Semalam Di Rumah Sakit

"Ibu boleh mengompresnya," ujar seorang perawat sambil menyerahkan kain bersih dan sebuah mangkok berisi air. Perawat satunya lagi mengatur infusan setelah menyuntikkan obat ke dalam selangnya.

Aku segera meraih kain dan mangkok air itu dan mulai mengompres kening David.

"Kalau ada apa-apa, panggil lagi aja, Bu," ucap salah seorang perawat sebelum keluar dari kamar. Aku mengucapkan terima kasih dan kembali mengompres David.

Lewat jam sepuluh panasnya mulai reda, aku menghentikan kompresan di keningnya. Wajahnya mulai tampak tenang, tak lagi gelisah. Wajahnya yang terlelap tampak menawan, wajah yang begitu tampan tapi juga maskulin, jika tak tahu dia pemain Bromance, aku juga mungkin akan menjadi fansnya. Ahaha, barangkali, hanya barangkali.

Aku hendak berjalan menuju sofa untuk merebahkan badanku, tapi tangan David kembali meraih tanganku dan menggenggamnya. Kenapa laki-laki ini senang sekali menggenggam tanganku. Apa dia merasa kesepian? Apa dia sedang butuh teman? Tapi tahukah dia jika terus menggenggam tanganku begini aku bisa lemas karena sibuk menenangkan debaran di dadaku?

Aku mengalah dan menarik kursi stool, lalu duduk di samping ranjang dengan tangan yang masih terus digenggamnya. Aku bisa menatap wajah sempurna itu dengan leluasa, apalagi dia sudah terlelap.

*****

Aku tak tahu berapa lama aku tertidur hingga sebuah suara membangunkanku.

"Koq jadi ibunya yang nyenyak tidur? Apa tangannya tidak apa-apa?"

Aku mengumpulkan nyawaku yang masih beterbangan. Aish, aku menatap tangan yang jadi bantalku semalaman. Tangan itu bergerak perlahan disusul suara mengerang pelan. Kenapa aku bisa tertidur diatas tangannya? Oh Tuhan, rasanya aku ingin menghilang.

"You slept so soundly, I couldn't bear to wake you up," ucapnya dengan senyum yang merekah. Perawat di dekatku terkaget-kaget, rupanya dia baru sadar jika lelaki itu tak bisa berbahasa Indonesia.

"Forgive me, please, Your hands must be really sore," ucapku penuh sesal. Ia kembali tertawa pelan, memamerkan deretan gigi putih rapi di antara bibir merahnya.

"Bu Lala perlu beristirahat juga kan?" sebuah suara yang ku kenal terdengar di telinga.

What? Dokter Gugun? Dokter muda itu tampak tertawa melihat wajah bangun tidurku.

"Saya mau cek kondisinya, Bu, pagi ini giliran saya yang jaga," ucapnya seakan menjawab pertanyaan di benakku.

Aku segera bangun dan mempersilahkan dokter Gugun memeriksa lelaki itu. Sial! Tangan kami rupanya masih saling menggenggam. Dokter Gugun mengedipkan matanya iseng padaku. Pipiku terasa memanas, andai saja kulitku putih, pasti sudah memerah seperti udang rebus. Hanya saja kulitku gelap, ditambah pucat karena dari kemarin tak sempat memoles wajahku. Duh!

Aku melepaskan genggaman tangan David. Sejenak ia menatapku lalu menurut melepaskan tangannya.

"Looks like you're better, maybe later this afternoon you can get out of here," ucap dokter Gugun sambil menepuk pelan tangan David yang dari semalam menggenggam tanganku.

"Thank you, doc," ucap David dengan senyum mengembang. Tapi sesaat matanya berubah sayu.

Aku menatap wajahnya, "You can come with me to my house until you get better," ujarku. Ku pikir dia bingung bagaimana kembali ke hotel dengan kondisi seperti ini.

Matanya kembali mengerjap, "Really?" tanyanya. "Sure," jawabku. Senyumnya kembali merekah, sedangkan ku lihat dokter Gugun sedikit cemberut, entahlah.

Aku tak terlalu peduli, karena aku mencium aroma makanan yang menggugah selera. Mataku segera menangkap bungkusan di atas nakas, dari kemasannya aku tahu itu bubur ayam 99 favoritku.

"Wah, ada yang mengirim bubur ayam sepagi ini?" tanyaku menatap dokter Gugun. Dia tertawa lepas. "Saya membawanya, Bu Lala harus sarapan biar kuat menghadapi kehidupan, jangan cuma dengan harapan karena bisa saja tak sesuai kenyataan," ucapnya.

Aku tertawa lepas mendengar ucapannya. Rasanya aneh mendengar dokter Gugun yang selalu serius itu mengucapkan kata puitis atau justru kata motivasi lucu ya?

"Terima kasih, dok, bersyukur selalu bertemu dokter setiap kali saya berurusan dengan Rumah Sakit," ucapku tulus. Masih ku ingat beberapa waktu lalu saat Fian dirawat karena demam berdarah, dokter Gugun yang bolak-balik ke ruanganku untuk memastikan semua aman dan terkendali.

Aku membuka bungkusannya, hanya ada satu bubur ayam. Aku sejenak menatap dokter Gugun. "Dia bisa sarapan dengan menu dari Rumah Sakit," ucapnya sambil melirik David dan segera keluar dari ruangan.

Hmmm, aku merasa udara sedikit sesak pagi ini.

Terpopuler

Comments

Alia Harumdani

Alia Harumdani

ada apa dengan dr Gugun...cemburu yaaaa😁😁

2023-08-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!