Aku membuka kotak bubur ayam yang dibawa dokter Gugun. Seperti biasa, bubur ayam 99 selalu menggoda. Apalagi dokter Gugun juga menambahkan sate telur puyuh dan juga sate ati ampela. Lengkap dan menggoda selera.
"Doesn't this look delicious?" ucapku sambil membawa bubur itu ke depan David. Ia tersenyum lebar. "I think so," ucapnya.
"You get your breakfast, Boy! Say aaaaa..."
Dia mengikuti ucapanku, "Aaaaaa..."
Satu suapan bubur mendarat mulus di mulutnya. Sesaat wajahnya memerah. Aish, aku lupa bubur ini panas. David tampak kepanasan. Aku segera meraih air minum dan menyodorkan sedotan ke bibirnya.
"Sorry, sorry... I don't think it's hot... Should I blow it first?" Ucapku sambil menyeka dagunya yang basah oleh sedikit air minum yang tumpah gegara kegugupanku.
Dia tersenyum lebar, cukup untuk membuat aku merasa panas dingin... Oh Lala, sadarlaaahhh....
"If you want to blow the mush for me, I'm fine," ucapnya.
Tuhaaaannn, aku tidak salah dengar kan? Aku boleh meniup bubur ini? Apa nanti bubur ini tidak bau jigongku? Astagaaa! Pikiran apa ini? Tapi nanti kalau aku bau jigong bagaimana? Tidak! Lagipula tidak sopan meniup makanan apalagi yang akan disuapkan ke orang lain.
Aku mengambil beberapa sendok bubur ke ujung wadah, lalu mengaduknya perlahan agar bisa dingin. Aku pikir ini cara terbaik mendinginkan bubur tanpa harus meniupnya.
Kembali aku menyuapkan bubur pada David, ku pastikan kali ini buburnya tak lagi panas. Tak lupa ku suapkan juga satenya. Sepertinya dia menikmati sarapan ini.
"Your turn," ucapnya ketika aku menyuapinya sebanyak tiga kali. Aku menggeleng, satu porsi bubur ini hanya akan cukup buat dirinya. Tak apa, aku bisa membelinya ke bawah nanti.
"You have to eat a lot, you have to be healthy soon," ucapku sambil berusaha menyuapinya kembali. Dia memalingkan wajah.
"I don't want to eat if you don't eat," ucapnya gusar. Aku terkekeh, rasanya seperti menghadapi anakku yang mogok makan.
"Oke, look, i also eat," ku sendokkan bubur ke mulutku dan mulai menikmatinya. Matanya kembali terlihat cerah. "My turn, please!"
Ah, dia benar-benar seperti anak kecil yang merajuk. Aku kembali menyuapinya bergantian dengan diriku sendiri. Tak sadar sepasang mata melihat kelakuanku dari pintu kamar.
"Sudah saya bilang dia bisa sarapan dengan jatah dari Rumah Sakit," huft, aku hampir tersedak mendengarnya.
Dokter Gugun segera mengulurkan air dan meminumkannya padaku.
"Pelan-pelan, jangan terlalu perhatian ke orang lain lalu lupa pada diri sendiri," ucapnya sambil menepuk-nepuk bahuku.
Aku berusaha tertawa agar bisa menutupi kegugupanku. "Mana mungkin saya makan sendiri, dok, salah dokter cuma bawa satu bungkus," ucapku sambil memasang wajah kesal.
"Maaf, saya cuma teringat Bu Lala, tidak dengan orang itu," wajah dokter Gugun berubah muram. Hais, kenapa aku merasakan aura lain. Please, Tuhan, jangan sampai aku salah sangka dengan semua ini.
Aku jadi merasa serba salah. "Tapi terimakasih, buburnya enak. Dokter koq bisa tahu saya suka sate telur dan sate ati ampelanya?" aku memasang wajah ceria, menatap dokter muda yang lumayan tampan itu. Meski jujur, David masih jauh lebih tampan darinya. Haiyaaaa, apa sih yang ku pikirkan?
"Saya sering lihat Bu Lala beli itu waktu Fian dirawat dulu. Ngomong-ngomong, gimana kabar Fian?" tanyanya dengan wajah yang lebih baik dari pada tadi.
"Fian sehat, lagi lucu-lucunya. Bulan depan dia sudah akan masuk Sekolah Dasar,"
"Wah, berarti sebentar lagi dia lulus TK ya?"
"Iya, dok,"
"Kabari saya kalau pelulusan Fian ya, saya ingin datang ke sekolahnya kalau boleh,"
Aku terkejut mendengar ucapan dokter Gugun, tapi aku segera mengangguk dan memasang senyum lebar. "Jika itu tak merepotkan dokter," ucapku.
"Tentu saja tidak, Bu Lala. Saya akan senang kalau bisa mendampinginya saat kelulusan nanti," Ucapnya sambil tersenyum dan segera keluar dari ruangan.
Aku menghembuskan nafas kasar. Masih terlalu pagi rasanya untuk menjalani kisah yang membingungkan ini, plus beberapa sesi memalukan dan membuat pikiranku bercabang kemana-mana.
"Are you oke?" Aku tersadar lelaki itu masih menatap lekat padaku.
"Yes, I think I'm fine,"
Aku meraih air minum dan menyodorkan ke bibir David. Dia belum minum setelah makan bubur tadi karena aku sibuk mengobrol dengan dokter Gugun.
"Is He your boyfriend?"
Pertanyaan itu sukses membuatku kaget hingga air yang ku pegang terlepas dan jatuh di atas dada bidang David yang hanya memakai baju pasien dari Rumah Sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments