HIKARU MISSION
Hiruk pikuk siswa – siswi SMA Toyama, Kyoto mengalahkan panasnya terik matahari. Semua berhamburan keluar kelas, berpencar di area sekolah untuk saling berfoto atau melakukan perpisahan satu sama lain. Terlihat Hikaru dengan postur tubuh yang atletis dan tinggi 175 cm di kerumuni adik kelasnya.
“Senpai…jangan tinggalkan kami” rengek salah satu siswi.
“Aku harus melanjutkan kehidupanku selanjutnya, bersemangatlah kalian untuk tetap belajar dan lulus dengan nilai yang dimemuaskan” sahut Hikaru nampak bijak dengan memeluk hadiah perpisahan pemberian mereka.
“Kami akan merindukanmu senpai!!” teriak histeris para siswi itu.
“Terimakasih atas rindu yang kalian berikan kepadaku, kalau begitu aku harus segera pergi. Sudah ada orang tersayang yang menungguku” Hikaru mencoba berpamitan namun desakan makin merapat.
“Senpai punya pacarkah?”tanya salah satu siswi, semua pun mulai berteriak ricuh.
Hikaru hanya bisa tersenyum datar…
Di depan gerbang nampak seorang nenek mengenakan sweeter bunga – bunga berdiri membawa seikat bunga. Hikaru dengan penuh semangat menghampirinya.
“Nenek Hime!!!” teriaknya.
Sang nenek pun tersenyum sambil melambaikan tangan, akhirnya berpelukan di depan gerbang sekolah ditengah siswa – siswi berlalu lalang.
“Selamat atas kelulusanmu nak, nenek bangga kepadamu” katanya sambil menepuk – nepuk pundak cucunya yang tinggi itu.
“Terimakasih nenek, berkat doamu masa SMAku tanpa hambatan” kata Hikaru menyambutnya dengan penuh kasih.
“Ini bunga untukmu, nenek mendapatkannya dari toko bunga bibi Sizuka. Dia bilang ini hadiah untukmu” kata nenek Hime.
“Wah bibi sampai harus memberikan bunga, aku jadi terharu. Terimakasih banyak” tanggap Hikaru seraya merangkul neneknya berjalan meninggalkan sekolah.
Sepanjang jalan menuju rumah, nenek Hime mulai bercerita:
“Hikaru, saat kamu terlahir ayah dan ibumu sangat bahagia. Kazuo kecil pun penuh semangat menjadi seorang kakak. Meski takdir tak seindah awal mula kelahiran, namun percayalah ayah dan ibumu bahagia disana melihatmu bisa menyelesaikan masa SMA mu dengan baik.
Bulan lalu Kazuo bilang akan pulang hari ini, bersiaplah kita akan makan bersama setelah setengah tahun tidak berjumpa dengannya. Seminggu yang lalu Kazuo menelpon ke rumah, dia ingin kamu mengambil beasiswa untuk jurusan teknik yang telah ditawarkan kepadamu. Nenek diminta untuk membujukmu”.
“Nanti akan aku pertimbangkan, aku hanya tidak ingin nenek sendirian di Kyoto. Kakak Kazuo sudah lebih dulu ke Tokyo melanjutkan kuliahnya. Hanya tinggal aku yang bersama nenek Hime” kataku.
Nenek Hime kemudian menghentikan langkahnya, kemudian memegang tangan kanan Hikaru.
“Pergilah nak, kejar mimpimu…Nenek tak apa di Kyoto, ada paman Koji yang selalu menengok nenek setiap hari. Kamu masih sangat muda, jangan sia – siakan kemampuanmu” kata nenek Hime.
Hikaru hanya bisa mengangguk sedih melihat neneknya…
Hikaru adalah salah satu anak yatim piatu di Kyoto anak dari keluarga korban wabah penyakit yang terjadi di Kyoto saat dia masih kecil. Kedua orang tuanya meninggal akibat wabah tersebut. Dia hanya memiliki nenek Hime dan Kazuo kakak laki – lakinya yang kini merantau ke Tokyo untuk melanjutkan sekolahnya di Tokyo University jurusan kedokteran.
Meski pun mereka memiliki kehidupan yang sederhana tapi terbilang cukup. Nenek Hime memiliki kedai mie ramen yang dikelola bersama anak pertamanya yakni paman Koji. Kazuo dan Hikaru sering membantu di kedai mie saat tak lagi sekolah, mereka juga siswa berprestasi.
Rajin dan ulet begitulah kedua kakak adik ini, mereka pun selalu mendapat beasiswa dari sekolah. Hikaru mendulang prestasi di olahraga, sedangkan Kazuo di berbagai mata pelajaran. Mereka sering mengikuti turnamen dan olimpiade untuk dapat menyokong biaya sekolah mereka.
Akibat meninggalnya kedua orang tua mereka, Kazuo bertekad untuk menjadi seorang dokter. Semenjak itulah Kazuo belajar dengan tekun demi mendapatkan beasiswa dan kerja kerasnya membuahkan hasil. Akhirnya tiga tahun yang lalu Kazuo pindah ke Tokyo dan resmi menjadi mahasiswa di kampus tersebut.
Setibanya di rumah, tetangga sudah berkerumun di depan rumah.
“Permisi ada apa ya bibi?” tanya Hikaru ke salah satu tetangganya.
“Hikaru, yang tabah ya…kakakmu…” kata seorang perempuan gempal tetangga Hikaru menahan tangis.
Salah satu polisi mengajak bicara Hikaru ke dalam rumah.
Hikaru, nenek Hime, paman Koji dan seorang polisi duduk di tatami mengitari meja tengah.
“Saya adalah Satoshi Furugawa bertugas untuk membawa jasad Kazuo Hasegawa yang merupakan salah satu mahasiswa di Tokyo University, dia merupakan korban tabrak lari. Hingga kini polisi sudah berusaha melakukan investigasi namun masih dalam kebuntuan atas kasus ini. Kami mohon maaf” jelasnya kemudian menundukkan kepala sebagai rasa bersalahnya.
Ruangan itu nampak begitu hening, seakan semua menjadi membatu atas apa yang di katakan oleh polisi tersebut.
Nenek Hime mulai menangis, paman Koji memeluknya mencoba menahan air matanya. Sedangkan Hikaru hanya terdiam syok tak percaya atas apa yang dia dengar.
Tiga orang membawa peti mati ke dalam rumah, dan memberikan sisa barang – barang milik korban.
“Korban telah diidentifikasi oleh keluarga yang ada di Tokyo, bernama Kin Hasegawa. Sehingga memudahkan kami menemukan keluarga inti yang ada disini, begitu pun dengan jenazah korban atas permintaan Kin Hasegawa untuk mengirimnya kesini. Agar dapat dikebumikan dengan layak di pemakaman yang sama dengan kedua orang tuanya” jelas polisi tersebut.
Nenek Hime memiliki tiga anak laki – laki yakni Koji Hasegawa (anak pertama), Akio Hasegawa (anak kedua merupakan ayah Hikaru) dan Kin Hasegawa (anak ketiga berada di Tokyo).
Nenek Hime memeluk peti mati cucunya sembari menangis histeris, air mata Hikaru tak dapat terbendung lagi dan pecah mengalir deras membasahi pipinya.
Keesokannya …
Pemakaman berlangsung dengan penuh duka, hari itu hujan begitu deras dengan mengguyur para pelayat yang ikut hadir berbela sungkawa. Hikaru dengan hati yang terguncang hanya bisa berlutut di depan makam kakaknya, nenek Hime dan semua keluarga paman Koji di belakang berdiri menatap Hikaru dengan kesedihan.
Payung demi payung mulai menghilang, semua pelayat meninggalkan Hikaru seorang diri.
Sebuah pukulan besar baginya ditinggalkan kakak yang paling dia sayangi.
“Kenapa kamu harus meninggalkanku kak, bukankah kamu berjanji akan datang dan melihat kembang api bersama saat kelulusanku. Apa ini, kenapa kamu meninggalkanku selamanya?. Aku berusaha sekuat tenaga mengejarmu, aku tidak pernah mengecewakanmu kan?. Aku terus belajar untuk bisa mengejar ketinggalan ku. Ini tidak adil bagiku, kenapa kamu harus lebih dulu bersama ayah dan ibu di sana?” kata Hikaru melampiaskan segala kepedihannya di dalam dada, ditengah derasnya hujan.
Hikaru masuk ke dalam rumah dengan tubuh basah kuyup, terhuyung – huyung menuju ke kamarnya. Nenek Hime hanya bisa sedih melihat cucunya yang hancur, terpukul atas apa yang terjadi.
Di balik pintu kamarnya, Hikaru bersandar sembari memeluk tubuhnya. Matanya basah dengan air mata kepedihan atas kepergian kakaknya. Di tatapnya foto kakaknya dari kejauhan yang berbingkai terletak diatas meja. Foto kebersamaannya bersama kakaknya, mengenakan baju basket sambil tersenyum ceria mereka saling merangkul satu sama lain.
Nenek Hime menyeduh teh di dapur, lantas menaruhnya di meja tengah. Diketuknya pintu kamar Hikaru, TOK..TOK..TOK”.
“Nak mandilah lalu minum teh hangat di meja tengah, agar tidak sakit flu” kata nenek Hime.
“Baik nek” jawab Hikaru singkat menahan tangis.
Semenjak itu, beberapa hari kemudian nampak Hikaru duduk di sudut depan pintu menatap langit tanpa semangat hidup.
Nanako sepupu Hikaru anak dari paman Koji menghampirinya, lantas menepuk pundaknya.
“Hei Hikaru, jangan begini terus. Kamu harus melanjutkan hidupmu, kakak Kazuo pasti sedih melihatmu begini. Lihatlah langit yang biru itu, awan yang terus bergerak. Hidup ini seindah itu bila kamu amati, dan aku yakin paman, bibi serta kakak Kazuo sudah sangat tenang dan bahagia di sana. Janganlah sedihmu itu mengurasi rasa kebahagiaan mereka” Nanako mencoba menghibur Hikaru.
“Nanako, tahukah kamu bagaimana kakak Kazuo meninggal?” tanya Hikaru.
Nanako hanya diam tak mengerti.
“Dia di tabrak oleh orang yang tak bertanggung jawab, meninggalkan dirinya di tengah hujan deras. Tak ada satu pun orang yang membantunya disaat itu, hingga ajal menjemputnya. Bukankah ini tidak adil?” kata Hikaru.
Hikaru menatap Nanako dengan wajah sedih.
“Polisi pun tidak bisa menemukan jejak pelaku tabrak lari itu, karena jejaknya pun telah terhapus hujan yang deras. Pelakunya masih menikmati hidupnya, tanpa rasa bersalah. Bukankah itu sulit dipercaya, Tuhan memberikan takdir yang tragis untuk kakakku” tambah Hikaru.
Nanako terdiam sejenak kemudian memeluk Hikaru dari samping.
“Percayalah akan ada takdir yang lebih baik lagi, jangan putus asa. Bila kematian kak Kazuo menanamkan luka, cobalah untuk memaafkan dan melupakan sebagai ganti rasa sakit itu. Cobalah membuat takdirmu sendiri, ukir hidupmu dengan hal yang lebih baik. Jangan simpan lukamu, karena itu tak akan menyembuhkanmu” tambah Nanako.
“Aku akan mengukir takdirku dengan menangkap pelakunya, dan menyembuhkan luka yang ditorehkan kepadaku karena mengambil orang yang paling ku sayang” kata Hikaru.
Nanako pun melepaskan pelukannya sembari menatap wajah Hikaru dalam – dalam, “Apa maksudmu?”.
“Aku akan mencari pelakunya di Tokyo, aku putuskan untuk pergi meninggalkan Kyoto” kata Hikaru dengan wajah penuh keyakinan.
Dia menancapkan misi baru dalam hidupnya yakni menemukan pelaku yang membunuh kakaknya dan mengadili nya.
Akhirnya dihari keberangkatan Hikaru…
Hikaru memeluk nenek Hime lantas paman Koji di depan halte bus. Nanako pun ikut memeluk Hikaru dan berbisik kepadanya, “Pikirkanlah kembali tentang keinginanmu, masih ada masa depan yang harus kamu raih”. Hikaru melepaskan pelukannya, dan hanya tersenyum datar.
“Paman, aku titip nenek ya” kata Hikaru.
“Tenanglah, aku akan menjaganya. Jaga dirimu baik – baik di sana, sering – seringlah mengabari kami” kata paman Koji.
“Mmm..pasti” sahut Hikaru.
“Nenek, jaga kesehatan. Jangan lupa minum vitamin dan jangan memaksakan diri di kedai. Ada paman Koji, jadi jangan terlalu memforsir diri dan istirahatlah yang cukup” kata Hikaru dengan penuh perhatian.
“Kamu juga jangan lupa makan, kabari kalau sudah tiba di sana. Belajarlah dengan baik di sana, nenek akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu disini. Kalau ada waktu, pulanglah sesekali” kata nenek Hime.
Bus pun telah tiba, Hikaru segera memasuki bus dan duduk di dekat jendela. Melambaikan tangan kepada semuanya.
“Maafkan aku nek, aku kesana bukan untuk mengejar ilmu namun mencapai misiku yakni menemukan pelaku tabrak lari yang merenggut nyawa kakakku. Aku pastikan akan menyeretnya menuju hukuman, semua ini hanya untukmu kak Kazuo” kata Hikaru di dalam hati. Dengan kobaran api di matanya penuh rasa dendam.
...XXXXXXXXXX...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
JAME ALONE
Hayoolah...terus
2023-08-18
1