Karin mengirimkan link berita selebritis Thailand yang mengatakan bahwa agensi David kehilangan kontak dengan artis itu sejak tiga hari lalu. Aku bisa memahaminya tentu saja dengan meng-klik terjemahan Google.
Aku menyimpan link itu dan mencari waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan David nanti.
Namun hari ini toko ternyata ramai pembeli, entah karena memang rezekiku sedang lancar atau karena kehadiran David yang datang membawa Fian sepulang sekolah ke toko. Mbak Citoh hanya mesam-mesem waktu ku tanya kenapa mereka malah kesini dan bukannya pulang ke rumah.
David langsung berdiri di belakang etalase, lalu memasang senyum manis pada pembeli yang datang. Sesekali menyapa mereka dengan mengatakan, "Hai, can I help you?" dan pembeli yang datang pada senyum atau tertawa lebar karena tak bisa bahasa Inggris.
Tapi ada juga yang genit dan mencoba mengajak David berbincang dengan bahasa Inggris seadanya, bahkan ada yang sengaja membuka ponselnya lalu mengaktifkan Google translate demi ngobrol dengan David. Dan sialnya dia mau saja melayani mereka, membuat hatiku terasa panas dingin tak menentu. Duh! Apakah ini cemburu? Sadarlah, Lalaaaaa....
Lepas dhuhur aku menariknya ke dalam dapur. Toko ini secara garis besar terbagi dua bagian, bagian toko dan bagian dapur. Dia tersenyum-senyum ketika aku menariknya dengan sedikit paksaan, tepat disaat seorang pelanggan yang tadi mengajaknya ngobrol kembali masuk ke toko dan berjalan ke arahnya.
"Saras, tolong layani pelanggan dulu," ucapku pada Saras sambil menarik tangan David.
"Just stay here, don't go to the store," ucapku sambil melipat tangan di dada.
Dia menatapku penuh selidik. "Are you jealous?" tanyanya sambil membungkukkan badan dan menatapku dalam.
Aku memalingkan wajah. "I'm just disgusted to see the girls busy teasing you," ucapku.
Dia terkekeh. "Okay, you're jealous, darling" bisiknya sambil mencubit hidungku.
"No! You can teasing them again as you wish" Aku mendorongnya kembali ke arah toko.
Dia mengaduh sambil memegang pinggangnya, membuatku berhenti mendorongnya dan berganti menatap khawatir. "I'm sorry, is it hurt?"
Ia menyeringai dan kemudian, " Praaaaank," ucapnya dengan tawa puas.
Aku merasakan dadaku sesak dengan kekesalan yang siap meledak kapan saja. Upayaku untuk bersikap dan berpikir waras ternyata hancur begitu saja. Sungguh, aku benci diriku yang seperti ini!
Aku berjalan ke bagian belakang dapur, memilih menyalakan grill dan membuat steak untuk makan siang.
"Bu, ada paket gofood," seru Saras saat aku sibuk membolak balik daging. David? Entah dimana, aku tak mau peduli untuk saat ini.
Aku mengernyitkan kening, rasanya aku tak memesan makanan dari gofood.
Aku segera ke depan dan menemui pengantar makanan.
"Dengan Bu Lala?" aku mengangguk. "Soto sultan dari Pak dokter Gugun. Ada pesannya: jangan lupa makan siang karena makan pagi saja tak cukup untuk membuat kita tegar berdiri,"
Aku tertawa saat Ojek itu membacakan pesan dokter Gugun dengan nada datarnya.
"Oke, terima kasih, Pak," ucapku sambil menerima soto kiriman dokter Gugun.
Aku menggelengkan kepala, apa lagi maksud dokter itu. Tapi bukankah rezeki jangan ditolak? Soto sultan, makanan favorit Fian. Ah, kenapa aku ceroboh begini, kemana perginya Fian?
"Mbak Citoh!" aku segera berlari ke dapur mencari keberadaan Mbak Citoh dan Fian. Namun yang ku temui hanya David yang sedang menyiapkan steak yang tadi ku tinggalkan.
"Looking for Mbak Citoh? She's go home with Fian. Don't you remember?" tanya David.
Aku menghela nafas.
"You need some food for lunch. Say aaaaa..." Sepotong daging sudah ada di depan mulutku. David mengerjapkan mata memintaku untuk menerima suapannya.
"Come on, eat first!" ucapnya gusar.
Aku tak ingin berdebat. Segera ku raih kursi dan mendudukkan badanku. Selanjutnya membiarkan David menyuapiku tanpa banyak bicara. Saras sempat masuk ke dapur ketika David menyuapiku, tapi segera kembali ke toko begitu melihat kami. Ah, pasti dia berpikir jauh karena hal ini.
"What's in your hand?" tanya David ketika suapan terakhir telah ku telan. Aku jadi teringat pada soto yang dikirim dokter Gugun.
"Oiya, this is soto, Indonesian chicken soup with coconut milk" ucapku sambil membuka bungkusan soto.
"Do you buy it?"
"No, dokter Gugun send it for me,"
Wajah David sedikit mendung. Ia menatapku lekat. Ah, ia pasti cemburu karena dokter itu memperhatikanku, bukan dia. Seharusnya dokter itu memang mengirimkan untuk David, agar aku tak terbawa kedalam pusaran kisah mereka.
David segera membereskan sisa makan siang lalu kembali ke depan tanpa bicara padaku lagi. Oke, aku kembali jadi sasaran kesalahpahaman. Cuma itu yang aku pikirkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments