Aku menyibukkan diri di dapur dengan adonan kue dan menghias tart. Ku biarkan David di toko melayani pembeli bersama Saras. Ah, aku merasa egois melarangnya melakukan hal yang dia mau, padahal aku bukan siapa-siapanya dia. Ditambah lagi kiriman soto itu, aku tak tahu dimana sebenarnya aku diposisikan dalam drama ini.
Kepalaku serasa akan pecah, segera ku ambil pereda nyeri dan sejenak meletakkan kepalaku di meja. Aku rindu aku yang ceria dan normal seperti tiga hari lalu. Tak apa aku harus kerja keras sendiri untuk anak-anakku, setidaknya aku tidak diberikan drama yang menyiksa jantungku hampir setiap detik. Tuhan, tolong aku...
Aku tak tahu berapa lama aku terlelap, yang ku tahu leherku terasa sakit karena menahan kepalaku di atas meja tanpa bantal. Wajah tampan itu langsung memenuhi mataku ketika jendela hatiku itu terbuka.
"You look like so tired, darling," ucapnya sambil menyentuh bahuku. Aku menepiskan tangannya.
"Stop call me darling, stop teasing me, just teasing all girl who come to you!" seruku sambil bangun dan segera ke wastafel. Aku perlu mencuci wajahku, mendinginkan kepalaku dengan air, agar semua api yang berkobar ini segera padam.
"Okay, i'll call you honey, or maybe my wife?" ucapnya membuatku geleng-geleng kepala. Ia sepertinya sudah lelah bertengkar denganku dan mulai menggodaku kembali.
Tuhan, kenapa aku jadi gila begini? Please, Lala, kembali ke jalur yang sebenarnya, ya. Bisik hatiku.
"Please speak to me, I promise tomorrow i will not teasing anyone," dia menatapku dengan mata yang penuh harap. "But i'm really not teasing them, I only try to be nice to your customer," lirihnya.
Aku menghela nafas pelan. "Okay, I'm sorry..." ucapku. "You can do anything you want, as long as you happy. Just enjoy your time," lirihku.
"How can I enjoy the time if I always make you sad?" Tuhaaannn, kalau sudah begini aku selalu merasa sangat bersalah dan kejam padanya.
"We need to close the store, then we can go home," ucapku dengan memasang senyum lebar. Please, Tuhan, aku ingin diriku yang normal.
David tersenyum cerah. "Sarah has closed the store, so we can go to pick Hana at her school" ucapnya.
Aku menatap jam dinding dengan kaget, rupanya sudah waktunya pulang. Aku kalau tidur mirip kebo, begitu protes Yayang dulu. Aku jadi senyum sendiri.
"Anything funny?"
"Nothing," jawabku. Aku segera meraih tangannya dan berjalan menuju mobil.
Setelah berdebat sebentar, akhirnya David mengalah dan membiarkanku menyupir. Maaf, Tuan, di sini wanita selalu menang, bisik hatiku tentunya.
Entah bagaimana Hana membuat kesepakatan untuk diantar jemput oleh David, aku masih heran. Biasanya dia cukup diantar jemput Yayang, bahkan selalu menolak jika aku yang melakukannya. "Mamah jangan terlalu repot," katanya. Tapi justru sekarang dia membuat David repot.
"I have to tell you something," ucapku ketika mobil mulai melaju.
David memutar badannya menghadapku.
"Anything for you,"
Aku ragu mengatakannya, lebih tepatnya bingung bagaimana aku harus menyampaikan kabar jika agensinya sedang panik mencari keberadaannya.
"Maybe I'll tell you later,"
"Please tell it now na na na..."
"Later..."
"Now, please..."
"We have arrived, look, Hana is waiting for us!"
Ia menurunkan jendela mobil dan sibuk melambaikan tangan pada Hana.
"Hello, Daughter, let's go home now..!!" Serunya.
Hana tak kalah gilanya, "Daddy..!!" Serunya seolah anak kecil yang dijemput ayahnya pulang.
Aku menggelengkan kepala.
Hana tampak sibuk dadah-dadah dengan teman-temannya yang menatap takjub pada David. Aku sedikit menggeser kepala David dan mengeluarkan kepalaku dari jendela mobil di sampingnya.
"Cepetan, Han!" seruku.
Teman-teman Hana serempak menutup mulutnya. Aku pikir mereka menyangka David sugar daddy Hana, sehingga aku memperlihatkan diriku agar mereka tahu itu salah. Aku tak mengharapkan Hana mendapat masalah baru di sekolahnya.
Aku segera melajukan kembali mobil setelah Hana masuk. Kembali hening menyelimuti kami hingga celetukan Hana terdengar.
"Why do i feel mom and daddy are at war?" Tawa David langsung pecah. Aku menyenggol tangannya pelan. Kami seperti pencuri yang sedang tertangkap.
"Maybe daddy needs another weapon to beat your mom!" seloroh David disambut tawa Hana.
"Mom just doesn't know how to differentiate between love and jealousy!" celoteh Hana. Ingin rasanya aku menjitak kepala anak itu, tapi David hanya tersenyum dan menatapku tajam.
"Don't stare at mom all the time, dad, I'm afraid mom will have a heart attack again," Hanaaaaaaaa, anak ini benar-benaaarrr.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments