Aku benar-benar membiarkan David memberikan perhatiannya pada anak-anakku. Dari mereka bangun tidur hingga akan berangkat ke sekolah, semua terlihat lengket dengannya. Hana pun masih seperti kemarin, ingin diantar David ke sekolahnya. Apalagi sekarang David sudah melepas perban dan gendongan di tangan kirinya, seiring membaiknya kondisi tangannya itu.
David bahkan mengambil alih kegiatanku menyiapkan bekal untuk mereka. Dia membuatkan bento masakan Thailand untuk anak-anak bahkan menyiapkan sarapan dengan lengkap. Aku hanya takjub melihat semua terhidang ketika aku selesai menyirami tanaman di depan.
"You're really a good chef," ucapku. Dia hanya tersenyum lebar.
"I only cook for my family," balasnya.
"Uhm, i'm forget, you're a Daddy here..." candaku.
"Yes. But i still can't find their mom's love," bisiknya. Telingaku terasa memerah.
"dokter Gugun said that He will comes here at afternoon. He want to see you," aku mengalihkan pembicaraan.
"Really?" tanyanya.
"Yes. I think we should close the store earlier today,"
Dia mengangguk. Aku yakin dia senang akan bertemu dokter Gugun.
"Do you happy to see him?" David menatapku .
"Who? Dokter Gugun?" tanyaku balik. Seharusnya aku yang bertanya apakah dia senang karena akan bertemu dokter itu, kenapa malah dia yang bertanya?
"Yes. I think you look happier this morning because he will comes here" ucapnya lagi.
"Don't you happier than me?" aku balik bertanya.
Dia hanya memperlihatkan wajah tak mengerti. Dan aku tak ingin peduli. Ayolah, jangan membuat hatiku memanas lagi, aku sudah janji ingin hidup waras dan membuat banyak bahagia selama kamu disini, bisik hatiku.
"Daddy, let's go!" teriakan Hana membuatnya segera melangkah ke mobil untuk mengantar mereka ke sekolah.
"See you at the store, darling" ucapnya sebelum pergi.
Sepertinya aku harus membiasakan mendengar itu tanpa perasaan apapun di hatiku. Ya, aku pasti bisa.
*****
"Bu, suaminya belum ke toko?" pertanyaan gadis itu membuatku terkejut. Ia gadis yang kemarin bolak-balik ke toko untuk memesan kue, mungkin lebih tepatnya menggoda David.
"Suami saya?" tanyaku heran.
"Iya, Mr. David. Ibu beruntung sekali punya suami dia," Ucapnya sambil sesekali melirik kesana kemari, mencari sosok David.
Aku jadi merasa terpancing untuk menggoda ulat bulu ini. "Memang kemarin David bilang apa?" tanyaku.
"Koq ibu ke suami manggil nama doang?" ia balik bertanya.
"Kan kalau di luar negeri mah nggak kayak disini manggil suami atau siapapun juga," aku seolah tersadar dan buru-buru mencari alasan yang tepat.
ia mengangguk-angguk. "Dia bilang dia suami ibu, kebetulan lagi ada disini, biasanya di luar negeri," terangnya. "Terus aku nanya juga, koq bisa suka sama ibu, dia bilang dia jatuh cinta sama ibu dari pertama bertemu. Aku jadi iri mendengarnya," ucapnya lagi.
Aku terkekeh pelan. "skenario hidup kadang selucu itu ya?" gumamku. Namun ku yakin dia mendengarnya.
"Aku juga mau skenario hidupku selucu itu," ujarnya dengan pandangan cerah ke arah pintu toko. Mataku ikut mengalihkan pandangan ke arah pintu toko.
David muncul dengan keringat menetes di wajahnya. Dia sendiri tanpa Fian maupun Mbak Citoh.
"Hello, darling, sorry I'm late. Fian asked me to buy ice cream first," ucapnya sambil meraih tanganku.
Ulat bulu di depanku menatapnya takjub. Aku jadi semakin gemas. Ku raih tisu dan segera mengelap keringat di wajah David.
"Please wipe your sweat first," ucapku. David tersenyum lebar.
"I like you who care for me like this," bisiknya sambil menjentik hidungku.
Ehm! Ulat bulu itu berdehem. Aku merasa sedikit puas karena telah mengerjainya. David melihat ke arahnya. "Hai, nice to see you again," ucap David yang membuat ulat bulu itu tersenyum lebar.
"Me too," ucapnya dengan sumringah.
"Darling, do you want pad thai for lunch?" tanya David padaku.
"Sure!" jawabku.
"I will make it for you, darling," ucapnya sebelum berlalu ke dapur dan mengabaikan tatapan si ulat bulu itu.
Ia tampak kecewa karena David segera masuk ke dapur, tapi sungguh aku bahagia telah membuatnya seperti itu. Tak lama ia segera pergi dengan kue yang telah selesai aku bungkus.
Dan hari ini David benar-benar hanya sibuk di dapur membantuku dan membiarkan Saras melayani pembeli seorang diri di depan. Aku sedikit heran, tapi tak ingin menanyakannya. Aku sudah berjanji akan membiarkannya melakukan apa yang dia inginkan, asal dia bahagia. Tapi sungguh, bersamanya di dapur membuat jantungku tak aman. Apalagi jika sudah sibuk memanggilku darling.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments