Menemukan bukti yang lainnya.

Pagi ini Mr. Black sudah pergi ke kantornya dengan diantar sopir dan para pengawalnya.

Sarah sudah bersiap ke kantor pagi ini. Saat ia melewati kamar Mr. Black, rasa ingin tahunya sungguh memberontak untuk direalisasikan.

"Seharusnya lebih cepat dugaanku ini terbukti, maka akan lebih cepat lagi aku menyelesaikan kasus lainnya. Dan juga aku tidak perlu bersusah payah melayani si Julian itu," pikirnya masih dengan posisi berdiri di depan pintu kamar Mr. Black.

Teringat tentang Julian Sarah kembali teringat ucapan Andreas. "Bagaimana jika nanti Julian tahu jika aku terlarang untuk dirinya? Paman Alexander Parker. Apakah Paman tidak mengenali diriku, keponakanmu sendiri?" lirihny dengan dada yang terasa sesak.

"Semoga saat semuanya terungkap, tidak ada keluarga yang harus kusakiti. Kecuali Black Michael."

Sarah terlihat mengedarkan pandangan matanya, mencari benda kecil berwarna hitam di setiap sudut ruangan rumah besar ini.

"Black pasti meletakkan salah satu kamera pengawas di depan kamarnya ini," ucapnya lirih dengan terus memperhatikan sekeliling ruangan tersebut.

"Ternyata dugaaanku tidaklah meleset, itu dia," ucapnya lalu berjalan menuju pada sebuah benda kecil yang ia sebut sebagai kamera pengawas.

Sarah berjalan mengendap-endap, sebisa mungkin menghindari jangkauan kamera tersebut. Saat sudah sampai pada target yang dituju, Sarah segera memutar sisi kamera tersebut.

"Aman!" ucapnya, lalu berjalan cepat memasuki kamar Mr. Black.

"Ck, dikunci lagi! Tumben banget sih, biasanya juga asal keluar masuk saja. Aku jadi curiga pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Paman Black."

Sarah berusaha membuka pintu kamar tersebut menggunakan jarum kecil yang ia ambil dari dalam tas kerjanya.

Setelah beberapa menit akhirnya pintu itu pun terbuka. Sarah masuk dengan cepat, lalu mengunci pintu kamar Mr. Black dari dalam.

Tidak seperti saat ia memasuki kamar sang paman waktu itu, kali ini kamar Mr. Black tertata sangat rapi dan harum, harum maskulin menyeruak di dalam kamar Mr. Black ini.

Sarah berjalan pelan dengan bola mata yang menyibak semua benda yang bisa membantu penyelidikannya kali ini.

Merasa tak ada apa pun yang menarik perhatiannya, Sarah berniat untuk segera keluar dari kamar Black Michael. Namun, langkahnya terhenti saat melihat sebuah liontin yang tergeletak di atas nakas dan di sampingnya terdapat benda kecil berbentuk cinta berwarna merah muda. Sarah segera mendekati benda tersebut.

Sarah mengernyitkan kedua alisnya saat melihat inisial yang tertulis dalam bingkai liontin berbentuk hati itu.

"JPP," gumamnya, untuk beberapa detik ia nampak berpikir keras dengan inisial nama tersebut. Namun, detik berikutnya Sarah tampak menggenggam benda tersebut dengan emosi yang membuncah. Tangannya terkepal sempurna memandang nanar ukiran huruf yang terdapat dalam liontin tersebut.

"Jeane Paula Parker," ucapnya tertahan. Ia akan menyimpan benda yang diyakini sebagai milik Mr. Black itu. Namun, saat ia akan meraihnya, manik matanya seolah terhipnotis dengan kotak berbentuk hati merah muda di depannya itu. Ia pun kembali meraihnya.

Ia buka perlahan benda kecil itu, sebuah cincin pernikahan dengan inisial nama yang sama dan Sarah pernah melihat benda tersebut tersemat di jari manis Mr. Black. Bahkan dia pernah menanyakannya dan Mr. Black menyangkalnya dengan mengatakan bahwa itu hanyalah cincin biasa, bukan cincin kawin seperti yang pernah Sarah sangkakan.

"Sungguh sebuah kisah yang teramat pelik. Ayah, apakah Ayah melihat jika putri kecilmu ini tengah bergulat dengan permainan hidup yang luar biasa peliknya?" tanyanya mendongak ke atas dengan menggenggam kedua benda itu.

"Sekarang aku semakin yakin jika dia juga ikut andil dalam kecelakaan yang dialami oleh Ayah. Di mana lagi aku harus mencari bukti-bukti yang lainnya. Untuk kematian Ibu, semua bukti sudah sepenuhnya kumiliki."

Sarah keluar kamar dengan langkah cepat. Saat ia sudah tiba di garasi mobilnya, ternyata Andreas tidak ada di sana. "Ke mana Pak Andre? Padahal aku ingin bercerita banyak padanya," ucapnya pelan sebelum membuka pintu mobilnya. Namun, Sarah mengurungkan niatnya saat ia melihat Jimmi tengah duduk santai di depan pos penjagaan bersama dua pria lainnya.

"Pak Jimmi!" teriaknya. Jimmi yang mendengar namanya dipanggil itu pun segera datang mendekat ke arahnya.

"Ada apa, Non? Apa si Gerry belum datang juga?" tanya Jimmi dengan mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Andreas alias Gerry.

Sarah menggeleng dengan menghadirkan wajah lesu dan sedihnya.

"Boleh aku meminta sesuatu darimu, Pak?" tanyanya dengan wajah memelasnya.

"Tentu saja boleh, Non. Katakan saja!" jawab Jimmi dengan senyumnya yang merekah sempurna.

"Anterin Sarah ke kantor dong! Lagi malas bawa kendaraan sendiri," ucapnya menunjuk pada mercedes-benz berwarna hitamnya.

Jimmi kembali tersenyum menanggapi permintaan Sarah. "Berangkat sekarang, Non?" tanyanya dengan penuh semangat.

Sarah mengangguk.

Di perjalanan ponsel Sarah berdering, sepertinya itu adalah panggilan dari Andreas.

"Iya Pak. Ada apa?"

"Sayang, aku sedang dalam pengintaian terhadap Mr. Black. Dia sedang mendatangi makam ibumu," ucap Andreas melalui pesan suaranya.

"Iya, Pak. Aku pergi dikawal sama Pak Jimmi, aman!" jawab Sarah coba mengalihkan perhatian Jimmi yang terlihat memperhatikan dirinya. Apalagi saat Andreas memanggilnya sayang.

"Duh Pak Andre gimana sih? Nggak lihat-lihat situasi deh. Lagi berduaan sama musuh. Ah, semoga saja Pak Jimmi tidak mencurigai gerak-gerikku," monolognya dalam hati.

"Kita singgah di kedai itu Pak. Lupa belum sarapan tadi di rumah," ucap Sarah beralasan. Padahal ia sedang menyusun rencana untuk kembali mengorek informasi dari si Jimmi ini tentang kematian ayahnya.

Setelah pesanan makanan mereka sudah dihidangkan, Sarah tak lantas menyantap makanannya itu, ia sibuk memeriksa ponselnya dengan banyaknya pesan yang masuk dari Andreas dan juga Julian.

"Sayang, aku melihat Mr. Black menangis di atas pusara ibumu, dia juga meletakkan beberapa tangkai bunga mawar putih di sana." Begitulah isi pesan singkat dari Andreas.

"Bawa kembali bunga itu, Pak! Itu bisa menguatkan bukti-bukti yang kita miliki. Perhatikan juga! Apakah dia juga mengunjungi makam ayahku?" balas Sarah dengan segera memasukkan ponsel ke dalam tas kerjanya.

Baru saja ia akan menyantap sarapannya, ponselnya kembali berdering. Sarah tak lekas menjawab panggilan yang ia yakini berasal dari Julian itu.

"Ponselnya, Non," ucap Jimmi memberitahu. Sarah mengangkat satu tangannya pertanda ia mengerti. Setelah beberapa kali deringan itu akhirnya berhenti, Sarah segera meraih kembali ponselnya.

"Siapa, Non? Tuan Black?" tanya Jimmi.

"Atasanku di Metrocorp, Pak," jawabnya dengan jemari tangannya yang lincah mengetikkan pesan untuk Julian.

"Aku akan sedikit terlambat datang ke kantor. Ada kesibukan lain yang harus segera kuselesaikan, Pak. Maaf." Setelah mengirimkan pesan untuk Julian, Sarah kembali fokus terhadap Jimmi yang selalu saja memperhatikan semua yang dilakukannya.

"Kenapa, Pak? Apakah ada yang aneh dengan penampilanku?" tanyanya heran, dengan memindahi penampilannya dari ujung rambut hingga ke kuku kakinya.

"Maafkan saya, Non."

Selamat membaca.

🌿🌿🌿🌿🌿

Terpopuler

Comments

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

minta maaf kenapa tuh Jimmi

2023-10-19

1

Ney Maniez

Ney Maniez

💪💪sarah

2023-09-26

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

sepertinya Jimmi mulai curiga 🤔

2023-09-26

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!