Suasana Ballroom hotel bintang lima malam itu begitu hidup. Gelak tawa, perbincangan hangat, dan dentingan gelas beradu mengiringi alunan musik lembut dari band akustik yang tampil di sudut ruangan.
Acara reuni akbar ini menjadi momen nostalgia bagi para alumni sekolah bergengsi. Mereka yang dulu mengenakan seragam abu-abu kini hadir dalam balutan busana formal nan mewah, mencerminkan status dan kesuksesan masing-masing.
Namun, di tengah gemerlap itu, di sebuah balkon yang sedikit tersembunyi dari hiruk-pikuk, seorang wanita berdiri sendiri.
Gaun hitam panjang yang ia kenakan melekat sempurna di tubuhnya, mencerminkan keanggunan yang sederhana. Rambut hitam panjangnya tergerai, sebagian tertiup angin malam. Kedua matanya yang bulat dan bermata madu menatap ke arah keramaian dalam ruangan, namun pandangannya hanya terfokus pada satu sosok pria berpostur tegap dengan rambut hitam rapi yang tampak sedang bercanda dengan teman-temannya.
Quenby Agatha menelan ludah pelan. Jantungnya berdegup kencang saat menyadari sosok itu adalah Jonas Hermawan Sagala, pria yang menjadi bagian penting dari masa lalunya. Sosok yang tak pernah ia lupakan, meskipun waktu telah berjalan dua belas tahun sejak mereka terakhir kali bertemu.
Ingin rasanya ia melangkah mendekat, mengulurkan tangan, dan memulai percakapan. Tapi keberanian Quenby tertahan oleh keraguan.
Apakah Jonas masih mengingatnya?
Apakah pria itu akan melihatnya seperti dulu?
Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di benaknya, membuat langkahnya tetap terpaku di balkon.
Namun, seolah dituntun oleh takdir, Jonas tiba-tiba menoleh. Mata mereka bertemu, dan Quenby merasakan aliran listrik yang membuat tubuhnya kaku. Jonas tersenyum tipis, lalu mulai berjalan mendekat.
Quenby panik. Ia ingin berbalik dan bersembunyi, tetapi kedua kakinya terasa membeku. Dalam hitungan detik, Jonas sudah berdiri di depannya.
"Kamu... Quenby, kan?" suara bariton Jonas terdengar akrab, namun ada nada terkejut di dalamnya.
Quenby mengerjap, mencoba meredakan debaran jantungnya. "Ya, Kak Jonas," jawabnya pelan.
Senyum Jonas melebar. "Syukurlah kamu masih ingat aku. Kupikir aku harus memperkenalkan diri lagi."
Quenby terkekeh kecil, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Tidak mungkin lupa. Kakak... banyak berubah. Tapi tetap sama dalam beberapa hal."
"Berubah lebih baik, kan?" Jonas mengedipkan mata dengan nada menggoda.
"Jauh lebih baik," jawab Quenby jujur.
Jonas memandangnya dengan penuh perhatian. "Dan kamu, Quen. Kamu... semakin cantik."
Quenby merasakan pipinya memanas. Pujian itu membuatnya bahagia, tetapi juga mengingatkannya pada kenangan lama yang tak sepenuhnya indah. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya.
"Kak Jonas juga terlihat hebat," katanya, berusaha mengalihkan perhatian dari dirinya.
Senyum Jonas meredup sedikit, tetapi ia segera kembali ceria. "Jadi, bagaimana kabarmu selama ini? Apa yang kamu lakukan setelah lulus?"
Quenby terdiam sejenak. Haruskah ia jujur tentang kehidupannya yang penuh luka? Atau cukup memberikan jawaban standar? "Aku... menjalani hidup seperti biasanya. Ada suka dan duka," jawabnya diplomatis.
Jonas mengangguk pelan. "Aku mengerti. Hidup memang tak selalu mudah. Tapi aku senang bisa bertemu lagi denganmu."
Percakapan mereka terhenti ketika seorang pria lain mendekat. Sosok itu mengenakan setelan abu-abu yang sempurna dan memancarkan aura percaya diri.
"Jonas, aku mencarimu dari tadi," katanya dengan nada santai.
Jonas menoleh dan tersenyum. "Ah, Ndrew, ini Quenby, adik kelasku dulu."
Endrew mengulurkan tangan. "Senang bertemu denganmu, Quenby."
Quenby menyambut uluran tangan itu dengan sopan. "Senang bertemu juga."
"Maaf, Quen," Jonas berkata sambil menoleh padanya. "Aku harus pergi sebentar. Teman-teman kantor sudah menunggu."
"Oh, tidak apa-apa," Quenby berusaha terdengar santai meskipun hatinya kecewa.
Jonas tampak ragu sejenak, lalu mengeluarkan kartu nama dari sakunya. "Ini. Hubungi aku besok, ya? Aku ingin kita bicara lebih banyak."
Quenby menerima kartu itu dengan tangan gemetar. "Pasti."
Jonas tersenyum, lalu dengan gerakan spontan, ia mengecup pipi kanan Quenby. "Sampai bertemu lagi."
Setelah itu, Jonas dan Endrew melangkah pergi, meninggalkan Quenby sendirian di balkon.
Quenby menyentuh pipinya yang baru saja dikecup. Ada rasa hangat yang menjalar dari sana, tetapi juga dingin yang meresap ke hatinya. Ia menatap kartu nama di tangannya, merasa campur aduk.
Ada perasaan pesimis yang tiba-tiba menyeruak membuatnya takut bahwa Jonas tidak lagi menaruh rasa pada dirinya.
Namun, bukan Quenby namanya jika harus menyerah secepat itu.
"Aku tidak akan membiarkan kesempatan ini hilang," gumamnya pelan penuh tekad.
Ia memandangi sosok Jonas yang perlahan menghilang di tengah keramaian. Dalam hatinya, ia tahu bahwa pertemuan ini bukan sekadar kebetulan. Tuhan telah mendengar doanya, dan ini adalah awal dari sesuatu yang dapat membebaskannya.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Rosna Wati
buat ceritanya dengan persi dewasa, agar sedikit menantang untuk di baca
semangat Thor
2024-01-29
2
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞꙳❂͜͡✯Nuah-௸
mirip neraka kataku bukan penjara. tapi asli ngeri iih
2023-09-17
3
Zhu Yun💫
Otakku langsung traveling saat baca novel ini 🤭
semangat terus kakak author 💪
2023-09-05
2