Di dalam sebuah ruangan yang tak terlalu besar, seorang pria duduk bersandar di sofa tunggal yang empuk. Pakaian formalnya masih terlihat rapi meski sudah dikenakan sepanjang malam. Wajahnya tampak lelah, tapi tetap memancarkan karisma yang sulit diabaikan.
Ruangan itu hampir sepenuhnya gelap. Hanya ada dua lampu kecil di sudut kanan dan kiri yang memancarkan cahaya keemasan. Sinar itu tak cukup menerangi seluruh ruang, namun cukup untuk memusatkan sorotan pada lantai tengah di hadapannya, tempat seorang wanita sedang menari dalam balutan pakaian yang lebih mirip transparansi kain tipis.
Pendingin ruangan menghembuskan udara dingin yang menusuk kulit, tapi entah mengapa Jonas merasa tubuhnya panas. Namun, bukan panas karena gairah. Melainkan panas oleh rasa frustrasi yang menguasai dirinya.
Wanita itu terus bergerak, mencoba menarik perhatiannya. Setiap gerakan dibuat semenarik mungkin, sensual, dan menggoda. Tapi tatapan Jonas tetap datar. Baginya, semua yang dipertontonkan itu kosong. Tak ada yang benar-benar menggugah atau menghidupkan apa yang mati di dalam dirinya.
"Tuan Jonas... apakah Anda tidak tertarik untuk bergabung?" suara wanita itu meluncur lembut, hampir seperti bisikan. Ia mendekat, berusaha meraih perhatian Jonas dengan sensualitasnya.
Namun, alih-alih merasa terpesona, Jonas merasa muak. Suara itu mengganggunya, menyebut namanya dengan cara yang tidak ia suka.
"Jangan bicara padaku. Lakukan saja tugasmu!" sergah Jonas dingin, membuat wanita itu tersentak.
Wanita itu terdiam sejenak, tak menyangka akan mendapat respons seperti itu. Tapi kemudian, ia mengingat bayaran besar yang telah diterima untuk malam ini. Dengan berat hati, ia melanjutkan pertunjukannya, menelan semua rasa malu dan hinaan yang datang bersamaan. Ini sudah menjadi pekerjaannya, pikirnya.
Jonas mendesah pelan, tatapannya penuh kejenuhan. "Ck! Membosankan," gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.
Seberapa pun kerasnya usaha wanita itu, Jonas tetap tak merasakan apa-apa. Tubuhnya tetap mati rasa, sama seperti tiga tahun terakhir. Dia telah mencoba segalanya untuk membangkitkan kembali kelelakiannya. Dari dokter spesialis, terapi medis, hingga "hiburan" semacam ini. Namun hasilnya selalu nihil.
Rasa putus asa mulai menggerogoti dirinya. Ada kalanya, Jonas berpikir untuk mengakhiri semuanya. Tapi setiap kali pikiran itu datang, wajah ibunya selalu muncul di benaknya. Ibunya yang penuh kasih sayang, yang tak pernah berhenti berharap bahwa putra semata wayangnya akan segera melepas masa lajangnya. Untuknya, Jonas selalu berusaha.
Ingatan tentang seorang temannya yang seorang dokter tiba-tiba melintas. Jonas segera meraih ponselnya, menekan nomor yang sudah lama tidak ia hubungi.
Tuut...
"Bagaimana penelitiannya? Apa sudah ada hasil? Lebih dari tiga bulan, dan aku tidak sabar menunggu lebih lama lagi!" Jonas langsung melontarkan pertanyaan, tanpa basa-basi.
|"Kamu menelepon di saat yang tepat, Jo."| Suara di seberang terdengar penuh percaya diri, dengan nada sedikit bercanda.
"Apa sudah ada perkembangan?" tanyanya dengan nada penuh harap.
|"Penelitianku hampir mencapai target. Memang belum sepenuhnya selesai, tapi aku yakin percobaan kali ini akan berhasil. Kamu akan kembali seperti dulu."|
Pernyataan itu membuat senyum kecil muncul di wajah Jonas. Akhirnya, ada secercah harapan yang selama ini ia tunggu.
"Bagus. Aku sudah tidak sabar," ujarnya singkat sebelum menutup panggilan itu.
Kembali ke sofa, Jonas melemparkan pandangannya ke arah wanita di depannya. Gerakannya semakin liar, mencoba yang terbaik untuk memikat pria yang membayarnya. Namun, semua itu sia-sia.
"Sudah cukup. Kau boleh pergi," ucap Jonas dingin.
Wanita itu berhenti, menatapnya dengan ekspresi terkejut. Tidak pernah sebelumnya dia diusir di tengah-tengah pertunjukan. Namun, ia tahu lebih baik tidak melawan klien seperti Jonas. Dengan diam-diam, ia membereskan barangnya dan melangkah keluar, meski hatinya dipenuhi rasa kesal.
"Dasar lelaki impoten," gerutunya dalam hati sebelum menutup pintu.
Jonas menghela napas panjang, merasakan kelegaan setelah wanita itu pergi. Ia berdiri, berjalan ke arah balkon kamar. Udara pagi yang segar menyambutnya, membawa sedikit ketenangan pada pikirannya yang penuh kekacauan.
Suara ponsel yang berbunyi memecah kesunyian pagi. Jonas melirik layar, matanya menangkap sebuah pesan dari nomor yang tidak asing baginya.
[Hai, Kak Jonas...]
Seulas senyum kecil merekah di wajahnya. Hanya satu orang yang memanggilnya "Kak" dengan cara seperti itu. Quenby Agatha.
Sejak malam reuni itu, bayangan Quenby tak pernah benar-benar hilang dari pikirannya. Ia adalah adik kelas yang dulu sering mencuri perhatiannya. Dan meski sudah bertahun-tahun berlalu, ada sesuatu yang tetap melekat pada wanita itu, sesuatu yang membuat Jonas ingin mengenalnya lebih dalam lagi.
Namun, sejak memberikan kartu namanya, Jonas sempat berpikir bahwa Quenby takkan menghubunginya. Tapi pesan pagi ini menjadi jawaban atas keraguannya.
Jonas tersenyum kecil, melirik pintu kamar untuk memastikan wanita tadi benar-benar pergi. Setelah yakin, ia kembali ke sofa, ponselnya masih di tangan.
[Quen?] balasnya singkat.
Tak lama, balasan dari Quenby pun datang. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, seolah-olah waktu tidak pernah memisahkan mereka.
Di tengah percakapan itu, Jonas merasakan sesuatu yang berbeda. Sebuah rasa yang hampir ia lupakan. Percakapan ringan itu, tawa kecil yang ia tahan, dan senyum yang tak kunjung hilang dari wajahnya, semuanya mengingatkannya pada satu hal, bahwa hidupnya belum berakhir.
Setelah selesai mengobrol, Jonas menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap langit-langit kamar. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa ada alasan untuk terus maju.
Balkon kamar kembali memanggilnya. Di sana, di bawah sinar matahari pagi yang mulai menghangat, Jonas memejamkan matanya. Angin segar menyentuh kulitnya, membawa harapan baru yang perlahan tumbuh dalam dirinya.
Dia berjanji, jika memang masih ada kesempatan untuk memperbaiki hidupnya, dia akan melakukannya. Dan entah kenapa, dia merasa bahwa Quenby mungkin akan menjadi bagian penting dalam perjalanan itu.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Alice Kang
jangan putus asa dong semangat hidup itu indah
2023-12-05
2
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞꙳ᷠ❂ͧ͜͡✯ͣ۞ͪ௸
hahaha...
gak kerasa bacanya..
tapi kerennya minta ampuuun
2023-09-17
2