Tentang Kevin Andreas.

Flashback on

Kevin Andreas, setelah berpuluh tahun terpisah dari sang nona mudanya, Sarah Adelio Parker. Ia memantapkan diri untuk menerima tawaran sang ayah melanjutkan tampuk kepemimpinan online shop yang sudah memiliki nama besar di kota itu. Ia didapuk menjadi pemimpin di sana, setelah sang ayah memutuskan untuk pensiun lebih awal.

Usianya sudah tak muda lagi sudah kepala empat, bahkan Sarah pernah berpikir jika rambut Andreas sudah berubah warna begitu pula dengan statusnya. Namun, dugaan Sarah ternyata salah semuanya. Penampilan Andreas masih tetap gagah, tampan, dan tentunya ia masih berstatus sebagai pria lajang dong! Tampan dan mapan.

Malam itu Andreas tampak duduk santai di balkon kamarnya saat sang mama datang menghampiri dirinya.

"Kevin Andreas!" teriak sang mama kesal saat mengetahui jika putra sulungnya itu ternyata masih belum siap juga untuk menghadiri undangan makan malam di rumah kolega sang papa.

Andreas hanya menoleh dengan tersenyum manis memandang sang mama yang sudah memperlihatkan wajah kesalnya.

"Apa sih, Ma? Mama sekarang punya kebiasaan baru ya, suka teriak-teriak kayak lagi di kebun sawit aja, padahal nggak teriak juga Kevin udah denger, Ma." Andreas memutar kursi bulatnya menghadap sang mama yang kini memelototkan matanya seolah ingin menelan dirinya saat ini juga.

"Sabar, Ma! Mama tambah cantik kalau nggak teriak-teriak kayak tadi," ucapnya lagi, bermaksud menggoda sang mama yang malah melayangkan cubitan tak mesranya di paha sang putra yang kini meringis kesakitan.

"Aww, sakit, Ma. Cubitan Mama bukan main rasanya. Sepuluh tahun baru bisa move on, Ma!" ucapnya seraya mengusap pahanya yang baru saja mendapat cubitan dari sang mama.

"Iya! Persis kamu yang nggak bisa move on dari Nona mudamu itu. Iya, kan?" ucap sang mama yang kini sudah duduk di samping Andreas.

Andreas menoleh, dia tahu siapa yang dimaksud oleh mamanya itu. Akan tetapi, ia harus jual agak mahal dong! Secara wajah gantengnyakan nggak ada matinya. Udah kayak slogan band aja.

"Mama ngomong apa? Siapa yang gagal move on?" ucapnya berpura-pura tidak tahu, padahal tempe!

"Nih!" Sang mama menoyor kening Andreas menggunakan jari telunjuknya hingga Andreas hampir terjengkang ke belakang.

"Mama ini sebenarnya ibu kandungku atau ibu tiri sih? Kejamnya melebihi Ibu kota!" ucapnya dengan membenahi posisi duduknya.

"Ibu negara!" hardik sang mama kesal. Dia sudah mewanti-wanti si bujang jelihimnya ini untuk bersiap karena malam ini mereka diundang untuk menghadiri jamuan makan malam oleh rekan bisnis sang papa, dan Andreas tahu pasti ada udang di balik bakwan, nih. Mana mungkin hanya sekedar makan malam harus mengikut sertakan dirinya juga. Dikira anak kecil yang merengek karena nggak diajak kondangan sama Emak. Udah sunat Ma, udah mimpi banjir juga.

"Ye, kalau udah jadi ibu Negara ya harus bijaksana dong, Ma! Kenapa setuju-setuju saja suami Mama merenggut kemampuanku sebagai perjaka tampan dan mapan? Good looking, good rekening ini, Ma," ucapnya coba menolak keinginan orang tuanya yang bermaksud menjodohkan dirinya dengan anak gadis rekan bisnis papanya itu.

"Karena Mama sama Papa malu selalu dibilang punya barang bagus kok dianggurin. Puas kamu!"

"Mulut tetangga nggak usah didengerin, Ma! Anggap aja kucing yang ngebet pingin kawin, bisa gagal jantung mereka kalau nggak disalurin," ujarnya coba memberi pengertian kepada sang mama.

"Terus, kalau Kevin kawin mereka mau kasih hadiah apa memangnya? Mau nyumbang Rolls-Royce, iya?" ucapnya lagi dengan sedikit rasa kesal karena mamanya ini adalah tipe-tipe orang yang gampangan, gampang menerima tanpa menyaring omongan tetangga yang nggak semuanya harus didenger.

"Mama yang akan kamu beri hadiah besar jika kamu akhirnya menikah, sayang. Apa kamu nggak bahagia jika bisa menghadiahkan sesuatu yang selama ini Mama dan Papa dambakan?" tanya sang mama dengan suara yang dilembut-lembutkan sudah mirip bolu tiramisu lembutnya.

"Mama pingin seorang cucu?" tanya Andreas dengan senyum jahilnya.

"Jelas dong! Kamu nggak kasian sama Mama, tetangga rumahnya udah rame oleh tangisan bayi dan tawa anak-anak. Sementara Mama? Tiap hari kerjaan Mama cuma ngomelin kamu. Sementara yang diomelin nggak ada jerahnya."

Andreas menelan salivanya kasar saat mendengar mamanya membahas omongan tetangga lagi.

"Mama sih, omongan tetangga terus yang didengerin. Sekali-kali coba Mama denger pendapat Kevin, Ma."

Sang mama mendekatkan wajahnya saat Andreas berkata dengan nada serius.

"Coba sekarang bicara! Mama pingin denger pendapat dan alasan kamu," ujar sang mama dengan tak lepas memandang wajah putra sulungnya itu.

"Kevin masih betah melajang, karena memang jodoh Kevin belum sampai, Ma. Sabar aja, tulang rusuk nggak mungkin ketukar. Seandainya sempat tertukar ya pasti akan kembali ke tulang punggungnya lagi, nggak betah dia karena nggak satu frekuensi."

"Lalu, kapan dong datangnya? Jodoh itu dijemput, Kevin! Bukan ditunggu, kamu itu lelaki. Emang ada wanita melamar pria?"

Andreas menghela nafasnya panjang, untuk ia keluarkan perlahan.

"Ya, nggak gitu juga dong konsepnya, Ma," jawabnya menolak argumen sang mama.

"Halah! Bilang aja kamu masih mengharapkan Nona mudamu itu. Kevin Andreas anak Mama yang udah hampir kadaluwarsa masa lajangnya. Gunakan akal sehatmu, jangan percaya sama dugaan tak berteorimu itu! Mana mungkin dia masih mengharapkan kamu, Kevin. Kalian bukan sepasang kekasih, status kalian hanya sebatas pengawal dan Nona mudanya. Lalu apa yang akan menjadi pertimbangannya? Nggak ada, Kevin, nggak ada. Sadar dong!"

Andreas membelalakkan kedua bola matanya saat sang mama menyebut dirinya hampir kadaluwarsa. Habis masanya bro!

"Mama bahagia banget ya kalau menghina anak sendiri," ucapnya tak terima.

"Bukan menghina, Kevin. Akan tetapi Mama bicara sesuai fakta."

"Fakta yang mana, Ma? Fatwa si tetangga, iya?" Andreas geram mendengarnya. Mau marah takut dikutuk jadi pangeran tampan yang baru akan siuman setelah mendapat ciuman dari putri salju. Diem aja, mamanya selalu menyudutkannya. Bingung-bingung kumemikirnya.

"Udah! Kalau berdebat sama kamu nggak akan ada ujungnya. Sekarang siap-siap, sore nanti kita berangkat ke kediaman Mr. William Yuan. Jangan buat Mama dan Papa kecewa terus, Kevin," ucap sang mama, lalu bergegas meninggalkan kamar Andreas.

"Kok selalu sih, Ma? Mama lho yang mancing di air yang keruh. Kenapa aku yang disalahin?" umpatnya yang pasti sudah tidak didengar lagi oleh sang mama.

Flashback off.

Di sebuah taman kota, Sarah duduk seorang diri melihat tenangnya air danau yang tersaji di depan matanya. Ingatannya kini tertuju kepada Andreas. Sopir dan pengawal pribadinya itu selalu mengajaknya ke taman ini jika ia sedang dalam mode merajuk kepada ayahnya, setelah itu barulah ia akan berziarah ke makam ibunya.

"Andai saja Bapak ada di samping Sarah saat ini. Pasti Sarah nggak akan merasa sendiri menghadapi beratnya perjalanan hidup ini, Pak. Aku harus kuat demi Ayah dan Ibu. Aku harus bisa mengungkap tabir kematian ayahku. Metrocorp harus kembali menjadi milikku. Pak Andre denger nggak sih? Sarah butuh Bapak. Sarah kangen, Pak Andre!" teriaknya karena ia tahu tidak akan ada orang yang peduli dengan teriakannya. Semua orang asyik dengan dunia mereka sendiri.

"Saya juga rindu, Nona."

Eng, ing, eng.

Selamat membaca.

🌿🌿🌿☘️☘️☘️

Terpopuler

Comments

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Jual aja ma Juaaalll

2023-10-11

0

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Mesakne Expired

2023-10-11

0

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Gua kira pindah ke tulang ekor Bro

2023-10-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!