, namun hatinya kini begitu gelisah. Ia harus mendapatkan uang yang diinginkan para preman tadi. Kalau tidak, maka Queen dalam bahaya.
"Jaga mama. Jangan membuka pintu selama papa tidak berada di rumah. Papa akan segera kembali." Tuan Albert memberikan wejangan kepada putri untuk berhati-hati. Tuan Albert hanya khawatir, para preman itu akan kembali.
Queen mengangguk lemah, wajahnya sangat terlihat sedih, bahkan ia sudah mengeluarkan air mata. Memandangi kepergian papanya yang melangkah dengan tertatih.
Jelas Queen begitu mengkhawatirkan papanya yang berjalan di gg sempit juga gelap. Mengingat salah satu kaki sang papa pincang.
Queen menutup pintu, di pandangnya wajah mamanya yang terlihat masih pucat akibat kejadian tadi.
"Mama, aku akan mengantarmu ke kamar." Queen mendekat, membantu sang mama berjalan menuju kamar.
"Nak." Queen menoleh, saat mendengar suara mamanya memanggil.
"Hum," Queen menjawab dengan deheman. Gadis itu kini membantu mamanya mengganti pakaian.
"Maafkan, kami yang belum bisa memberikanmu kebahagiaan. Mama sangat bersalah padamu, nak. Tidak bisa melakukan apapun. Hanya masalah yang mama berikan karena mama juga, kau bahkan mendapat begitu banyak hinaan." Wanita berwajah teduh itu tidak mampu menyembunyikan rasa bersalahnya, melihat nasib putri yang ia besarkan.
"Tidak seharusnya kau harus hidup seperti ini. Kau seharusnya berada di tempat yang sebenarnya dan mendapat kehidupan layak." Nyonya Albert berkata dalam hati. Memikirkan nasib Queen hidup bersama mereka. Yang seharusnya hidup di tengah-tengah keluarga mampu dan bahagia.
"Apa yang mama katakan? Aku sangat bahagia dan beruntung bisa terlahir darimu, mama. Meskipun keadaan mama seperti ini, tapi, aku begitu bangga. Mama wanita adalah wanita terbaik juga terhebat di dunia. Aku sangat menyayangimu, mama," ungkap Queen dengan tangisan sendu. Memeluk sang mama yang tatapannya hanya tertuju ke depan.
Dipeluknya wanita yang sudah membesarkannya dengan kasih sayang. Queen menumpahkan perasaan sesaknya di pelukan mamanya. Gadis itu begitu menyimpan banyak rasa sakit hati juga beban.
"Bagaimana, kalau mama bukalah, orang tuamu yang sebenarnya?" Queen melepaskan pelukannya, ia menatap sang mama dengan ekspresi terkejut.
"Apa yang kau lakukan, jika kami bukan orang tua kandungmu?" Queen kembali dibuat terkejut dengan pertanyaan Mamanya.
"Berhentilah, mama. Mana mungkin aku bukan anak kalian? Papa dan mama begitu mencintaiku," sahut Queen, hanya menanggapi ucapan mamanya dengan candaan.
Nyonya Albert terdiam, ia hanya terus menatap kosong ke depan. Mengingat kembali peristiwa menakutkan, sebelas tahun lalu.
"Tidurlah, mama. Tidur awal sangat baik untuk kesehatanmu." Queen membaringkan tubuh lemah mamanya. Mengusap rambut sang mama dengan lembut.
Tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Nyonya Albert kembali memikirkan nasib Queen. Ia hanya takut, apabila dia dba suaminya meninggal, siapa yang akan melindungi putrinya Queen.
Gadis berwajah culun itu kini, memandangi sang mama yang sudah terlelap. Di tatapannya wajah lemah lembut mamanya. Wajah yang selalu memberikannya senyum penuh kasih sayang. Sungguh Queen sangat beruntung memiliki sosok mama yang sangat hebat juga kuat. Di tengah keterbatasannya dalam melihat sekitar, ia masih bisa mandiri. Berjualan di pinggir jalan dengan penuh kesabaran, hanya untuk membiayai kebutuhannya.
Diraihnya telapak tangan namanya yang begitu kasar. Queen kembali meneteskan air mata sambil menciumi telapak tangan mamanya.
"Dengan tangan inilah, aku diajarkan untuk selalu kuat menghadapi cobaan apapun di luar sana." Queen hanya bisa menangis dalam diam sambil menggenggam tangan mamanya.
Entah sampai kapan cobaan dalam hidupnya akan berakhir, ia hanya ingin membahagiakan, papa dan mamanya.
"Aku mencintaimu, mama," bisiknya penuh ketulusan lalu mencium kening mamanya.
********
Queen terlihat berlari tergesa-gesa di koridor sebuah rumah sakit. Wajahnya terlihat panik. Queen segera memasuki ruangan UGD untuk menemui sang papa.
Sepuluh menit yang lalu, Queen menerima kabar tentang papanya yang mengalami kecelakaan.
Di sinilah sekarang gadis itu berada, ia melihat papanya yang terkulai lemas di atas ranjang pasien dengan wajah dipenuhi cairan darah.
Queen histeris sambil menghampiri papanya yang belum mendapat penanganan dari pihak rumah sakit.
"Papa, kenapa papa seperti ini? Aku mohon, sadarlah papa!" Queen berteriak di bangsal pasien darurat. Gadis itu begitu ketakutan melihat kondisi papanya yang sangat parah.
"Bangunlah, papa. Jangan membuat aku ketakutan. Aku tidak ingin kehilangan, papa," ucapnya dengan suara parau juga tangisan pilu.
"Papa." Queen meluruh di atas lantai keramik, ia terus mengguncang tubuh papanya yang sudah lemas dengan darah di mana-mana.
"Anda keluarga pasien?" Tiba-tiba seorang perawat datang menghampirinya.
Queen segera bangun sambil menghapus air mata, ia juga langsung memohon kepada perawat untuk menyelamatkan papanya.
"I-iya, suster. Saya anaknya," sahut Queen dengan wajah lega.
"Kondisi papa nona saat, ini sedang kritis. kami harus segera melakukan operasi untuk papa anda." Perawat wanita kini memberikan Queen berkas tentang kondisi papanya.
"Aku mohon, selamatkan papa saya, suster. Aku mohon." Queen kini berlutut di hadapan perawat di depannya.
Gadis itu kembali menangis dengan suara parau. Ia begitu takut kehilangan salah satu orang tuanya.
"Baiklah, kami akan segera melakukan tindakan untuk papa anda. Akan tetapi, nona harus menyelesaikan administrasi terlebih dahulu." Perawat wanita cantik itu, memberikan Queen laporan kesehatan papanya.
Tanpa menunggu lama, Queen berlari menuju pihak administrasi terlebih dahulu untuk menyelamatkan nyawa papanya.
Queen menghadap pihak administrasi rumah sakit dengan penampilan berantakan juga kacau.
Gadis itu segera menghampiri seorang perawat wanita dan memberikan berkas kesehatan papanya.
Namun perawat itu menatap Queen dengan sinis dan tidak ramah. Hanya karena Queen terlihat berpenampilan gembel.
"Lima ratus dollar," sentak perawat dengan nada angkuh. Tidak hentinya mendecih melihat Queen.
"A-apa … lima ratus dollar?! Sahut Queen tidak percaya, mendadak gadis itu lemas dan tubuhnya akan meluruh di atas lantai.
"Cih, kalau tidak memiliki uang, anda seharusnya tidak ke rumah sakit ini. Hanya orang-orang kaya yang berada di sini, nona. Tempat anda berada di klinik, gratis." Perawat itu kini berdiri di hadapan Queen. Sosoknya kini menatap remeh ke arah gadis menyedihkan ini.
Beberapa orang terlihat ikut menatap sinis Queen bahkan tersenyum menghina.
Mereka hanya tidak percaya, kenapa ada orang kumuh di rumah sakit terkenal ini.
"Saya pasti akan membayarnya, suster. Tapi … tolong izin saya mendapat laporan persetujuan operasi papa. Saya mohon," mohon Queen sambil menatap sendu perawat di depannya.
"Maaf, tapi kami tidak bisa melakukannya. Anda harus membayarnya separuh terlebih dahulu," ucap perawat tersebut yang wajahnya terlihat begitu angkuh. Berkata sopan kepada Queen, namun tatapannya sangat jijik.
Queen kini menjatuhkan tubuhnya di hadapan perawat. Sontak perlakuannya membuat semua orang terkejut.
Queen bersedia berlutut demi keselamatan papanya. Kembali ia mengorbankan harga dirinya. Untuk berlutut di hadapan seorang perawat.
"Aku mohon, selamatkan papa," sambil menunduk kepala juga berderai air mata, Queen memohon. Penampilannya sungguh berantakan dengan rambut acak-acakan, kedua telapak tangannya kini menggenggam kuat sweater lusuh yang ia kenakan.
"CK, dasar manusia miskin." Ucap sang perawat dengan
respon tidak peduli, kembali ingin melangkah meninggalkan Queen.
"Suster, saya mohon. Berikan saya berkas untuk operasi papa. Saya janji akan melunasi semuanya besok." Melihat perawat itu akan melangkah meninggalkannya, Queen menahan salah satu kaki wanita berpakaian serba putih itu.
Perawat itu tidak peduli, ia tetap ingin melangkah, hingga tubuh lemah Queen ikut terseret.
Perlakuan Queen kembali membuat orang-orang di sana semakin risih dengan tingkah miskin gadis culun itu.
Queen tidak menghiraukan tatapan mereka semua, ia hanya ingin mendapatkan persetujuan dari pihak rumah sakit untuk operasi papanya.
"Lepaskan!" Karena sudah muak dengan tingkah Queen. Wanita cantik itu mendorong tubuh Queen dengan kakinya. Membuat Queen lagi-lagi terhempas ke belakang.
"Dasar gadis miskin tidak tahu malu. Cih," perawat itu berdecih ke arah Queen. Tanpa ada niat untuk membantu gadis malang di depannya.
"Ada apa, ini?" Di saat semua tatapan hina di berikan pada Queen yang tersungkur di lantai, tiba-tiba terdengar suara bariton.
Semuanya kini beralih menatap sang pemilik suara bariton, bahkan mereka semua terkejut melihat kehadiran sosok pria rupawan yang berjalan ke arah Queen.
Sang perawat angkuh terlihat waspada dan salah tingkah. Apalagi melihat tatapan tajam pria yang merupakan pemilik rumah sakit.
Tatapan pria itu langsung tertuju ke arah Queen, segera ia membantu gadis menyedihkan itu untuk bangun.
"Kau tidak apa-apa?" Tanyanya dengan suara tegas. Memperhatikan postur Queen.
Gadis yang di tanya hanya mengangguk sambil menunduk kepala. Queen begitu frustasi memikirkan keselamatan papanya.
"Ada apa?" Kembali pria itu bertanya, saat mendengar suara tangisan Queen.
Queen yang menunduk kepala, segera mendongak. Menatap sosok pria di depannya yang ternyata seorang dokter.
"Kau!" Sentak pria itu, yang merupakan salah satu anak kembar Drake dan Daisy.
Melihat pria di depannya seorang dokter. Queen segera meminta bantuan untuk memeriksa papanya.
"Tuan. Aku minta tolong, selamat papaku," pinta Queen dengan kedua tangan dikatupkan di depan dada sambil memohon.
Griffin melempar tatapan tajam ke arah perawat tadi yang kini terdiam dengan tubuh gemetar.
"Aku mohon, tuan. Selamat papaku. Dia harus melakukan operasi malam ini. T-tapi aku belum memiliki uang untuk membayarnya," jelas Queen sambil sesenggukan.
Melihat wajah menyedihkan Queen, Griffin pun tidak berpikir lama. Segera pria itu mengajak Queen untuk menemui papanya yang mengalami luka serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Riana
kenalilah adikmu grifin🤨🤨
2023-08-31
0
Biva Nurhuda
Greffin kamu harusnya sadar kalau dia saudara perempuanmu
2023-08-30
0
Eva Karmita
bab ini penuh dengan bawang 😭😭😭😭 , semoga tuan Albert setelah ini mau mengatakan kebenarannya biar Queen bisa menolong ayah dan ibu angkatnya kasihan nyesek kali baca bab yang ini 😭🤧
2023-08-30
1