Berebut Daddy

"Itu kan baru kata orang, Mah, yang kadang cuma bisa lihat dari tampilan luarnya aja. Kita kan nggak tahu dia aslinya gimana," bisik Hana sok bijak.

"Lah, kan mainnya juga di sinema yang belok," ujarku pelan.

"Perannya kan harus gitu, bisa aja cuma peran kan, Mah?" anak ini memang suka ngeyel.

"Terus kalau nggak belok, kenapa dia masih lajang?" bisikku lagi.

Hana nyengir makin lebar. "Mamah stalking, ya? Jangan-jangan Mamah sekarang naksir dia?" Hana menyipitkan matanya .

Aku menjitak kepalanya pelan, tapi dia mengaduh seolah aku menyakitinya. David dan Yayang menatap kami tak mengerti.

Aku segera bangun dan mengambil Fian dari David, lalu segera membawanya ke kamarnya. Menatap wajah pulasnya membuat nyeri terasa menusuk hatiku. Awal Papahnya tiada, dia selalu menanyakan kemana Papahnya. Selalu kami jawab Papah sedang ke luar negeri. Kadang dia menangis ingin ke Papahnya, apalagi kalau ada temannya yang membanggakan Papah mereka, Fian sering mengadu sambil menangis. Tapi selalu ku katakan nanti Papahnya pulang dari luar negeri.

Lalu sekarang tetiba ia memanggil David dengan panggilan Daddy, astagaaa.... Apa yang sudah David ajarkan pada Fian. Aku hanya khawatir dia nanti akan kehilangan sosok ayah untuk kedua kalinya. Harusnya dia memanggil Om, jangan Daddy.

Mataku terasa menghangat dan gerimis jatuh kembali tanpa bisa ku tahan.

"He is a good boy, I feel lucky when he call me Daddy," Tangan David merengkuh bahuku. Aku segera menghapus air mataku dan mengajaknya kembali ke ruang keluarga.

Namun ternyata ruang keluarga lengang. Hana dan Yayang sudah kembali ke kamar mereka.

Aku menatap David, "You should rest now. Sleep well, David," ucapku.

"You too, good night,"

"Good night, David,"

"Don't want to give a good night hug?"

"In your dream," aku terkekeh pelan. Dia cemberut.

"Have a nice dream, sweet heart," bisik David sebelum menutup pintu kamarnya. Aku menaruh tanganku di dada kiriku, Tuhan, selamatkan jantung ini...

*****

Pagi yang ramai dengan celoteh Fian yang sibuk ingin disuapi Daddy-nya. Ditambah Hana yang juga sibuk menggoda Fian dengan berupaya merebut David. Hanya Yayang yang sepertinya masih waras.

"A Yayang, aku ke sekolahnya mau sama Daddy aja. A Yayang berangkat sendiri aja, ya!" ucap Hana membuatku melongo. Sejak kapan dia ikut memanggil Daddy?

"Terserah! Aku tahu kamu cuma pingin pamer ke temen kamu!" desis Yayang sambil mencibir. Hana hanya tertawa.

"Kapan lagi punya kesempatan buat pamer?" ucapnya.

"Daddy mau anter aku ke sekolah, Kak Hana, jangan ambil Daddy aku!" Fian tak mau kalah.

Aku yakin David tak mengerti apa yang mereka perebutkan. David hanya menatap mereka dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

"I will take Hana to school this morning, then I will take Fian to his school," Ucap David padaku sambil mengunyah sandwichnya. Aku bengong. Kapan mereka mendiskusikan ini?

"Wait a minute, when did you guys plan this?" Aku menatap Hana dan David serta Yayang bergantian.

"Gapapa lah, Mah, boleh, ya?" sahut Hana dengan matanya yang mengerjap penuh harap.

"Masalahnya David isn't at his perfect condition," Sanggahku.

"I'm okay, darling. I can drive with my right hand,"

Aku mengusap wajahku kasar. Kenapa pula dia memanggilku darling. Dengarkan, DARLING. Apa maksudnya? Dadar guling?

"Terserah kalian!" aku sudah menyerah.

Hana bersorak gembira dan segera meraih tas sekolahnya. "Come on, Daddy!" Serunya.

"I took them first, darling," ucap David sambil mengerlingkan matanya padaku.

Mbak Citoh segera mengikuti mereka. Aku harus memastikan David tidak tersesat di jalan dan tak membawa kabur anak-anakku.

Sebuah panggilan masuk ketika aku akan bersiap pergi ke toko kueku.

"La, aku lagi sedih banget," ucap Karin begitu panggilan terhubung.

"Kenapaaa?" tanyaku malas sambil menyandarkan punggungku di sofa.

"Aktor favorit aku, David yang di Thailand itu, La, dia menghilang tanpa kabar dan agensinya masih mencari keberadaannya," aku terkejut mendengar ucapan Karin. Seketika aku teringat pada telepon yang dimatikan oleh David, dan sampai pagi ini aku belum melihatnya menghidupkan teleponnya.

"Kamu tahu dari mana?" tanyaku seolah tak tahu apa yang terjadi.

"Aku baca update-an di grup fans-nya, La," terang Karin dengan nada sedih.

"Berdo'a aja biar dia nggak kenapa-napa. Aku jadi penasaran kayak apa sih David itu? Coba kirim link berita aslinya!" ucapku lagi.

"Kamu tuh, La! Tar aku kirim link-nya! Awas kalau kamu juga nanti nge-fans, aku nggak ikut tanggung jawab!" gerutu Karin.

Aku terkekeh. Tuhan, Karin tak perlu tahu apa yang terjadi....

Terpopuler

Comments

Ritasaff

Ritasaff

Semangat nulis nya kaka..
ditunggu feedback dan dukungan balik nya .. makasii

2023-08-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!