Terbuang percuma.

POV. Sarah Parker

Jam di tanganku baru menunjukan pukul 7 malam, saat kulihat dari balkon kamar Rolls-Royce hitam metalik milik Julian Adam Parker masuk ke gerbang rumah ini.

Kulihat kembali pantulan wajahku di depan cermin besar ini.

"Sempurna, sayang! Jemputlah musuh kita yang akan mengajakmu kencan malam ini!" ucap Paman Black yang berdiri di depan pintu kamarku.

Aku mengangguk dengan menampilkan senyum manis untuknya.

"Semoga aku segera bisa menghancurkan Metrocorp untuk Paman," ucapku, lalu meraih tas selempang putih di atas nakas.

*

*

Kami sudah tiba di sebuah tempat hiburan malam. Hal yang pertama kali menjadi perhatianku adalah, semua orang di sini tampak begitu menyegani seorang Julian Parker, terutama para karyawannya. Baik itu lelaki atau pun perempuan.

Julian membawaku untuk duduk pada ruangan yang sepertinya sudah dia pesan khusus untuk kami berdua saja.

"Hanya kita?" tanyaku dengan celingukan memperhatikan sekitarku. Aku harus selalu berhati-hati terhadap apa pun yang ada di sekelilingku.

"Ya. Tempat ini adalah salah satu tempat hiburan malam kepunyaan papaku. Pastinya akan menjadi milik kita," ucapnya dengan senyum nakalnya.

"Duh, ternyata covernya benar-benar menipu," monologku dalam hati. Namun, aku tetap menunjukan wajah manisku di hadapannya.

Saat aku tengah menikmati minuman dari gelas kristalku, aku melihat seorang wanita dengan pakaian yang aduhai datang menghampiri Julian.

"Halo ganteng, kenapa tidak langsung menemuiku?" ucapnya dengan langsung bergelut manja di lengan Julian. Duh! Berasa mual perutku. Mau muntah, huek!

Julian tampak kikuk menghadapi wanita yang lebih layak kusebut sebagai seorang wanita penghibur itu. Janda pirang lewat lima meter deh kayaknya.

"Dia mengenalimu?" tanyaku berpura-pura terkejut, padahal sudah terlihat dari sikap yang ditunjukan oleh si wanita, bahwa mereka sudah seperti sepasang sendal jepit yang tertukar, akan tetapi tetap dipakai juga karena sepasang. Ya, begitulah mereka, yang satu anak pemilik dari tempat hiburan malam ini, sementara yang satu hanyalah kaum pinggiran kerak. Numpang hidup dengan menjual diri.

"A, di, dia pekerja malam di sini. Pergilah! Kamu sudah mengganggu kenyamanan kekasihku," hardiknya dengan pandangan terfokus kepadaku.

"Cuih! Boleh nggak aku membuang ludah di sini? Apa dia bilang tadi, kekasihku, sejak kapan?" ucapku dalam hati.

Si wanita tampak mempeehatikan wajahku dari ujung ke ujung.

"Kenapa? Ada yang aneh?" tanya Julian seraya mendekat kepadaku. Dia merangkul pundakku, aku masih bisa menerimanya.

"Semua ini kulakukan demi baktiku padamu, Paman. Semoga sandiwara ini segera cepat berakhir, dan aku tidak perlu laki berhubungan dengan buaya kelaparan seperti dia ini."

Sang wanita segera beranjak pergi saat mendengar hardikan dari Julian.

"Teman kencanmu?" ucapku dengan menandaskan minuman di gelasku hingga tak bersisa.

"Wanita penghibur di sini," jawabnya singkat. Kulihat dia sudah menghabiskan beberapa botol minuman beralkoholnya.

"Dia bilang akan bicara serius malam ini. Lah ini apa namanya? Dia malah mabok!" ucapku kesal karena yang terjadi tak sesuai dengan khayalanku. Aku berjalan cepat meninggalkannya.

Saat aku tengah menunggu angkutan online yang sudah kupesan tadi, tiba-tiba sebuah tangan menarikku.

"Lepaskan!" ucapku dengan menyikut perutnya menggunakan siku tanganku, tak lupa satu telapak kakiku kuhempaskan juga. Aku dapat mendengar suara erangannya.

"Awww, sakit." Aku segera membalikan tubuhku saat merasa mengenali suara bariton itu. Dan benar saja, dapat kulihat jika kini Julian tengah sibuk memegangi bagian bawah perutnya yang rupanya terkena tendangan kakiku.

"Maaf. Aku reflek," ucapku, lalu berniat membantunya berdiri. Dapat kucium aroma minuman keras yang menguar dari bicaranya.

"Kamu mabuk?"

Julian tidak menjawab. Namun, tubuh sempoyongannya cukup menjadi jawaban atas tanyaku tadi.

"Sial! Satu waktuku habis sia- sia. Tak ada apa pun yang kudapat dari kencan pertamaku ini."

Keesokan paginya.

"Sarah, lanjutkan rencana kita saat kamu sudah berada di kantor nanti. Sebisa mungkin carilah cela dan informasi yang bisa menyudutkan Metrocorp. Dengan begitu akan banyak lagi hal yang memudahkan kita untuk menghancurkan perusahaan itu."

Setibanya di kantor. Aku sudah siap dengan laptop di meja kerjaku, saat tiba-tiba pintu ruanganku diketuk dari arah luar.

"Masuk!" ucapku memberi perintah.

"Nona Sarah Michael. Anda diminta direktur utama untuk datang ke ruangannya, sekarang!" ucap seorang wanita dengan seragam merah maroonnya.

"Baiklah. Saya akan segera datang."

Di ruangan direktur utama.

"Masuklah!" aku cukup terkejut mendengar suara itu , rasanya seperti Ayah yang ada di ruangan ini. Namun, jelas halusinasiku tidak sedang baik- baik saja.

Aku menunduk, lalu mengambil posisi untuk duduk di seberangnya.

"Nona Sarah Michael." Aku mendongak saat ia menyebut namaku. Sungguh aku ingin mataku ini dalam keadaan yang sangat amat baik. Saat kembali kutemukan sedikit wajah ayahku di wajahnya. Ah! menurut cerita yang pernah kudengar. Tuhan menciptakan tujuh manusia yang mempunyai kemiripan wajah di dunia ini.

"Baru satu, masih ada enam lagi," ucapku dalam hati coba berpikir positif saja.

Saat pikiranku masih sibuk dengan kemiripan wajah dan suara mereka, saat itulah kulihat Julian Parker tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini.

"Pagi, Pa," ucapnya santai. Dia cukup terkejut saat menyadari kehadiranku di ruangan Papanya ini.

"Nona Sarah Michael?"

"Selamat pagi, Tuan Julian Parker," ucapku membalas kebingungannya.

"Ada apa ini, Pa? Ini masih pagi lho." Dia berjalan mendekat kepada Ayahnya.

"Papa punya tugas yang bisa kamu kerjakan bersamanya." Dia tersenyum sumringah saat mendengar ucapan Ayahnya itu. Akan tetapi aku? Jelas aku harus berpura-pura bahagia juga dong! Bagaimana pun semua yang kulakukan di sini adalah jenis kepura-puraan belaka. Selain misi besarku untuk menghancurkan perusahaan ini yang harus kulakukan dengan sangat amat hati-hati.

"Pekerjaan apa, Pa?" tanyanya lagi dengan tersenyum padaku, kali ini aku tak berniat membalasnya.

"Ada masalah kecil di bagian distributor. Papa minta kamu dapat menyelesaikannya secepat mungkin, sebelum berita ini naik ke media. Kamu tahu jika sudah tersebar melalui media komunikasi sejenis itu, maka semua akan mengulik tentang Metrocorp. Papa tidak ingin hal itu terjadi," ucapnya, dan dapat kulihat wajah stressnya kini.

"Kapan kami akan pergi untuk menyelesaikan masalah itu, Pak?" tanyaku yang membuat keduanya sama-sama memandangku dengan tatapan tak percaya.

"Lihatlah, Ly! Dia begitu bersemangat untuk menyelesaikan tugas dari Papa ini," ucapnya menyindir putranya yang kini tersenyum kikuk melihatku.

"Persis kayak kalong yang malu- malu meong kalau lagi kayak gitu. Tuhan, bisa nggak sih waktu berjalan lebih cepat dalam bulan ini? Minimal semua misiku harus selesai dalam tempo dan waktu yang sesingkat- singkatnya."

"Bagaimana, Nona? Apakah Nona sudah siap?" tanyanya spontan saat mendengar sindiran Ayahnya tadi.

Terpopuler

Comments

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

kalong kok meong-meong, mbake menciptakan kalong model anyar ki

2023-09-14

1

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

nanti kamu yang nyesel loh Sarah

2023-09-13

2

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

ya sejak Julian bilang gitu sama si kupu-kupu malam

2023-09-13

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!