NovelToon NovelToon

HIKARU MISSION

BAB 1 : KEMATIAN KAZUO

Hiruk pikuk siswa – siswi SMA Toyama, Kyoto mengalahkan panasnya terik matahari. Semua berhamburan keluar kelas, berpencar di area sekolah untuk saling berfoto atau melakukan perpisahan satu sama lain. Terlihat Hikaru dengan postur tubuh yang atletis dan tinggi 175 cm di kerumuni adik kelasnya.

“Senpai…jangan tinggalkan kami” rengek salah satu siswi.

“Aku harus melanjutkan kehidupanku selanjutnya, bersemangatlah kalian untuk tetap belajar dan lulus dengan nilai yang dimemuaskan” sahut Hikaru nampak bijak dengan memeluk hadiah perpisahan pemberian mereka.

“Kami akan merindukanmu senpai!!” teriak histeris para siswi itu.

“Terimakasih atas rindu yang kalian berikan kepadaku, kalau begitu aku harus segera pergi. Sudah ada orang tersayang yang menungguku” Hikaru mencoba berpamitan namun desakan makin merapat.

“Senpai punya pacarkah?”tanya salah satu siswi, semua pun mulai berteriak ricuh.

Hikaru hanya bisa tersenyum datar…

Di depan gerbang nampak seorang nenek mengenakan sweeter bunga – bunga berdiri membawa seikat bunga. Hikaru dengan penuh semangat menghampirinya.

“Nenek Hime!!!” teriaknya.

Sang nenek pun tersenyum sambil melambaikan tangan, akhirnya berpelukan di depan gerbang sekolah ditengah siswa – siswi berlalu lalang.

“Selamat atas kelulusanmu nak, nenek bangga kepadamu” katanya sambil menepuk – nepuk pundak cucunya yang tinggi itu.

“Terimakasih nenek, berkat doamu masa SMAku tanpa hambatan” kata Hikaru menyambutnya dengan penuh kasih.

“Ini bunga untukmu, nenek mendapatkannya dari toko bunga bibi Sizuka. Dia bilang ini hadiah untukmu” kata nenek Hime.

“Wah bibi sampai harus memberikan bunga, aku jadi terharu. Terimakasih banyak” tanggap Hikaru seraya merangkul neneknya berjalan meninggalkan sekolah.

Sepanjang jalan menuju rumah, nenek Hime mulai bercerita:

“Hikaru, saat kamu terlahir ayah dan ibumu sangat bahagia. Kazuo kecil pun penuh semangat menjadi seorang kakak. Meski takdir tak seindah awal mula kelahiran, namun percayalah ayah dan ibumu bahagia disana melihatmu bisa menyelesaikan masa SMA mu dengan baik.

Bulan lalu Kazuo bilang akan pulang hari ini, bersiaplah kita akan makan bersama setelah setengah tahun tidak berjumpa dengannya. Seminggu yang lalu Kazuo menelpon ke rumah, dia ingin kamu mengambil beasiswa untuk jurusan teknik yang telah ditawarkan kepadamu. Nenek diminta untuk membujukmu”.

“Nanti akan aku pertimbangkan, aku hanya tidak ingin nenek sendirian di Kyoto. Kakak Kazuo sudah lebih dulu ke Tokyo melanjutkan kuliahnya. Hanya tinggal aku yang bersama nenek Hime” kataku.

Nenek Hime kemudian menghentikan langkahnya, kemudian memegang tangan kanan Hikaru.

“Pergilah nak, kejar mimpimu…Nenek tak apa di Kyoto, ada paman Koji yang selalu menengok nenek setiap hari. Kamu masih sangat muda, jangan sia – siakan kemampuanmu” kata nenek Hime.

Hikaru hanya bisa mengangguk sedih melihat neneknya…

Hikaru adalah salah satu anak yatim piatu di Kyoto anak dari  keluarga korban wabah penyakit yang terjadi di Kyoto saat dia masih kecil. Kedua orang tuanya meninggal akibat wabah tersebut. Dia hanya memiliki nenek Hime dan Kazuo kakak laki – lakinya yang kini merantau ke Tokyo untuk melanjutkan sekolahnya di Tokyo University jurusan kedokteran.

Meski pun mereka memiliki kehidupan yang sederhana tapi terbilang cukup. Nenek Hime memiliki kedai mie ramen yang dikelola bersama anak pertamanya yakni paman Koji. Kazuo dan Hikaru sering membantu di kedai mie saat tak lagi sekolah, mereka juga siswa berprestasi.

Rajin dan ulet begitulah kedua kakak adik ini, mereka pun selalu mendapat beasiswa dari sekolah. Hikaru mendulang prestasi di olahraga, sedangkan Kazuo di berbagai mata pelajaran. Mereka sering mengikuti turnamen dan olimpiade untuk dapat menyokong biaya sekolah mereka.

Akibat meninggalnya kedua orang tua mereka, Kazuo bertekad untuk menjadi seorang dokter. Semenjak itulah Kazuo belajar dengan tekun demi mendapatkan beasiswa dan kerja kerasnya membuahkan hasil. Akhirnya tiga tahun yang lalu Kazuo pindah ke Tokyo dan resmi menjadi mahasiswa di kampus tersebut.

Setibanya di rumah, tetangga sudah berkerumun di depan rumah.

“Permisi ada apa ya bibi?” tanya Hikaru ke salah satu tetangganya.

“Hikaru, yang tabah ya…kakakmu…” kata seorang perempuan gempal tetangga Hikaru menahan tangis.

Salah satu polisi mengajak bicara Hikaru ke dalam rumah.

Hikaru, nenek Hime, paman Koji dan seorang polisi duduk di tatami mengitari meja tengah.

“Saya adalah Satoshi Furugawa bertugas untuk membawa jasad Kazuo Hasegawa yang merupakan salah satu mahasiswa di Tokyo University, dia merupakan korban tabrak lari. Hingga kini polisi sudah berusaha melakukan investigasi namun masih dalam kebuntuan atas kasus ini. Kami mohon maaf” jelasnya kemudian menundukkan kepala sebagai rasa bersalahnya.

Ruangan itu nampak begitu hening, seakan semua menjadi membatu atas apa yang di katakan oleh polisi tersebut.

Nenek Hime mulai menangis, paman Koji memeluknya mencoba menahan air matanya. Sedangkan Hikaru hanya terdiam syok tak percaya atas apa yang dia dengar.

Tiga orang membawa peti mati ke dalam rumah, dan memberikan sisa barang – barang milik korban.

“Korban telah diidentifikasi oleh keluarga yang ada di Tokyo, bernama Kin Hasegawa. Sehingga memudahkan kami menemukan keluarga inti yang ada disini, begitu pun dengan jenazah korban atas permintaan Kin Hasegawa untuk mengirimnya kesini. Agar dapat dikebumikan dengan layak di pemakaman yang sama dengan kedua orang tuanya” jelas polisi tersebut.

Nenek Hime memiliki tiga anak laki – laki yakni Koji Hasegawa (anak pertama), Akio Hasegawa (anak kedua merupakan ayah Hikaru) dan Kin Hasegawa (anak ketiga berada di Tokyo).

Nenek Hime memeluk peti mati cucunya sembari menangis histeris, air mata Hikaru tak dapat terbendung lagi dan pecah mengalir deras membasahi pipinya.

Keesokannya …

Pemakaman berlangsung dengan penuh duka, hari itu hujan begitu deras dengan mengguyur para pelayat yang ikut hadir berbela sungkawa. Hikaru dengan hati yang terguncang hanya bisa berlutut di depan makam kakaknya, nenek Hime dan semua keluarga paman Koji di belakang berdiri menatap Hikaru dengan kesedihan.

Payung demi payung mulai menghilang, semua pelayat meninggalkan Hikaru seorang diri.

Sebuah pukulan besar baginya ditinggalkan kakak yang paling dia sayangi.

“Kenapa kamu harus meninggalkanku kak, bukankah kamu berjanji akan datang dan melihat kembang api bersama saat kelulusanku. Apa ini, kenapa kamu meninggalkanku selamanya?. Aku berusaha sekuat tenaga mengejarmu, aku tidak pernah mengecewakanmu kan?. Aku terus belajar untuk bisa mengejar ketinggalan ku. Ini tidak adil bagiku, kenapa kamu harus lebih dulu bersama ayah dan ibu di sana?” kata Hikaru melampiaskan segala kepedihannya di dalam dada, ditengah derasnya hujan.

Hikaru masuk ke dalam rumah dengan tubuh basah kuyup, terhuyung – huyung menuju ke kamarnya. Nenek Hime hanya bisa sedih melihat cucunya yang hancur, terpukul atas apa yang terjadi.

Di balik pintu kamarnya, Hikaru bersandar sembari memeluk tubuhnya. Matanya basah dengan air mata kepedihan atas kepergian kakaknya. Di tatapnya foto kakaknya dari kejauhan yang berbingkai terletak diatas meja. Foto kebersamaannya bersama kakaknya, mengenakan baju basket sambil tersenyum ceria mereka saling merangkul satu sama lain.

Nenek Hime menyeduh teh di dapur, lantas menaruhnya di meja tengah. Diketuknya pintu kamar Hikaru, TOK..TOK..TOK”.

“Nak mandilah lalu minum teh hangat di meja tengah, agar tidak sakit flu” kata nenek Hime.

“Baik nek” jawab Hikaru singkat menahan tangis.

Semenjak itu, beberapa hari kemudian nampak Hikaru duduk di sudut depan pintu menatap langit tanpa semangat hidup.

Nanako sepupu Hikaru anak dari paman Koji menghampirinya, lantas menepuk pundaknya.

“Hei Hikaru, jangan begini terus. Kamu harus melanjutkan hidupmu, kakak Kazuo pasti sedih melihatmu begini. Lihatlah langit yang biru itu, awan yang terus bergerak. Hidup ini seindah itu bila kamu amati, dan aku yakin paman, bibi serta kakak Kazuo sudah sangat tenang dan bahagia di sana. Janganlah sedihmu itu mengurasi rasa kebahagiaan mereka” Nanako mencoba menghibur Hikaru.

“Nanako, tahukah kamu bagaimana kakak Kazuo meninggal?” tanya Hikaru.

Nanako hanya diam tak mengerti.

“Dia di tabrak oleh orang yang tak bertanggung jawab, meninggalkan dirinya di tengah hujan deras. Tak ada satu pun orang yang membantunya disaat itu, hingga ajal menjemputnya. Bukankah ini tidak adil?” kata Hikaru.

Hikaru menatap Nanako dengan wajah sedih.

“Polisi pun tidak bisa menemukan jejak pelaku tabrak lari itu, karena jejaknya pun telah terhapus hujan yang deras. Pelakunya masih menikmati hidupnya, tanpa rasa bersalah. Bukankah itu sulit dipercaya, Tuhan memberikan takdir yang tragis untuk kakakku” tambah Hikaru.

Nanako terdiam sejenak kemudian memeluk Hikaru dari samping.

“Percayalah akan ada takdir yang lebih baik lagi, jangan putus asa. Bila kematian kak Kazuo menanamkan luka, cobalah untuk memaafkan dan melupakan sebagai ganti rasa sakit itu. Cobalah membuat takdirmu sendiri, ukir hidupmu dengan hal yang lebih baik. Jangan simpan lukamu, karena itu tak akan menyembuhkanmu” tambah Nanako.

“Aku akan mengukir takdirku dengan menangkap pelakunya, dan menyembuhkan luka yang ditorehkan kepadaku karena mengambil orang yang paling ku sayang” kata Hikaru.

Nanako pun melepaskan pelukannya sembari menatap wajah Hikaru dalam – dalam, “Apa maksudmu?”.

“Aku akan mencari pelakunya di Tokyo, aku putuskan untuk pergi meninggalkan Kyoto” kata Hikaru dengan wajah penuh keyakinan.

Dia menancapkan misi baru dalam hidupnya yakni menemukan pelaku yang membunuh kakaknya dan mengadili nya.

Akhirnya dihari keberangkatan Hikaru…

Hikaru memeluk nenek Hime lantas paman Koji di depan halte bus. Nanako pun ikut memeluk Hikaru dan berbisik kepadanya, “Pikirkanlah kembali tentang keinginanmu, masih ada masa depan yang harus kamu raih”. Hikaru melepaskan pelukannya, dan hanya tersenyum datar.

“Paman, aku titip nenek ya” kata Hikaru.

“Tenanglah, aku akan menjaganya. Jaga dirimu baik – baik di sana, sering – seringlah mengabari kami” kata paman Koji.

“Mmm..pasti” sahut Hikaru.

“Nenek, jaga kesehatan. Jangan lupa minum vitamin dan jangan memaksakan diri di kedai. Ada paman Koji, jadi jangan terlalu memforsir diri dan istirahatlah yang cukup” kata Hikaru dengan penuh perhatian.

“Kamu juga jangan lupa makan, kabari kalau sudah tiba di sana. Belajarlah dengan baik di sana, nenek akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu disini. Kalau ada waktu, pulanglah sesekali” kata nenek Hime.

Bus pun telah tiba, Hikaru segera memasuki bus dan duduk di dekat jendela. Melambaikan tangan kepada semuanya.

“Maafkan aku nek, aku kesana bukan untuk mengejar ilmu namun mencapai misiku yakni menemukan pelaku tabrak lari yang merenggut nyawa kakakku. Aku pastikan akan menyeretnya menuju hukuman, semua ini hanya untukmu kak Kazuo” kata Hikaru di dalam hati. Dengan kobaran api di matanya penuh rasa dendam.

...XXXXXXXXXX...

BAB 2 : GENG MOTOR JADI SECERCAH HARAPAN

Cerahnya sinar mentari menyelimuti kota Tokyo, keramaian yang masih terasa di sepanjang jalan. Hikaru berjalan menyusuri jalan kearah TKP (tempat kejadian perkara) dimana kakaknya ditemukan meninggal. Hikaru menyisir Kawasan Yanaka yang terletak di distrik Taito-ku dengan berjalan kaki sembari menggendong ransel.

Tepat di sebuah jalan yang terbilang sepi, dimana sebelumnya terbalut police line. Hikaru terdiam dan tertegun sejenak menatapnya, lantas dikeluarkannya sebuah bunga kering yang dia simpan di ranselnya. Di letakkannya di tengah – tengah jalan, tempat dimana kakaknya tergeletak tak berdaya waktu itu.

Kelopak bawah matanya menampung genangan air mata yang dia tahan. “Kak…aku datang, akan aku pastikan pembunuh itu menerima hukuman setimpal. Semoga kamu bisa tenang di alam sana, lihatlah langit yang biru dan awan yang mengiringinya. Aku akan mengukir takdirku sendiri” katanya dalam hati dengan membulatkan tekatnya.

Hikaru mencari kepolisian setempat untuk mengetahui jejak apa saja yang ditemukan oleh polisi saat itu. Namun polisi hanya bisa menggelengkan kepala, seakan jalan buntu tanpa ada yang bisa dikorek. Baik CCTV maupun saksi, tidak ada satu pun yang bisa didapati.

Hikaru dengan keputusasaan, berjalan keluar kantor polisi. Tiba – tiba seorang pria dewasa berusia 40an merangkulnya dari belakang. Dia menunjukkan ID kepolisian miliknya, tertulis Rui Tachibana tim investigasi.

“Nak, tak ada kasus yang tak bisa terpecahkan. Percayalah, kesabaran akan memberikan jalan untuk mencari potongan puzzle yang hilang. Agar bisa di susun sedemikian rupa, maka kita harus berusaha mencarinya” katanya kepada Hikaru.

Hikaru hanya terdiam mendengarnya.

Hikaru diajak ke sebuah kedai kecil yang tak jauh dari kantor polisi, untuk duduk bersama sembari makan mie ramen.

“Hari itu pertama kali aku menginvestigasi kasus ini, kami tim investigasi dihadapkan dengan jalan buntu karena tak ada apapun yang bisa kami temukan. Selang tiga hari, seorang kakek yang menghampiriku di TKP. Dia berkata di hari hujan waktu itu, ada sebuah motor melaju dengan kencang. Sebuah motor sport berwarna merah, dia menambahkan banyak kecelakaan terjadi karena ada beberapa kelompok geng motor suka melalui jalur itu. Begitulah akunya” jelas Rui sembari menunggu mie ramen pesanannya.

“Lantas, kenapa tidak ditelusuri lebih dalam atas informasi yang diterima dari salah satu saksi itu?” tanya Hikaru.

“Kakek itu rabun, dan apa yang dikatakannya bisa saja hanyalah sebuah cerita saja. Memang benar kakek itu sering berlalu lalang di sekitar sana, tapi itu tidak bisa dijadikan point untuk menjadikannya saksi” tambah Rui. Lantas dia mulai menyeruput kuah mie yang telah tersaji.

“Kenapa kalian tidak mencobanya, siapa tahu diantara anggota geng motor itulah yang membunuh korban” Hikaru mulai berbicara penuh penekanan.

“Kamu tahu berapa banyak anggota geng motor di Tokyo? Sebuah kasus tabrak lari yang menewaskan 1 orang, dengan menginvestigasi ribuan orang yang merupakan anggota geng motor. Dan hanya berlandaskan informasi yang belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya. Nak, kami selaku polisi juga sudah berupaya tapi banyak hal yang harus kami kesampingkan” aku Rui.

“Aku akan mencari kebenarannya, aku akan membuktikannya” kata Hikaru berapi – api.

Rui tersenyum dan menepuk – nepuk punggung Hikaru yang duduk disampingnya.

“Kalau begitu makanlah, kamu membutuhkan energi yang banyak untuk dapat melakukannya” kata Rui lalu memberikan kartu namanya kepada Hikaru di atas meja.

“Hubungi aku kalau kamu menemukan bukti – buktinya, sekecil apapun potongan puzzle yang dapat kamu temukan itu sangat berguna untuk menyusun puzzle dari misteri yang belum terpecahkan ini” tambah Rui dan mulai memakan mie yang ada di depannya.

“Baik, terimakasih telah berusaha membantu kasus kakakku” kata Hikaru sembari menundukkan kepalanya dihadapan Rui sebagai rasa hormat.

Selepas perpisahan keduanya, Hikaru pergi ke distrik Sumida, Tokyo dimana dia akan menemui satu – satunya keluarganya yakni paman Kin Hasegawa.

Sebuah bengkel motor yang cukup luas, terpampang tulisan sign “The Road of A Samurai”. Ada beberapa mekanik sedang sibuk wara – wiri memperbaiki beraneka ragam sepeda motor. Mulai dari ngelas, check mesin dan lainnya. Ditengah kesibukan itu, Hikaru berjalan pelan masuk ke dalam bengkel memperhatikan sekitarnya. Seorang pria berusia 50an dengan rambut panjang berwarna putih terkepang tunggal, mengenakan t-shirt tanpa lengan berwarna hitam polos, nampak perutnya yang buncit dan wajahnya yang garang sedang mengarahkan salah satu teknisinya.

“Sepertinya itu akinya bocor, temukan dulu titik kebocorannya dimana” katanya.

“Paman Kin!” panggil Hikaru yang ada di hadapannya.

Paman Kin pun menoleh kearah suara, dan memandang wajah keponakannya. “Hei Hikaru, kemarilah!” sahutnya.

Mereka pun berpelukan melepas rasa rindu, maklum sudah sangat lama mereka tidak bertemu sekitar 11 tahun.

Mereke berdua naik ke lantai 2, dimana disanalah rumah yang ditinggali paman Kin. Sebuah hunian sederhana, dan tak banyak perabotan. Sebuah lemari kaca penuh dengan miniature aneka jenis sepeda motor terpajang di ruang tengah, ada sebuah sofa kulit berwarna hitam dan meja kaca kecil berbentuk bundar.

Tak jauh dari sana nampak balkon penuh dengan tanaman bunga, membuat Hikaru mengernyitkan dahinya.

“Sejak kapan paman menyukai tanaman bunga?” tanya Hikaru sembari menyelonong ke balkon.

“Itu tanaman Nami, dia adalah teman wanitaku” akunya agak malu.

“Teman? Atau pacar?” tanya Hikaru sembari menyelidik.

“HE…HE…HE…” dia hanya cengengesan.

Mereka pun akhirnya duduk dengan santai di ruang tengah, Hikaru meletakkan ranselnya di meja.

Paman Kin memberikan sebuah minuman kaleng yang dingin kepada Hikaru. Kemudian dia beranjak duduk di sebelah Hikaru.

“Kata ibu, kamu akan melanjutkan kuliahmu disini”.

“Sebenarnya tidak, ada misi lain dari kepindahanku ke Tokyo”.

“Hmmm… apa yang ingin kamu lakukan nak?”.

“Aku ingin mencari pelaku tabrak lari yang merenggut nyawa kakak Kazuo”.

“Nak, usiamu masih sangat muda. Apa kamu yakin akan membuang waktumu mencapai masa depan, dengan sebuah misi yang polisi pun tidak mampu memecahkannya?”.

“Aku sangat yakin, aku menemukan sebuah celah baru. Dimana seorang saksi mata mendapati sebuah motor sport berwarna merah, yang di duga milik salah satu geng motor di Tokyo melintas di hari yang sama dan waktu yang sama dimana kakak Kazuo meregang nyawa”.

“Tidak mudah untuk menemukannya, dan sangat berbahaya bagimu mencari tahu mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan geng motor di Tokyo. Sebagian besar dari mereka terkenal dengan kebrutalannya, dark world itu menjadi cerminan untuk mereka”.

“Aku sudah memutuskan untuk mencari tahu, ku mohon bantu aku untuk masuk ke dalam dunia mereka. Dengan demikian aku bisa mencari potongan – potongan puzzle untuk memecahkan kasus kematian kakak Kazuo”.

Paman Kin merupakan salah satu mantan anggota geng motor di Tokyo yang menjadi legend di eranya yakni Jigokuhenomichi (perjalanan ke neraka). Sebuah kelompok anak muda yang menyukai motor dan bertindak secara brutal di jalan. Paman Kin adalah salah satu anggota dengan pangkat tertinggi di kelompoknya, dimana dia mendapatkan 90% kemenangan dan 10% kekalahan dalam periode 10 tahun di balap liar antar geng motor.

Paman Kin sangat tahu persis bagaimana kelamnya kehidupan sebagai anggota geng motor, hal inilah yang membuatnya tak setuju akan keputusan Hikaru untuk masuk kedalam circle geng motor.

“Hikaru…jalanmu akan sangat terjal, tak mudah masuk ke dalam circle geng motor. Aku tak akan membiarkan masa mudamu hancur karena masuk ke dunia kelam”.

“Setengah dari diriku sudah hancur…paman, kematian kakak Kazuo tak bisa ku terima begitu saja. Apakah paman Kin merelakan pelaku hidup bahagia tanpa pengadilan dan hukuman, padahal keponakan paman meregang nyawa begitu saja”.

Paman Kin terdiam… dia berjalan duduk di balkon, mengeluarkan rokok dan mulai menghisapnya sambil memandang langit biru. Dia mengenang Kazuo saat pertama kali datang kepadanya.

Flash On…

“Paman!!!” teriak Kazuo berlari kearah paman Kin.

Kazuo memeluk pamannya dengan riang dan senyuman yang mengembang. Paman Kin menyambut pelukan Kazuo dengan tersenyum dan berkata “Kamu sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang tinggi, hahahaha…!”.

“Paman aku akan berjuang menjadi seorang dokter, agar bisa berkontribusi dalam masyarakat. Aku berharap tak akan ada wabah lagi menjadikan anak – anak yatim piatu sepertiku” kata Kazuo penuh semangat.

“Mimpimu sangat mulia nak, jangan lupa merawat paman saat sakit. HAHAHAAHAH…!” kata paman Kin seraya tertawa.

“Paman aku akan merawat paman dengan sepenuh hati, tetaplah sehat hingga aku lulus. Tapi aku berharap sehat selalu, kurangilah merokok karena tidak baik untuk kesehatan paman” kata Kazuo sambil tersenyum menatap paman Kin.

Flash Off…

Hikaru menghampiri paman Kin yang sedang mengenang Kazuo di balkon.

“Paman ku mohon tolong aku, demi kakak Kazuo” rajuk Hikaru berdiri di depan pintu balkon.

Paman Kin mulai bercerita:

“Kazuo adalah anak yang riang, dia penuh semangat menghadapai hidup. Saat tiba di Tokyo dia mengatakan akan menjadi seorang dokter untuk menolong masyarakat. Dia anak yang tekun dan rajin, dia tidak pernah terlihat sedih, senyumnya selalu mengembang di wajahnya. Apapun kondisinya, dia selalu menunjukkan bahwa dia bahagia.

Saat aku mendapati Kazuo sudah terbujur kaku di kamar jenazah, ku buka perlahan kain putih yang menutupi tubuhnya. Ku pandangi wajahnya, pucat tanpa senyum di wajah… sangat datar. Seakan bukan Kazuo yang ada di depanku kala itu.

Air mataku menetes tanpa terkendali, meski dia memilki mimpi yang begitu mulia tapi takdir menghentikan langkahnya. Kamu benar Hikaru, setidaknya dia patut mendapatkan keadilan atas apa yang telah dialaminya”.

“Jadi paman akan mendukungku dan membantu misiku?” tanya Hikaru merasa lega.

“Baiklah, aku akan membantumu tapi tidak mudah. Kamu harus menyiapkan mental dan fisikmu untuk melakukan latihan yang keras. Menjadi anggota geng motor, kamu harus menjadi bintang yang dicari. Dimana itu menjadi jalan pintas masuk kesana” jelas paman Kin.

“Aku siap, apapun akan aku hadapi” sahut Hikaru penuh semangat membara.

...XXXXXXXXX...

BAB 3 : LATIHAN KERAS HIKARU

Semenjak Hikaru mengikrarkan diri dan memutuskan untuk masuk ke geng motor. Paman Kin mencoba membantunya untuk menjadi seorang bintang balap liar yang tangguh agar dapat dilirik para ketua geng motor di Tokyo.

Sesi pertama pun dimulai…

Sedari pagi Hikaru mulai membantu para teknisi menganalisa motor dan selur beluk per masing – masing tipe motor. Setiap motor memiki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Dia yang menyukai dunia mesin, sudah tak asing lagi mengenai hal ini. Namun itu belum cukup, dia masih perlu banyak belajar anatomi tubuh sepeda motor.

“Kamu harus tahu fungsi masing – masing part dari bagian motor, menganalisa kekuatan dan kelemahan mereka. Kamu juga perlu tahu, sepeda motor bisa sakit layaknya manusia. Mereka butuh di rawat dan di update untuk tetap tampil prima” jelas paman Kin sembari menunjukkan pada Hikaru kerangka sepeda motor.

Hikaru mulai melepas masing – masing part, mendeteksi kerusakan dan mengupgrade motor yang ada di depannya. Mencoba merangkainya menjadikan sebuah inovasi baru untuk sebuah motor balap yang prima.

“Bagus…nak, tapi kamu perlu tahu setiap balapan ada kelasnya. Kamu harus merakit sesuai dengan spesifikasi perlombaan. Tapi bisa menggunakan yang original dari pabriknya” tambah paman Kin yang melihat rakitan motor milik Hikaru…

Sekitar 10 hari lebih… Hikaru di bengkel berlumur dengan oli dan aki, menggunakan semua peralatan bengkel untuk merakit sebuah motor.

Dia pun mencoba membuat mesin motor dengan tenggat waktu 7 hari…

Waktu terus berlalu dengan cepat…mencapai satu bulan Hikaru sudah menguasainya, berkat keuletannya dan kepercayaan dirinya. Serta semangat yang berkobar dalam dirinya.

Malam menjelang, Hikaru duduk di depan bengkel sembari menatap langit diatas.

“Makanlah ini, sedari tadi pagi kamu belum makan. Nanti kamu bisa mati sebelum memulai balapan” kata paman Kin menyodorkan sekotak sushi buatan Nami kekasihnya kepada Hikaru yang duduk di bawahnya.

“Terimakasih paman, wah ini terlihat sangat enak. Bersyukurlah paman punya kekasih sebaik bibi Nami. Tapi aku jarang melihatnya, kemana dia?” tanya Hikaru heran.

Paman Kin lantas duduk di sebelah Hikaru sembari merokok.

“Dia agak sibuk akhir – akhir ini, dia adalah seorang kepala dari tim perencanaan di sebuah perusahaan besar Jepang yang bergerak dibidang otomotif. Aku bertemu dengannya sudah lima tahun yang lalu saat ada sebuah pameran otomotif di Tokyo. Dia perempuan yang sulit ditebak dan ambisius, entah kenapa dia juga lembut dan manis. Tiga tahun terakhir kami menjalin kasih” jawab paman Kin dengan wajah merona.

“Kenapa bisa wanita seperti dia jatuh cinta kepada paman yang seperti ini?” Hikaru pun terheran – heran.

“Entahlah, pastinya karena pesonaku sehingga dia bisa jatuh cinta kepadaku. Dia yang mengutarakan cinta terlebih dahulu, aku juga bingung awalnya seakan tak percaya. Tapi aku tahu bahwa aku yang sangat mencintainya, mungkin seperti itu” tambah paman Kin nampak wajahnya berbunga – bunga merasa malu karena diusia senja masih kasmaran.

Mereke pun berbincang panjang tentang percintaan paman Kin menghabiskan malam untuk mengobrol.

Keesokannya..

Di tengah malam…

Paman Kin memberikan sebuah kunci motor kepada Hikaru dan helm.

“Ini apa?”.

“Cobalah berkendara, aku ingin tahu kamu berada di level mana”.

“Baiklah paman”.

“Kamu akan melawan Gohan, bersiaplah”.

Hikaru menatap seorang anak berseragam SMA dengan rambut berwarna coklat berdiri di depannya sambil tersenyum.

Di sebuah jalanan sepi, Hikaru dan Gohan sudah mengenakan helm dan duduk diatas motor sport.

Paman Kin pun memberi aba – aba untuk mereka siap melaju….sebuah pluit berbunyi dan bendera dikibarkan. Hikaru dan Gohan langsung melaju dengan kencang, mereka saling menyalip satu sama lain. Nampak Gohan memimpin, cara dia mengendarai motornya sangat luwes. Seakan dirinya adalah pembalap professional. Medan area yang penuh dengan tikungan, menjadikan kengerian dan keseruan tersendiri bagi keduanya.

Akhirnya Hikaru tertinggal jauh dari Gohan, dan Gohan pun sampai di finish lebih dahulu. Perbedaan waktu adalah sekitar 10 menit…

Hikaru tiba dengan wajah kecewa, Gohan lantas mengulurkan tangannya kepada Hikaru. Mereka pun bersalaman, Gohan tersenyum.

“Santailah ini hanya permulaan” kata Gohan.

“Aku akan mengalahkanmu” kata Hikaru lalu memeluk Gohan.

“Kamu sudah cukup bagus nak, dasarnya dalam menjadi pembalap sudah ada pada dirimu” kata paman Kin.

“Aku akan berusaha yang terbaik” kata Hikaru penuh semangat.

Gohan dan Hikaru pulang kemudian mandi dan mengganti pakaian mereka.

Gohan masih telan%@ng dada, sambil sibuk main games duduk di sofa tengah. Hikaru keluar dari kamar mandi masih mengusap – usap rambutnya yang basah dengan handuk, menghampiri Gohan.

“Hei…Gohan berapa usiamu?”.

“Kenapa, kamu menanyakan usiaku?”.

“Nampaknya kamu masih dibawahku jauh”.

“Hahahaaha… aku masih kelas 1 SMA”.

“HAH…sejak kapan kamu balapan?”.

“Sejak kelas 1 SMP, aku dilatih di bawah bimbingan ayahku. Dia seorang pembalap motor professional dari salah satu brand motor Jepang”.

“Oh.. pantas saja, kamu sangat lihai dalam berkendara. Apakah kamu ingin menjadi seperti ayahmu?”.

“Begitulah, aku akan menjadi seorang pembalap professional seperti ayahku. Itulah impianku. Memangnya kamu tidak, apa motivasimu dalam bapalan? Apakah kamu punya mimpi sepertiku?”.

“Ceritanya panjang, tapi saat ini menjadi seorang pembalap yang tangguh dan tak terkalahkan adalah mimpi jangka pendekku yang harus aku  capai”.

“Semangat, berjuanglah. Aku yakin kamu pasti bisa”.

Mereka pun saling melempar senyum dan saling mensupport satu sama lain.

Semenjak itu mereka saling akrap dan terus bertanding di tengah malam. Berkali – kali Hikaru kalah dengan medan area yang berbeda yang memiliki kesulitan masing – masing. Namun setelah setengah bulan bertanding, akhir di malam itu Hikaru mengalahkan Gohan. Dia melaju dengan kecepatan penuh dan stabil…seakan roda menyatu dengan jalanan aspal. Hikaru sampai di finish dan memecahkan record tercepat.

“Kamu sangat keren Hikaru, selamat” kata Gohan sambil mengulurkan tangan.

Hikaru tersenyum langsung menyergap tubuh Gohan dengan suka cita, dia memeluknya dan berkata “Terimakasih, ini berkat dirimu”.

Gohan menyambut pelukan Hikaru dan menepuk – nepuk punggung Hikaru dengan tersenyum senang.

"Tetaplah berjuang kawan, kamu pasti berhasil seperti apa yang kamu inginkan" kata Gohan.

Malam itu menjadi malam keberhasilan pertama Hikaru dalam memenangkan pertandingan. Namun masih ada banyak pertandingan yang telah menunggunya.

...XXXXXXXXXXXX...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!