"Tuhan, tolong selamatkan jantungku," bisikku lirih sambil tetap mengemudikan mobil.
"What do you say?" tanyanya penasaran. Aku jadi merasa lucu melihat wajahnya dan keisenganku kembali muncul.
"Are you curious?" tanyaku sambil mengedipkan sebelah mata padanya.
"Yes! Please say it in English," pintanya. Aku tertawa lebar.
"No, just be curious." ucapku sambil tertawa kembali.
Dia memanyunkan bibirnya. Tuhaannn, itu imut sekali. Aku jadi senyum-senyum sendiri.
"I'm happy to hear your laugh again..."
Oke, aku harus terbiasa mendengar gombalannya dan menempatkan itu sebagai candaan agar aku tetap waras. Lagi pula aku harus sadar aku sudah tua, umurku empat puluh tahun, sedangkan dia tiga puluh tiga tahun. Aku bisa tahu? Aku lihat bio-nya di google tadi saat di balkon sendiri. Ahaha, aku merasa lucu menjadi seorang stalker.
When you cried, I'd wipe away all of your tears
When you'd scream, I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have all of me
.....
David mengikuti lagu Evanessce dengan lancar dan suara merdunya, matanya terus memandangku, bahkan badannya menghadap ke arahku yang sedang menyetir mobil.
"Nice voice, nice song," pujiku tulus.
Dia tersenyum. "Really? Do you like this song?"
"Yes!" jawabku.
"I really sing it for you, from the deepest of my heart,"
Ah, lelaki ini kalau ngegombal nggak tanggung-tanggung. Aku harus memberinya nilai 10/10 untuk itu. Jujur hatiku berdebar, apalagi dia terus menatapku dengan senyum manisnya. Tapi aku harus tetap menjaga kewarasanku.
"Hai, We have arrived at my house!" seruku yang sudah jengah dengan tatapannya. Rasanya dua puluh menit menyetir kali ini membuat jantungku tidak aman, bukan karena kecepatanku mengendarai mobil ini, tapi karena berondong tampan yang terus menggodaku itu.
Wajahnya terlihat berbinar ketika mobilku memasuki halaman rumah. "My dream house," ucapnya takjub ketika turun dari mobil. Aku hanya menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin rumah sederhana ini adalah rumah impiannya.
"May I pick these grapes?" tanyanya sambil mengusap gerombolan anggur yang menggantung di para-para yang menghubungkan garasi dan teras rumahku.
"Just choose the ripe one you like!" jawabku sambil berjalan ke arahnya. Sepertinya dia begitu bersemangat sehingga tak membutuhkan bahuku untuk membantunya berjalan. Lagi pula di halaman ini banyak yang bisa dia jadikan pegangan untuk membantunya berjalan.
Dia meraih buah anggur dengan mudah, sungguh memiliki tubuh tinggi itu menguntungkan. "Wow, so sweet!" serunya ketika satu anggur berhasil dikunyahnya. "It's amazing! You have my favourite fruit in front of your house!" matanya berbinar indah.
Aku segera membantunya memasuki rumahku. Teriakan gembira Fian langsung menyambut kedatanganku. "Mamaaaahhhh, Fian kangen!" serunya sambil memelukku. Aku segera menggendongnya dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajahnya. "Mamah juga kangen Fian," ucapku.
"I don't get hugs like that from you," aku kaget mendengar suaranya. "Next your turn," godaku.
"Really?" matanya mengerjap.
"In your dream!" jawabku sambil tertawa lepas. Puas rasanya mengerjainya.
"Although I really hope..." wajahnya berubah sedih.
"If you were my son," godaku lagi.
"How about being your husband?" tanyanya dengan wajah serius.
Oh Tuhan, skak mat rasanya.
"Only if you want to live in Indonesia and become their father," ku kembalikan lagi godaan padanya dengan tawa lepasku.
"I will choose that as my destiny," wajahnya terlihat bersungguh-sungguh saat mengucapkan itu.
Tuhan, aku harus berhenti menggodanya agar aku tetap waras.
Benarkah dia David si aktor Thailand yang terkenal itu? Apakah dia tidak amnesia? Apakah dia tidak sedang memiliki gangguan penglihatan? Atau justru kecelakaan kemarin sudah membuat sel-sel otaknya berubah posisi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments