Terjebak Diantara Dua Lelaki

"Ini tak seperti yang dokter pikirkan!" rutukku sambil berupaya melepaskan tubuh David dariku. David mengaduh pelan. Sial! Aku pasti telah membuat tubuhnya sakit lagi.

Dokter Gugun segera membantuku berdiri, lalu kemudian mendudukkan David terlebih dahulu. "Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan, Tuan!"

Aku jelas mendengar ucapan dokter Gugun, tapi aku juga yakin David tak akan mengerti ucapannya. Aku jadi terkekeh geli.

"Jangan-jangan Bu Lala menikmati momen tadi," desahnya dengan wajah merengut.

What? Aku membelalakkan mataku. "Gak salah denger, dok?" Seruku dengan gusar.

Aku mengusap wajahku kasar. Drama apa lagi ini, pikirku.

Dokter Gugun mengacuhkanku. Dia berupaya membantu David berdiri kemudian memapahnya ke kursi roda.

Aku menarik kursi roda itu dan berupaya mendorongnya keluar dari kamar. Tapi dokter Gugun lebih cepat mengambil alih kursi roda dengan David disana dan mengarahkan kursi roda itu keluar menuju ruangan dokter ortopedi. Aku hanya mengekor mereka seperti seorang yang kalah dalam pertarungan.

Di ruang dokter ortopedi aku lebih seperti obat nyamuk. Mereka sibuk ngobrol bertiga dengan bahasa Inggris sambil memeriksa David. Dokter Adam, dokter ortopedi itu seolah memeriksa David dengan khusus. Mungkin karena sejawatnya sendiri yang membawa langsung, sehingga kami tak perlu mengantri di depan ruangannya. Sesekali dokter Adam melirikku dan tersenyum kecil. Sebagian aku mengerti apa yang mereka bicarakan, selebihnya entahlah. Masa bodoh!

"Bu Lala, mohon bantu dia sampai sembuh, ya!" ucap dokter Adam ketika kami akan keluar dari ruangannya. Aku mengangguk dan tersenyum sekilas padanya.

Kembali aku mengekori dokter Gugun dan David ke ruang perawatan. Mereka sama sekali mengabaikanku. Dokter Gugun membantu David turun dari kursi roda dan membaringkannya di ranjang.

Sebentar! Apa yang terlintas di pikiran bodohku? Dokter Gugun dan David? Apa dokter Gugun ngambek padaku karena aku dekat dengan David? Apa dokter Gugun sebenarnya menaruh hati pada David? Oh My God, jangan-jangan David juga cemburu padaku karena dokter Gugun agak dekat denganku sedangkan dia juga tertarik dengan dokter Gugun?

Bukankah katanya mereka yang belok bisa mendeteksi 'kebelokan' orang yang didekatnya? Mereka katanya punya radar tersendiri yang hanya mereka yang tahu mana yang belok dan mana yang tidak.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Oke, mereka berdua gila! Dan aku harus menjadi orang yang waras disini.

****

Perawat mengantarkan makan siang untuk David dan menaruhnya di nakas. Aku masih bersandar di sofa dengan tangan sibuk memindahkan channel televisi dari satu saluran ke saluran lain. Aku masa bodoh dengan David, toh dia juga masih terus mendiamkanku.

"Bu Lala, dokter Gugun menitipkan makan siang untuk Ibu," ucapnya sambil menaruh sekotak nasi di meja depan sofa. Aku melirik sekilas, lalu kembali menonton televisi.

"Terimakasih, Sus," ucapku.

Perawat itu mengangguk lalu keluar dari ruangan.

Aku malas membuka kotak nasi dari dokter Gugun. Masa bodoh, aku juga tidak lapar.

"You must have lunch," suara David terdengar lirih. Aku melirik sesaat ke arahnya. Wajahnya menghadap ke arahku.

"You must have lunch," ulangnya lagi. Mataku memindai jatah makan siang untuk pasien, fix, terlalu sehat seperti biasa.

Aku bangun dengan malas. Lalu membuka kotak nasi dari dokter Gugun. Nasi dengan gurame bakar dan tumis kangkung telur puyuh berikut sambal jahenya. Sempurna. Tapi aku sedang tak ingin makan siang.

Aku beranjak ke arah David dengan nasi kotak di tanganku. Ku raih kursi stool dan duduk di atasnya. Tak ku temukan sendok di kotak nasi itu. Mataku melirik jatah makan pasien, sepertinya mereka juga lupa menaruh sendok disana. Huft!

Aku kembali bangkit, menaruh kotak nasi di atas nakas dan mencuci tanganku dulu di wastafel. Kembali duduk di hadapan David dengan wajah datarku. Mengambil sedikit nasi dengan ujung jari ditambah cubitan daging gurame, lalu mengarahkannya pada David. Dia menggeleng.

"I don't want to eat if you're still mad at me," ucapnya lirih. Matanya menatapku lekat. Aku mengalihkan pandangan, lalu kembali mencoba menyuapinya.

"Open your mouth, please, you must have lunch," ucapku. Entah kenapa suaraku bergetar. Aku merasa mataku berat dengan awan tebal yang siap menjatuhkan hujan kapan saja.

David membuka mulutnya dan mulai makan dari tanganku. Ia terus menatapku hingga membuatku semakin jengah.

Ku cubit kembali ikan gurame dan memisahkan tulangnya, lalu mengambil sedikit nasi dan sedikit tumis kangkung, kembali menyuapkannya pada David. Ia memakannya tanpa bicara. Kembali ku siapkan suapan selanjutnya dan mengarahkan ke mulutnya.

Dia menangkap tanganku dan mengarahkan tanganku ke mulutku sendiri. "You always care about others, but not yourself!" ucapnya pelan tapi terasa menusuk jantungku. "Please have lunch together," ucapnya lagi.

Aku mengalah dan menyuapkan makanan ke mulutku, tapi hujan di mataku tak bisa lagi dibendung. Satu persatu rintik hujan membasahi pipiku tanpa sempat ku hentikan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!