Makan Malam Berdua

Aku mengganti channel televisi berulangkali, hingga akhirnya berhenti di Nat Geo Wild. Hanya itu sepertinya yang aman untuk ditonton bersama lelaki yang tengah terbaring itu. Hampir pukul tujuh malam saat dokter Silvia memasuki kamar.

"Hai Bu Lala, siapa yang sakit ini?" tanyanya penuh heran padaku.

"Korban kecelakaan, dok, tapi nggak ada sanak saudaranya disini, kebetulan saya ada di tempat kejadian," terangku.

Ia manggut-manggut dan segera memeriksa kondisi David. "Dia bukan orang sini?" tanyanya memastikan . Aku mengangguk. "Wow!" serunya. Tapi kemudian kembali melanjutkan pemeriksaannya.

"Sepertinya besok juga sudah bisa keluar Rumah Sakit kalau dia mau. Tinggal menunggu luka-lukanya mengering dan mungkin perlu sedikit waktu untuk tangan kirinya bisa berfungsi kembali."

Aku mengangguk mendengar ucapannya. Tunggu, besok dia bisa keluar dari RS, tapi dengan kondisi seperti ini, mungkinkah dia kembali ke hotel? Aduh, kenapa aku jadi repot begini?

Seorang perawat datang membawa makan malam setelah dokter Silvia keluar. "Obatnya jangan lupa diminumkan, bu," ucapnya sambil menunjuk beberapa butir obat di nampan.

"Terimakasih, Suster," ucapku. Dia mengangguk lalu keluar dari kamar.

Aku meraih nampan makanan, seperti biasa, menu rumah sakit yang sangat sehat sehingga tidak mengundang seleraku yang pecinta micin akut. Tapi ini kan bukan untukku, ini buat David. Aku yakin dia lapar lagi setelah makan siang tadi.

"Hai, want dinner?" Tanyaku sambil menatap wajah tampannya. Shiaaa, kenapa dia semakin tampan saja?

Matanya mengerling ke nampan yang ku pegang. Lalu kepalanya menggeleng. Aku tahu, makanan ini memang tak mengundang selera.

"Want another meal? I can order food from the front of the hospital,"

Matanya mengerjap, aku anggap itu kata 'iya'.

Untunglah aku hapal beberapa pedagang makanan di sekitar Rumah Sakit ini dan memiliki nomor telepon mereka.

Ku pilih untuk menghubungi Bu Haji Bedah, masakannya selalu enak menurutku. Dan juga dia buka restorannya dua puluh empat jam.

"Ada apa, Neng Lala?" tanyanya begitu panggilan terhubung.

"Bisa antar nasi ayam bakar dengan sayur asem, Bu Haji?"

"Boleh, Neng Lala. Berapa porsi? Dikirim kemana?"

"Dua porsi, Bu Haji. Kirim ke lantai 3 ruang VIP nomor 5, terima kasih,"

Ku tutup panggilan dan kembali melihat tayangan televisi sambil menunggu makanan datang.

Sesekali ku lirik makhluk tampan di dekatku itu. Pertanyaanku masih sama seperti tadi siang, kenapa dia bisa berlibur kesini?

Sebuah genggaman terasa di tanganku, sontak aku melihat ke arah tanganku dan ku lihat mata coklatnya itu. Sial, kenapa harus berdebar?

"want drink?" tanyaku. Sudahlah, bahasa Inggrisku sangat apa adanya. Aku cuma berharap dia mengerti. Tapi lelaki itu menggeleng.

"if you stay here, won't your husband be angry?" tanyanya.

Aku menarik nafas perlahan, lalu menggelengkan kepalaku. "My husband passed away a year ago," terangku.

"I'm sorry na," ucapnya penuh sesal.

"It doesn't matter," sahutku sambil berusaha memasang senyum.

Pintu kamar terbuka dan tampak karyawan Bu Haji Bedah membawa makanan yang ku pesan.

Aku segera membuka pesananku. Nasi, ayam bakar dan sayur asem, sempurna! Tapi itu untukku, entah menurut lelaki di hadapanku ini.

Aku memilih untuk menyuapinya terlebih dahulu. "What food is this? it feels so good," ucapnya sambil mengunyah perlahan nasi dan ayam bakar yang ku suapkan.

"You must try this sayur asem too," ku susulkan kuah sayur asem ke bibirnya. Dia menyeruput kuah itu dan memasang wajah yang penuh rasa terkejut.

"Wow, I like this soup!" serunya. Aku tertawa senang. Kembali menyuapinya hingga kemudian dia meraih tanganku.

"Your turn," ucapnya sambil mengarahkan sendok ke arahku. Aku merasakan pipiku memanas. "You should eat too,"

Baiklah, aku memakan nasi itu bergantian dengannya, kembali dengan satu sendok yang sama. Tak banyak kata yang terucap sepanjang makan malam, hanya berkali dia mengucapkan "Thank You," dan selalu ku balas hanya dengan anggukan.

Selesai makan aku membantunya meminum obat. Dia memintaku untuk meninggikan sandaran ranjangnya sehingga bisa minum dengan lebih leluasa. Aku memasangkan bantal tambahan di punggungnya, sehingga wajahku hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Tuhan, memang boleh sedekat ini?

Dia meminum obatnya, lalu kemudian memejamkan matanya. Hari yang berat untuknya, aku yakin dia perlu tidur nyenyak agar segera pulih dan kembali ke kehidupannya.

Aku memilih membaringkan badan di sofa, sambil terus melanjutkan menonton televisi. Sesekali aku membalas chat Hana dan Yayang yang saling mengirimkan foto dan video Fian. Untung anak bungsuku itu tidak rewel, jadi aku bisa lebih tenang menjaga David disini.

Mataku hampir terlelap ketika sebuah erangan terdengar sayup ke telinga. Ku kerjapkan mata dan melihat ke arah David.

Lelaki itu tampak terpejam, tapi kepalanya tampak gelisah dengan keringat yang tampak bercucuran. Aku segera bangun dan meraba dahinya, panas! Dia demam dan sesekali mengigau dengan bahasa yang tak ku mengerti.

Aku segera memencet tombol darurat dan tak berapa lama dua orang perawat memasuki kamar .

Terpopuler

Comments

Alia Harumdani

Alia Harumdani

ibu haji bedah...itu kayak nama tetanggaku 😁😁 semangat Thor nulisnya

2023-08-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!